Home Hukum Aparat Penegak Hukum NTT Rakor Bersama Komnas HAM Bahas Penanganan TPPO

Aparat Penegak Hukum NTT Rakor Bersama Komnas HAM Bahas Penanganan TPPO

Kupang, Gatra.com – Sebagai upaya memperkuat strategi pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdaganagan Orang (TPPO) di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), Aparat Penegak Hukum (APH),  yakni Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan menggelar rapat koordinasi (Rakor) dengan Komnas HAM RI.

Rapat koordinasi yang digelar di Mapolda NTT pada Kamis (25/5/2023) ini dibuka oleh Kapolda NTT, Irjen Pol. Johni Asadoma, dan dihadiri oleh Ketua Tim TPPO Komnas HAM RI Anis Hidayah, Kajati NTT Hutama Wisnu, dan Ketua Pengadilan Tinggi Kupang, Siswandriyono.

Johni Asadoma menyampaikan bahwa rapat koordinasi ini bertujuan untuk membahas peran aparat penegak hukum dalam pencegahan dan penanganan TPPO di wilayah Provinsi NTT.

Menurutnya, berdasarkan data selama tahun 2022, Komnas HAM telah menerima sebanyak 3.250 aduan dan sebanyak 2.861 adalah kasus dugaaan pelanggaran HAM dari seluruh wilayah Indonesia.

"Di NTT sendiri itu ada 56 kasus dan isu terbanyak adalah agraria dan ketidakprofesionalan aparat penegak hukum", kata Irjen Johni Asadoma.

Dengan kegiatan ini, kata Johni, aparat penegak hukum di NTT mendapat masukan dan koreksi dari Komnas HAM, sehingga ke depan bisa lebih baik lagi dalam pelaksanan tugas.

"Tentu ini kesempatan yang baik bagi kita semua untuk mendaptkan masukan, koreksi dari Komnas HAM, sehingga ke depan kita akan bisa lebih baik, lebih profesional di dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai aparat penegak hukum," ujarnya.

Kapolda pun menyampaikan terima kasih atas kehadiran dari Komnas HAM di wilayah NTT untuk berkolaborasi dengan aparat penegak hukum sebagai upaya memperkuat strategi pencegahan dan penanganan TPPO yang berpersepektif HAM.

Sementara itu, terkait isu TPPO, Komnas HAM memberikan perhatian yang sangat serius, terutama di periode tahun 2022 hingga 2027. Perdaganagan orang merupakan isu prioritas Komnas HAM pada periode lima tahun ke depan.

"Ini adalah extraordinary crimes, Transnational organized crime, di luar itu bahwa TPPO adalah pelanggaran hak asasi manusia, sehingga ini menjadi salah satu prioritas Komnas HAM ke depan untuk bagaimana melakukan upaya-upaya koordinasi baik dari aspek pencegahan maupun penanganan TPPO,” sebut Johni.

Untuk NTT, kasus TPPO ini, kata dia, adalah situasi darurat kemanusiaan, karena merupakan daerah asal pekerja migran.

Meskipun daerah asal pekerja migran, NTT bukanlah nomor satu, tetapi setelah Jawa Barat, Jawa Timur, NTB. Namun dalam kasus TPPO, NTT adalah salah satu provinsi yang cukup banyak kasus-kasusnya dikarenakan karakter migrasinya berbeda dengan wilayah lain.

"Jadi karakter migrasi di NTT adalah kultural. Orang berpindah atau bermigrasi, mencari nafkah di Malaysia meski pun dalam 20 tahun terakhir ini sudah bergeser ke Singapura, Taiwan, dan Hongkong,” katanya.

Irjen Johni menyebutkan, sejak tahun 2004 lalu mengalami pergeseran, tetapi Malaysia masih menjadi negara tujuan terbanyak dan kasus TTPO juga terjadi di sana.

"Meskipun Malaysia juga sudah sama memiliki Undang-Undang TTPO, tetapi dari aspek penegakan hukumnya selama ini, memang lebih mundur dibanding kita [Indonesia]," tandasnya.

37