Home Hukum Imparsial: Tindak Tegas Oknum Aparat Terlibat Kericuhan Kupang

Imparsial: Tindak Tegas Oknum Aparat Terlibat Kericuhan Kupang

Jakarta, Gatra.com - Imparsial mendesak TNI, Polri, dan semua pihak untuk memastikan rasa aman bagi masyarakat dan menjaga situasi yang kondusif di Kota Kupang, Nusa Tanggara Timur (NTT) pascakericuhan didduga antata oknum TNI-Polri terkait pertandingan futsal di GOR Oepoi, Kupang.

"Mengecam tindakan serangan dan kekerasan yang terjadi di Kupang. Mendesak semua pelaku diproses hukum dalam peradilan yang independen dan adil," kata Ghufron Mabruri, Direktur Imparsial, dalam keterangan pers, Kamis (20/4).

Baca Juga: Buntut Ricuh TNI Vs Polri di GOR Oepoi, OTK Serang Rumah Jabatan Kapolda, Mobil dan Motor Dibakar

Imparsial juga mendesak DPR dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera melakukan agenda reformasi peradilan militer melalui revisi UU Nomor 31 Tahun 1997 da DPR melakukan pengawasan yang efektif untuk memastikan proses hukum berjalan dengan benar dan adil.

Ia menyampaikan, desakan tersebut terkait kericuhan di Kota Kupang pada Rabu dan Kamis (19 dan 20/4. Kondisi itu di akibatkan dari terjadinya serangan dan kekerasan ke beberapa tempat yang dilakukan orang tidak dikenal (OTK). Akibat dari serangan dan kekerasan itu situasi dan kondisi di Kota Kupang sempat mencekam.

Imparsial menilai tindakan serangan dan kekeraaan terhadap tempat tertentu yang mengakibatkan situasi dan kondisi di Kota Kupang mencekam dan tidak aman adalah hal yang memprihatinkan. Rasa aman masyarakat terganggu dan terancam oleh kondisi yang terjadi. Oleh karena itu, serangan dan kekerasan itu tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.

"Berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber media, serangan dan kekerasan itu ditujukkan pada rumah jabatan dan fasilitas milik Polda NTT yang diduga kuat dilakukan oleh oknum anggota TNI," ujarnya.

Serangan oleh oknum anggota TNI terhadap fasilitas kepolisian bukanlah kasus yang pertama terjadi. Beberapa kasus konflik TNI dan Polri telah terjadi beberapa kali di masa Reformasi ini.

Ghufron menegaskan, penyerangan disertai pengrusakan dan kekerasan yang terjadi di Kupang oleh siapa pun tidak bisa dibenarkan secara hukum. Tindakan kekerasan itu adalah bentuk pelanggaran hukum yang melawan prinsip-prinsip negara hukum.

"Kami menilai semua pihak yang melakukan serangan dan kekerasan harus dihukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa memandang siapa mereka dan dari institusi mana mereka," ujarnya.

Penghukuman secara benar terhadap mereka menjadi penting untuk memastikan bahwa masih ada keadilan di negeri ini. Tidak boleh ada warga negara yang kebal hukum (impunitas).

Sebaliknya, karena mereka adalah bagian dari aparat negara maka seharusnya hukuman yang ditimpakan justru harus lebih berat. Penghukuman terhadapa mereka seharusnya melalui mekanisme peradilan umum.

"Jika memang benar mereka yang melakukan kekerasan adalah oknum anggota TNI maka sebaiknya mereka diproses hukum yang adil dan benar," ujarnya.

Proses hukum terhadap kasus serangan oknum TNI selama ini masih berlindung dalam mekanisme peradilan militer yang cenderung tidak maksimal dalam memberikan penghukumannya, akibatnya putusan kasus-kasus sebelumnya tidak menimbulkan efek jera.

Dalam konteks itu, lanjut dia, menjadi penting agar pemimpin sipil untuk melakukan reformasi peradilan militer guna menegaskan bahwa semua orang adalah sama di hadapan hukum, yaitu dengan memastikan siapa pun orang ketika terlibat pelanggaran hukum, maka wajib diproses hukum dalam peradilan yang sama seperti warga negara lain melalui peradilan umum.

"Kami memandang, terjadinya kasus di Kupang menunjukkan masih adanya kultur militeristik yang belum hilang," ujarnya.

Menurutnya, budaya penghormatan atas negara hukum belum sepenuhnya dijalankan dan dipatuhi. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan kualitas sistem pendidikan yang mengajarkan kepatuhan dan penghormatan terhadap sistem hukum dan negara hukum itu sendiri.

Pemahaman esprit de corps yang keliru seringkali juga menjadi penyebab terjadinya kasus-kasus penyerangan dan kekerasan. Semangat itu semestinya hadir dalam medan peperangan ketika menghadapi musuh dari luar negeri yang berbentuk ancaman militer, bukan justru untuk melakukan serangan dan kekerasan terhadap alat atau lembaga negara.

Pimpinan TNI maupun Polri perlu membangun pemahaman jiwa korsa yang tepat kepada anggota mereka dan memberikan pemahaman lebih serius tentang pentingnya penghormatan atas hukum di dalam negara hukum. Semua bentuk ketidakpuasan atas proses hukum dapat disampaikan pada komisi-komisi independen, seperti Kompolnas dan Komnas HAM.

Baca Juga: TNI vs POLRI Cermin Brutalisme Negeri Ini

"Kami juga menilai, berangkat dari terus berulangnya peristiwa serupa, maka diperlukan adanya pengawasan yang kuat dalam mengontrol pergerakan anggota di dalam tubuh TNI maupun Polri," ujarnya.

Selain itu, kata Ghufron, DPR juga perlu melakukan pengawasan yang serius sehingga segala kesalahan dan pelanggaran hukum yang dilakukan benar-benar dapat dihukum secara adil. "DPR perlu melakukan pengawasan secara serius untuk mengatasi soal ini," katanya.

169