Home Regional Tak Hanya di Purworejo, Ini Alasan Seluruh SPBU Baru di Indonesia Belum Bisa Beroperasi

Tak Hanya di Purworejo, Ini Alasan Seluruh SPBU Baru di Indonesia Belum Bisa Beroperasi

Purworejo, Gatra.com- Sejak diberlakukannya UU Ciptakerja, mengurus usaha atau investasi bisa dengan mudah melalui Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS). Akan tetapi masih ada disharmonisasi aturan dalam OSS RBA (OSS Risck Based Approach) atau perizinan berbasis risiko yang berpotensi merugikan pelaku usaha.

Salah satu yang saat ini terjadi adalah peraturan izin usaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

"Perizinan apa pun dasarnya adalah Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) yang dulu bernama ijin lokasi, baru setelah itu clear, bisa mengurus perizinan lainnya. Semua perizinan dapat diproses melalui OSS milik Kementerian Investasi/BKPM," jelas Siti Lestari, Kabid Kabid Pengendalian Pencenaran dan Penataan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Perikanan (DLHP) Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah di kantornya, Selasa (06/06).

Untuk usaha SPBU, yang digunakan adalah OSS RBA, sedangkan untuk mendapatkan izin PBG harus menyesuaikan dengan aturan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Dari sinilah masalah muncul akibat batasan risiko yang berbeda antara yang tertera di OSS dan Peraturan Menteri (Permen) LHK.

"Dalam OSS, disebutkan bahwa, kegiatan SPBU dengan batasan 20 kilo liter per hari, risikonya menengah rendah. Sementara di Permen LHK termasuk dalam risiko menengah tinggi. Izin di OSS jika persyaratan sesuai pasti akan langsung ke luar, tapi kemudian menjadi bermasalah ketika mengajukan PBG karena PUPR pasti akan bertanya ke Dinas LHP. Dari kami ya harus sesuai aturan Permen LHK," jelas Siti Lestari.

Salah satu contoh SPBU 'yang menjadi korban' hingga kini belum bisa beroperasi adalah SPBU yang berada di Desa Purwosari, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo. Menurut Siti, tidak hanya di Purworejo saja, bahkan SPBU di seluruh Indonesia yang dibangun setelah UU Ciptaker mengalami kendala sama.

"Pengusaha SPBU atau pengusaha yang risikonya menengah tinggi, wajib menyusun dokumen UKL UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan, Upaya Pemantauan Lingkungan. Dokumen awal ini berisi pengelolaan lingkungan. Bisa diurus secara online di Kementerian LHK, tapi ya memang harus sabar karena antreannya banyak," terangnya.

Sedangkan bagi pengusaha dengan kategori risiko menengah rendah tidak perlu menyusun dokumen UKL UPL, hanya perlu SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan).

Untuk izin SPBU dan semua yang terkait dengan ESDM, ditarik ke pusat. Sementara untuk KKPR, merupakan wewenang Pemda. Sedangkan persetujuan lingkungan izinnya mengikuti KKPR dan pemerintah pusat (Kementerian).

383