Home Hukum Kades di Sleman Ditangkap Buntut Kasus Perumahan Tanpa Izin di Tanah Keraton

Kades di Sleman Ditangkap Buntut Kasus Perumahan Tanpa Izin di Tanah Keraton

Yogyakarta, Gatra.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta menetapkan satu tersangka tambahan di kasus dugaan tindak pidana korupsi pemanfaatan tanah kas desa di daerah Nologaten, Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Sleman, Rabu (17/5) sore.Tersangka kedua di kasus ini berinisial AS merupakan Kepala Desa Caturtunggal.

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati, Muhammad Anshar Wahyudin, mengatakan sebelum ditetapkan sebagai tersangka, AS merupakan saksi kunci dari tersangka pertama.

Pada 14 April lalu, Kejati DIY menetapkan Direktur Utama PT Deztama Putri Sentosa (DPS), RS, sebagai tersangka pertama. Dari kedua tersangka, Kejati menyatakan kerugian negara, khususnya di Desa Caturtunggal, bertambah Rp2,9 miliar.

Saat penetapan RS sebagai tersangka, Kejati menyatakan kerugian negara saat itu senilai Rp2,4 miliar dan bertambah Rp500 juta setelah penetapan AS. Penambahan kerugian ini terbagi dalam beberapa item yang menurut Anshar tidak bisa disampaikan ke publik.

“Penetapan tersangka AS dilakukan setelah penyidik mendapatkan minimal dua alat bukti dan hasil pemeriksaan dinyatakan sehat. Penahanan dilakukan 20 hari dari sekarang sampai 5 Juni di Rutan Klas 2A Yogyakarta,” jelas Anshar.

Kejati menyatakan alasan utama AS ditetapkan sebagai tersangka kedua pada kasus yang bergulir sejak tahun lalu ini karena ia melakukan pembiaran pada PT DPS dalam membangun hunian di tanah kas desa yang merupakan tanah milik Keraton Yogyakarta.

“Tersangka AS tidak melaksanakan tugasnya melakukan pengawasan terhadap pemanfaatan tanah kas desa. Kami juga menduga adanya pemberian gratifikasi kepada AS namun itu memerlukan pendalaman lebih lanjut,” jelasnya.

Anshar menjelaskan pembiaran terhadap penyalahgunaan tanah ini dilakukan AS sejak awal saat mengetahui proses pembangunan perumahan ini akan menimbulkan masalah.

AS dijerat pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

“Ancaman hukumannya adalah 20 tahun penjara. Pengungkapan kasus ini menjadi bukti kami (Kejati) serius memberantas mafia tanah di DIY,” lanjutnya.

Terkait bangunan di tanah yang bermasalah, bahkan beberapa sudah dihuni, Anshar mengatakan pihaknya dalam kasus ini fokus untuk menyelidiki pelanggaran dengan dasar ingin mengembalikan tanah ke Sultan Hamengku Buwono X.

“Kalau sudah kembalikan, nanti monggo terserah kebijakan Sultan. Apakah mau dikembalikan seperti semula atau diratakan, atau tetap seperti itu, kita kembalikan ke Sultan. Termasuk rumah-rumah, tergantung sultan. Tugas kita mengembalikan tanah yang dipakai dikembalikan ke Sultan,” katanya.

Bergulir sejak tahun lalu, kasus ini bermula dari temuan Pemda DIY terkait penyalahgunaan pemanfaatan tanah kas desa seluas 5.000 meter persegi yang disewa PT DPS pada 2015 lalu. Berstatus daerah hijau, di atas tanah ini kemudian didirikan rumah hunian yang kemudian ditawarkan ke konsumen.

413