Home Pendidikan Pendidikan Masih Timpang, Para Guru Antardaerah Bergerak Mandiri Saling Sambang

Pendidikan Masih Timpang, Para Guru Antardaerah Bergerak Mandiri Saling Sambang

Yogyakarta, Gatra.com - Ketimpangan pendidikan masih dialami oleh guru di berbagai daerah. Guru dari daerah pinggiran umumnya jauh tertinggal untuk mendapat pelatihan atau mengakses sumber daya pengetahuan. Lantaran program pemerintah butuh waktu, komunitas dan para guru bergerak secara mandiri untuk mengatasi masalah itu.

Hal ini mengemuka di agenda “Cross Kunjungan Komunitas” yang digelar oleh Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di SDN Klitren, Kota Yogyakarta, Kamis (25/5). Rangkaian kegiatan tersebut melibatkan guru-guru di 32 komunitas GSM di berbagai daerah di Indonesia untuk saling kunjung atau menyambangi daerah lain.

Agenda ini diadakan pertama kali pada awal bulan ini oleh Komunitas GSM Jawa Tengah dan Cirebon yang melakukan kunjungan ke Supiori, Papua. Di SDN Klitren Yogyakarta, dihadirkan guru dari Bali dan Cirebon.

"Kita perlu untuk menularkan energi positif yang telah tertanam di guru-guru pegiat GSM kepada guru-guru di daerah lain, dan itu tidak bisa dilakukan oleh internet tetapi bisa dilakukan oleh manusia. Dengan saling mengunjungi komunitas dan sekolah yang jaraknya berjauhan, para guru akan terajut kembali solidaritas dan penerimaan atas keberagaman di tengah potensi keterbelahan masyarakat di era sosial media," kata pendiri GSM, Muhammad N. Rizal.

Menurut Rizal, energi dan pengalaman batin tiap guru akan merangsang guru-guru lain dalam mengubah pola pikir dan hati, sehingga mendorong para guru bergerak karena kesadaran diri.

“Pendekatan program ini oleh GSM sebagai bentuk intervensi agar sebagian besar guru bergabung dengan sebuah misi untuk membangun sebuah komunitas dan mentransmisikan budaya. Sehingga perubahan pendidikan yang ditawarkan oleh GSM berfokus pada kerjasama dan kesetaraan, bukan pada kompetisi,” ungkap Rizal.

Ia menyatakan, GSM berperan untuk memfasilitasikonektivitas antar mereka, menyediakan literasi, atau sumber pengetahuan baru, dan sumber spirit perubahan.

Cross Kunjungan Komunitas GSM juga memiliki visi untuk mengentaskan ketimpangan pendidikan antar daerah. Rizal menilai masalah distribusi pendidikan yang tidak merata dapat diatasi dengan lebih mudah, efisien, dan tidak birokratis.

“Kalau menunggu program dari pemerintah akan sangat lama sekali. Cross Kunjungan bisa menciptakan jejaring batin dengan arah pendidikan dan orientasi pendidikan yang lebih benar. Kesenjangan dalam pendidikan bisa terjadi karena banyak hal, salah satunya letak geografis dan jumlah serta kualitas guru yang berbeda-beda. Maka dengan program ini bisa meningkatkan mobilitas untuk komunitas yang tertinggal,” tandas Rizal.

Muhammad Ali Sodikin, guru dari SMKN 1 Jambu, Kabupaten Semarang, membagikan pengalamannya usai berkunjung ke Komunitas GSM Supiori, Papua,

“Jika kita belum mengenal saudara-saudara di Supiori terkesan ada jarak karena perbedaan suku, ras, agama, dan bahkan fisik. Tetapi setelah mengenal lebih dekat ternyata di luar dugaan bahwa saudara di Supiori sangat menghargai tamu. Dan dalam pengajaran di sana, anak didik diberi ruang berkarya dan berkreasi yang hasilnya ternyata luar biasa di luar ekspetasi kita,” ujar Ali.

 

153