Home Nasional SETARA Institute Soroti ASN BRIN Ancam Warga Muhammadiyah, Sebut Ada Kebencian dan Represi

SETARA Institute Soroti ASN BRIN Ancam Warga Muhammadiyah, Sebut Ada Kebencian dan Represi

Jakarta, Gatra.com– SETARA Institute mengecam seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bernama Andi Pangerang Hasanudin (APH). Seperti diketahui, APH menulis komentar berisi ancaman pembunuhan kepada warga Muhammadiyah yang berbeda pendapat terkait penetapan Hari Raya Idulfitri 1444 H.

“Cara beberapa pemikir merespons perbedaan Hari Raya menunjukkan penerimaan atas perbedaan dan keberagaman begitu rapuh dan miskin perspektif. Alih-alih menjadi penyeru toleransi atas perbedaan, sejumlah pemikir justru melakukan bullying terhadap kelompok yang berbeda,” begitu bunyi pernyataan bersama Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, dan Ketua Badan Pengurus SETARA Institute Jakarta, Ismail Hasani, Selasa (25/4).

Itulah mengapa SETARA Institute sudah sejak lama memperkenalkan istilah condoning dan pelarangannya bagi pejabat publik. SETARA mendefinisikan condoning sebagai pernyataan pejabat publik yang berpotensi menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu dan berpotensi menimbulkan kekerasan.

“Secara etis adalah pelanggaran serius, sekalipun condoning belum dikualifikasi sebagai tindak pidana,” ujar SETARA.

Oleh karena itu, selain mendorong terus penghargaan atas kemajemukan, SETARA Institute juga menilai bahwa publik juga mesti memperjuangkan kebertahanan kemajemukan itu. Bukan hanya menerima pluralisme sebagai fakta sosio-antropologis bangsa, tetapi juga mempertahankan pluralisme itu tetap eksis.

“Jika tindakan seperti yang dilakukan AP Hasanuddin dibiarkan, maka atas nama pluralisme pula orang bisa melakukan represi terhadap yang lain,” kata SETARA.

SETARA Institute mendesak Kapolri untuk merespons dan menyikapi secara cepat dan tepat peristiwa ini, termasuk merespons secara presisi sejumlah laporan yang akan dilayangkan oleh beberapa pihak. SETARA menilai bahwa pembiaran tindakan seperti yang dilakukan oleh AP Hasanuddin akan mendorong terjadinya normalisasi kebencian dan nornalisasi pluralisme represif.

Seperti diketahui, ramai di media sosial baru-baru ini soal ancaman pembunuhan yang dilontarkan oleh APH kepada warga Muhammadiyah yang ia tulis melalui kolom komentar di sebuah status di Facebook. Usut punya usut, ia melontarkan ancaman itu lantaran ia marah karena Muhammadiyah tak sepakat untuk melaksanakan Hari Raya Idulfitri pada 22 April 2023 lalu.

“Perlu saya halalkan nggak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda Kalender Islam Global dari gema Pembebasan? Banyak bacot emang. Sini saya bunuh kalian satu-satu,” tulis AP Hasanuddin.

Komentar itu ia tulis dalam menanggapi komentar lainnya dari seorang profesor riset astronomi dan astrofisika RBIN, Thomas Djamaluddin. Dalam komentarnya, Thomas menyentil Muhammadiyah yang melakukan perayaan Idulfitri di beda hari dengan ketetapan pemerintah.

“Ya. Sudah tidak taat keputusan pemerintah, eh masih minta difasilitasi tempat shalat Ied. Pemerintah pun memberikan fasilitas,” tulis Thomas

Meski begitu, dalam gambar yang beredar di media sosial, APH telah menuliskan permintaan maaf. Dalam suratnya itu pun ia telah mengakui bahwa memang dirinyalah yang menuliskan komentar berbau pembunuhan terhadap warga Muhammadiyah.

“Komentar di Facebook tertanggal Minggu, 23 April 2023 di akun Thomas Djamaluddin yang berbau ancaman pembunuhan kepada Muhammadiyah adalah benar dan sesadar-sadarnya dari saya pribadi. Saya berkomentar demikian dilandasi dari rasa emosi dan ketidakbijaksanaan saya saat melihat akun tersebut diserang oleh sebagian besar warga Muhammadiyah yang tidak terima oleh unggahan di akun tersebut,” tulis APH dalam suratnya.

 

47