Home Hukum Perbedaan Probono dan Prodeo, Ini Perjelasan PBH Peradi Makassar di PKPA Peradi Jakbar

Perbedaan Probono dan Prodeo, Ini Perjelasan PBH Peradi Makassar di PKPA Peradi Jakbar

Jakarta, Gatra.com – Dalam dunia hukum kerap dijumpai istilah probono dan prodeo. Keduanya mempunyai arti dan dasar hukum yang berbeda serta pihak yang memberikan atau menyelanggarannya.

Untuk memahami kedua istilah dan perbedaan tersebut, Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Makassar, Abdul Gaffur Idris, menjelaskannya dalam Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan VIII yang digelar DPC Peradi Jakarta Barat (Jabar) bersama STIH Iblam secara daring pada Minggu (21/5).

Istilah probono berasal dari bahasa Latin, pro bono publico yang artinya untuk kepentingan umum. Kemudian, BAR Association mendeklarasikannya pada Deklarasi Internasional tanggal 16 Oktober 2008.

Dalam deklarasi tersebut disepakati bahwa pro bono sebagai sebuah penyediaan layanan yang cuma-cuma atau gratis untuk kepentingan umum atau publik.

Adapun di Indonesia, kata Gaffur, probono diartikan sebagai bantuan hukum secara cuma-cuma. Istilah tersebut sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Namun demikian, kata dia, alih bahasa ini membuat konsep probono sering tertukar dengan bantuan hukum karena istilah tersebut juga digunakan dalam UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

“Kalau Prodeo sendiri, proses berperkara di lembaga pengadilan secara cuma-cuma atau gratis. Diberikan oleh negara dalam bentuk pembebasan biaya berperkara di pengadilan,” katanya.

Perbedan probono dan prodeo dari sisi pelaksananya, yakni probono dilakukan oleh advokat. Sedangkan prodeo adalah pengadilan. “Prodeo adalah kewajiban Mahkamah Agung yang ditarik dari UUD tentang kekuasaan kehakiman,” ujarnya.

Ia menjelaskan, MA atau lembaga di bawahnya wajib memberikan kepastian hukum dan keadilan. Sedangkan bantuan hukum itu dari UU Bantuan Hukum yang berasal dari UU Nomor 16 Tahun 2011.

Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum dengan pendanan yang berasal dari anggaran pendapatan negara sebagaimana Pasal 1 Angka (1) UU Bantuan Hukum.

Sedangkan pelaku probono adalah advokat. Advokat yang memberikan probono tidak mendapat hororarium. Sedangkan prodeo dilaksanakan oleh perorangan dan atau advokat dengan anggaran negara melalui MA.

Adapun dasar pelaksanaan probono, adalah Pasal 22 UU Advokat, yakni advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.

“Turunannya SK Peradi Nomor 16 Tahun 2009 dan Peraturan Peradi Nomor 1 Tahun 2010?,” ujarnya.

Selain itu, Kode Etik Advokat Indonesia juga mengatur tentang probono, yakni pada Bab II, Kepribadian Advokat. Pasal 3 huruf b menyatakan, advokat dalam melaksanakan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya hukum, kebenaran, dan keadilan.

Sedangkan dalam Bab III, Hubungan dengan Klien, Pasal 4 huruf f menyatakan, advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma (probono) harus memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara yang mendapat uang jasa atau honorarium.

Sedangkan kewajiban advokat memberikan probono dalam Kode Etik Advokat Indonesia tertera pada Pasal 7 huruf g, Bab VI, Cara Bertindak Menangani Perkara?, yakni advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi orang yang tidak mampu.

Untuk ruang lingkup probono terdiri dari dua, yakni dalam proses peradilan atau litigasi dan di luar peradilan atau nonlitigasi. Untuk di lingkungan pengadilan, meliputi seluruh rangkaian proses peradilan, baik itu dalam perkara perdata, pidana, atau tata usaha negara, dan dalam proses pelaporan dan pemeriksaan di kepolisian dan penuntutan di kejaksaan dalam perkara pidana.

Sedangkan di luar peradilan, lanjut Gafftur, meliputi pendidikan umum, investigasi kasus, konsultasi hukum, perancangan hukum, pembuatan pendapat atau catatan hukum, pemberdayaan dan pengorganisasian masyarakat, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, pemberdayaan masyarakat, riset hukum, dan advokasi kebijakan yang berkaitan dengan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM; serta seluruh aktivitas yang bersifas memberikan kontribusi bagi pembaruan hukum nasional, termasuk pelaksanaan piket bantuan hukum.

Menurut Gaffur, untuk melaksanakan probono, Peradi sebagai organ negara yang independen, membentuk unit kerja, yakni Pusat Bantuan Hukum (PBH) yang terdapat di kantor pusat hingga unit-unitnya di berbagai daerah.

Ia menjelaskan, terdapat sanski bagi advokat yang melanggar dalam memberikan probono. Ini diatur dalam Pasal 50 Peraturan Peradi Nomor 1 Tahun 2010 berupa penundaan penerbitan kartu tanda pengenal advokat.

Sedangkan dari sisi Kode Etik Advokat, ujar Gaffur, tertera dalam Pasal 16. Saksinya berupa peringatan biasa, peringatan keras, pemberhentian sementara untuk waktu tertentu, dan pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.

761