Home Nasional Stafsus Wapres: Perlu Percepatan untuk Tingkatkan Mutu Pendidikan Nasional

Stafsus Wapres: Perlu Percepatan untuk Tingkatkan Mutu Pendidikan Nasional

Jakarta, Gatra.com – Staf Khusus Wakil Presiden (Stafsus Wapres), Dr. Gatot Prio Utomo, mengatakan, harus ada percepatan kinerja peningkatan mutu pendidikan nasional karena Human Capital Index (HCI) Indonesia masih terbilang rendah dan tertinggal dari sejumlah negara tetangga.

“Skor HCI Indonesia saat ini baru 54%, jauh tertinggal dari sejumlah negara tetangga. Jadi harus terjadi percepatan kinerja peningkatan mutu pendidikan nasional,” katanya dalam keterangan diterima pada Kamis (8/6).

Karena itu, ia meminta semua pihak bersinergi dalam meningkatkan mutu pendidikan dasar. Selain kesehatan, khususnya penurunan angka prevalensi stunting, kualitas pendidikan nasional akan sangat menentukan meningkatnya skor indeks modal manusia (HCI) Indonesia.

Skor HCI akan menjadi cermin upaya pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan. Menurutnya, ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi semua elemen pendidikan di negeri ini, tak hanya pemerintah.

Menurutnya, tanpa kerja keras dan percepatan peningkatan mutu pendidikan, skor HCI akan terus merosot. “Skor indeks modal manusia ini sangat penting untuk mengetahui produktivitas manusia Indonesia di masa depan,” katanya.

Ditegaskannya, pada tahun 2045, Indonesia akan dipimpin oleh generasi yang hari ini berusia di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dengan produktivitas hanya 54%, generasi 2045 akan memiliki beban dan tantangan yang semakin kompleks.

Dalam semua tes kompetensi terutama literasi membaca, numerasi dan sains, kualitas anak Indonesia masih sangat buruk. Hal ini menjadi tantangan berat dalam membangun manusia Indonesia agar mampu menghadapi permasalahan di masa depan.

“Data HCI Indonesia Tahun 2018, kualitas lulusan SMA setara dengan anak SMP kelas 1. Ini tantangan yang harus dijawab dengan optimis dan kerja keras,” ujarnya saat membuka Diskusi Kelompok Terpumpun tentang HCI: Permasalahan dan Tantangan di Istana Wapres, Jakarta pada pekan ini.

Selain angka harapan hidup, komponen lain pembentuk HCI adalah kesehatan, khususnya rapor kinerja penurunan stunting. Saat ini, kinerja Tim Percepatan Penurunan Stunting sangat positif. Saat ini prevalensi stunting berada pada 21,6%.

“Data HCI menunjukkan angka penurunan stunting terlihat sangat progresif dan terus positif meskipun masih menjadi tantangan. Sesuai target pemerintah, prevalensi stunting harus turun menjadi 14 persen. Perlu kerja ekstra keras menurunkan 3,8 persen per tahun,” katanya.

Sementara itu, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden, Dr. Ir. Suprayoga Hadi, MSP, menjelaskan pada periode 2010-2020, nilai HDI Indonesia mengalami peningkatan secara konsisten. Sementara nilai Human Capital Index (HCI) Indonesia juga meningkat secara gradual, walaupun terjadi sedikit penurunan dari tahun 2019 ke tahun 2020.

“Skor HCI 2020 untuk Indonesia adalah 0,54, menempatkan Indonesia pada urutan ke-6 di Asia Tenggara, tertinggal dari Singapura (0,88), Vietnam (0,69), Brunei (0,63), Malaysia (0,61), dan Thailand (0,61). Sedangkan dari 174 negara, Indonesia menempati posisi 96,” katanya.

HCI Indonesia 0,54, lanjut dia, artinya setiap anak Indonesia yang lahir memiliki kesempatan sebesar 54% untuk bisa bertumbuh jika memiliki akses penuh terhadap kesehatan dan pendidikan.

Deputi Bidang Pembangunan Manusia Bappenas Amich Alhumami,PhD menyatakan ada korelasi antara prevalensi stunting dengan hasil uji kompetensi seperti PISA. Dampak stunting terhadap perkembangan otak anak bersifat permanen.

“Stunting berdampak serius pada terhambatnya perkembangan otak, khususnya pada periode emas 1.000 Hari Pertama Kehidupan,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, kurang optimalnya perkembangan otak ini sulit diperbaiki pada tahap kehidupan berikutnya, sehingga dampak stunting cenderung bersifat permanen. Hubungan antara rata-rata nilai PISA tahun 2018 dengan prevalensi stunting ketika target responden PISA tahun 2018 masih berusia di bawah 5 tahun (sekitar tahun 2003-2008).

“Ada kecenderungan negara dengan prevalensi stunting yang tinggi memiliki capaian PISA yang rendah,” ujarnya.

Melihat pentingnya HCI, Amich menyatakan HCI akan dimasukkan ke dalam rumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Adapun Dhita Puti Sarasvati dari Yayasan Penggerak Indonesia Cerdas menyampaikan aksi-aksi nyata gerakan memperbaiki kompetensi literasi matematika. Sedangkan Senior Economist World Bank, Rabia Ali, menjelaskan posisi HCI Indonesia dan pentingnya produktivitas manusia dalam HCI.

191