Home Hukum Pejabat Huawei dan Komisaris SMS Segera Jalani Sidang Megakorupsi BTS 4G

Pejabat Huawei dan Komisaris SMS Segera Jalani Sidang Megakorupsi BTS 4G

Jakarta, Gatra.com – Dua tersangka kasus dugaan megakorupsi Base Transceiver Station (BTS) 4G, yakni Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali (MA); Komisaris PT Solitech Media Sinergy (PT SMS), Irwan Hermawan (IH), segera menjalani sidang.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Ketut Sumedana, di Jakarta, Senin (22/5), mengatakan, mereka segera menjalani sidang karena perkaranya segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Saat ini, lanjut Ketut, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) tengah menyusun surat dakwaan mereka setelah menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti (Tahap II) dari Tim Penyididik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung.

“Tahap II atas 2 berkas perkara tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020–2022,” katanya.

Penyerahan Tahap II tersangka IH dan MA tersebut, lanjut Ketut, berlangsung di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung. Tim JPU Kejari Jaksel kemudian menahan mereka selama 20 hari, terhitung 22 Mei sampai dengan 10 Juni 2023.

“Tersangka IH dilakukan penahanan di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tersangka MA dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejagung,” ujarnya.

Dalam perkara ini, IH dan MA disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dengan dilimpahkannya perkara mereka ke JPU, maka sudah ada 5 tersangka kasus megakorupsi BTS 4G yang merugikan keuangan negara Rp8 trilun lebih segera menjalani sidang.

Sebelumnya, penyidik telah melimpahkan tiga tersangka, yakni Direktur Utama (Dirut) BAKTI Kementerian Kominfo, Anang Achmad Latif (AAL); Dirut PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak S (GMS); dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia (UI) Tahun 2020, Yohan Suryato (YS); kepada JPU Kejari Jaksel pada Selasa (2/5).

Dalam kasus dugaan megakorupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G ini Kejagung menyangka Anang Achmad Latif dan Yohan Suryato melanggar sangkaan primair atau subsidair.

Untuk sangkaan primairnya, yakni melanggar Pasal 2 Ayat (1) junctoo Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan sangkaan subsidairnya, melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun tersangka Galumbang Menak S, disangka melanggar sangkaan kesatu dan kedua. Sangkaan kesatu, yakni sangkaan primair melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsidairnya, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Lebih Subsidair melanggar Pasal 9 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian sangkaan keduanya, yakni primair melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsidairnya, Pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

186