Home Internasional Amnesty International Kecam Keras Singapura yang Besok Akan Eksekusi Mati Terpidana Narkotika

Amnesty International Kecam Keras Singapura yang Besok Akan Eksekusi Mati Terpidana Narkotika

Jakarta, Gatra.com - Amnesty International Malaysia dan Indonesia mengecam keras rencana Pemerintah Singapura untuk kembali mengeksekusi mati terpidana kasus narkoba pada Rabu (17/5). Dikutip dari Coconuts Singapore, pria berumur 37 tahun ini divonis hukuman mati setelah tertangkap menyelundupkan 1,5 kg marijuana atau ganja. Identitas terpidana disamarkan untuk menghargai permintaan pihak keluarga.

"Tren di Singapura berbanding terbalik dengan tren global di mana penggunaan hukuman mati terus berkurang, terutama untuk kasus narkotika," ucap Direktur Eksekutif Amnesty International (AI) Malaysia, Katrina Jorene Maliamauv dalam diskusi daring yang diadakan bersama AI Indonesia pada Selasa (16/5).

Sekitar tiga minggu yang lalu, Singapura juga mengeksekusi mati seorang terpidana kasus narkotika dengan detail kasus yang serupa. Hal ini membuat Pemerintah Singapura dikecam keras oleh masyarakat global dan juga oleh PBB.

"Mereka (pemerintah Singapura) mengatakan hukuman mati yang bisa menimbulkan efek jera. Kami menilai, hal ini tidak berdasar pada realita sehingga justifikasi ini tidak bisa diterima," kata Katrina.

Amnesty International akan terus menyuarakan hal ini agar pemerintah dapat menunda eksekusi dan ke depan dapat menghapus hukuman mati secara menyeluruh. Katrina juga meminta agar masyarakat Singapura dapat mengambil peran aktif dan memahami bahwa upaya ini sangat mungkin untuk dicapai.

'Ini arah yang cukup negatif ya untuk pemerintah Singapura, yang mana saat ini, tahun 2022 ada 11 orang dieksekusi yang mana sebelumnya itu nol," ucap Peneliti AI Indonesia, Ari Pramuditya dalam acara yang sama.

Ari menjelaskan, 11 eksekusi mati di Singapura adalah untuk terpidana narkotika. Ia meyakini, pemerintah di beberapa negara masih berpendapat bahwa terpidana kasus narkotika masih pantas untuk mendapatkan hukuman mati. Pemikiran ini juga diadopsi oleh Pemerintah Indonesia.

Pemikiran ini diperkirakan Ari lahir dari persepsi pemerintah terhadap pasal 6 ayat 2 dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Peraturan ini memberikan rambu-rambu untuk negara yang masih memberlakukan hukuman mati. Ari menjelaskan, dalam ICCPR disebutkan, hukuman mati hanya bisa dilakukan untuk terpidana kasus yang paling serius, yaitu kejahatan dengan konsekuensi ekstrem yang disertai pembunuhan berdasarkan niat.

"Kejahatan yang secara tidak langsung yang menghasilkan atau tidak disertai dengan niat untuk mematikan, seperti narkotika ini, sifatnya bukan merupakan kejahatan serius," ucap Ari.

Penjelasan ini terdapat dalam komentar umum nomor 36 tentang pasal 6 dan pada tahun 2018, komite PBB telah memperjelas terminologi ini. Maka, seharusnya jelas kalau narkotika bukan suatu kasus yang bisa dijatuhkan hukuman mati.

67