Home Lingkungan Wujudkan Ekonomi Sirkular, Unilever Perkuat Strategi Kolaboratif

Wujudkan Ekonomi Sirkular, Unilever Perkuat Strategi Kolaboratif

Jakarta, Gatra.com - Bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2023, Unilever Indonesia mempertegas keberpihakan perusahaan pada keberlangsungan lingkungan hidup.

Hal itu dibuktikan, di mana Unilever Indonesia berhasil mengumpulkan dan memproses lebih banyak plastik daripada yang digunakan untuk menjual produk, yaitu sebanyak 62.360 ton plastik sepanjang tahun 2022.

Maya Tamimi, Head of Division Environment & Sustainability Unilever Indonesia menegaskan, Unilever Indonesia memiliki komitmen kuat untuk membangun planet yang lebih lestari, sejalan dengan pilar di strategi global ‘The Unilever Compass’.

Komitmen tersebut, diterapkan melalui sejumlah tahapan yaitu mengurangi penggunaan plastik, menggunakan plastik yang lebih baik, dan menghadirkan inisiatif tanpa plastik. Salah satunya melalui upaya dan investasi yang signifikan dalam hal pengumpulan dan pemrosesan sampah plastik.

Komitmen tersebut diwujudkan dalam serangkaian program, salah satunya melalui upaya dan investasi yang signifikan dalam hal pengumpulan dan pemrosesan sampah plastik.

"Pada 2022, Unilever Indonesia telah berhasil mengumpulkan dan memproses sebanyak 62.360 ton sampah plastik, dimana jumlah ini juga sudah diaudit oleh auditor pihak ketiga. Pencapaian ini sejalan dengan komitmen kami secara global. Kami membantu pengumpulan dan pemrosesan kemasan plastik lebih banyak dari yang dijual,” jelas Maya, dalam rilis, Minggu (11/6).

Maya menjelaskan, di tahap pengumpulan, upaya yang dilakukan Unilever Indonesia antara lain melalui Pengumpulan melalui lebih dari 4.000 Bank Sampah di 11 provinsi, puluhan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) dan waste collector/aggregator.

Unilever Indonesia juga terus membantu upaya pemberdayaan masyarakat untuk memilah dan mengumpulkan sampah plastik agar memiliki nilai ekonomi.

Di 2022, Unilever Indonesia juga bekerja sama dengan pihak peritel untuk menempatkan beberapa Dropbox yang memudahkan konsumen memilah dan mengumpulkan sampahnya. Selanjuutnya, Unilever Indonesia memasang 1 Reverse Vending Machine (RVM) dan 5 Dropbox konvensional pada fasilitas umum di sekitar Jakarta dan Tangerang Selatan, bekerjasama dengan PlasticPay.

Juga, mendorong jutaan masyarakat bergabung dalam gerakan #GenerasiPilahPlastik untuk menjadi lebih bertanggung jawab terhadap kemasan yang digunakan, terutama kemasan plastik, dengan cara memilah sampah dari rumah dan menyetorkannya ke Bank Sampah.

Sementara di tahap pemrosesan, upaya yang telah dilakukan meliputi, dengan berinvestasi mengatasi masalah sampah kemasan plastik di bagian akhir pemrosesan sampah. Contohnya melalui CreaSolv, teknologi pertama dan satu-satunya di dunia yang mampu mendaur ulang sampah kemasan plastik (pouch dan sachet) menjadi bahan yang bisa dimanfaatkan untuk membuat kemasan baru. Contohnya adalah kemasan flexible pouch hasil daur ulang yang digunakan untuk kemasan Rinso.

"Selain itu, Unilever Indonesia membantu meningkatkan kapasitas pengumpulan dan pengelolaan sampah di dua fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) yang didukung oleh KLHK RI, yang turut mendorong pemanfaatan sampah sebagai sumber energi," ucap Maya.

Kedepan, Unilever Indonesia akan terus berupaya membangun kesadaran seluruh pihak akan konsep solusi pengelolaan sampah kemasan yang terintegrasi, meningkatkan kapasitas di bidang pengumpulan dan pengelolaan sampah, serta aktif mengedukasi dan melibatkan publik untuk terus berperan aktif menjadi agen perubahan positif bagi lingkungan.

"Kami terus berupaya mengurangi penggunaan plastik baru, meningkatkan konten plastik daur ulang dalam kemasan kami, juga memastikan 100% dapat di daur ulang dan digunakan kembali. Selamat Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2023!”, ucap Maya

Sebagai informasi, tahun ini, Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diperingati pada 5 Juni, mengangkat tema krisis polusi sampah plastik yang sedang dihadapi masyarakat dunia. Isu ini menjadi perhatian karena secara global manusia memproduksi lebih dari 430 juta ton plastik setiap tahunnya; dua pertiganya berumur pendek dan dengan cepat menjadi limbah, mencemari lingkungan dan bahkan masuk ke dalam rantai makanan manusia

Di Indonesia, dari 19,45 juta ton timbulan sampah pada 2022, 18,4%-nya adalah sampah plastik (3,6 juta ton. Sementara, hanya 9% sampah plastik yang bisa didaur ulang, sisanya 12% dibakar dan 79% berakhir di TPA dan mencemari lingkungan

Dr. Ir. Prima Mayaningtyas, M.Si, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provisi Jawa Barat dalam sambutannya menyampaikan, literasi dan pemahaman publik terkait ekonomi sirkular juga masih belum belum merata. Tantangan pada aspek pembiayaan dan infrastruktur menjadi faktor utama masyarakatan belum sepenuhnya dapat mengadaptasi serta mendukung perubahan perilaku yang berkelanjutan.

“Masih banyak tantangan yang kita hadapi di dalam mengurangi sampah plastik dengan menerapkan sistem ekonomi sirkular, salah satunya yaitu mahal – tidak mudah untuk dilakukan, dan masyarakat beranggapan sampah tidak ada nilainya. Hal itulah yang membuat pengelolaan yang di awal harusnya bisa kita lakukan, yaitu dengan merubah mindset dan perilaku semua masyarakat. Tentunya Pemerintah di sini tidak hanya untuk menerapkan, mengurangi dan merubah perilaku sikap dari hulunya, tetapi juga menyediakan sarana prasarana, anggaran, teknologi dan regulasi sehingga lima aspek yang harus dipenuhi dalam mengelola persampahan, yaitu dari sisi regulasi, intitusi, teknologi, aspek biaya, dan pemberdayaan masyarakat – semuanya bisa berjalan bersama-sama dengan prinsip kolaboratif dan inovasi.” ujar Prima

Lain lagi di Ibukota, tantangan infrastruktur dan teknologi menjadi isu tersendiri. Rita Ningsih selaku Ketua Sub Kelompok Perencanaan Lingkungan DLH Provinsi DKI Jakarta menjelaskan Pemerintah DKI Jakarta juga memiliki platform kolaborasi sosial berskala besar persampahan, tempat dimana kami berkolaborasi dengan semua stakeholder – baik dari dunia usaha, akademisi, komunitas untuk memberikan wadah untuk berdiskusi, sekaligus wadah bagi kolaborator untuk bisa saling berkontribusi mengatasi permasalahan sampah di Jakarta.

“Teknologi RDF adalah salah satu upaya pengelolaan sampah yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta di TPST Bantar Gebang. Pengolahan dengan RDF ini dilakukan untuk mengolah sampah baru dan sampah lama yang sudah menumpuk dengan metode landfill mining. Di Bantar Gebang yang memiliki area seluas 110 hektar, sampah-sampah yang sudah lama dan menumpuk kami mining untuk diolah di dalam plant kami untuk mengurangi tumpukan sampah dan memperpanjang usia pakai TPST Bantargebang,” jelas Rita

Kepala Center for Sustainability & Waste Management - Universitas Indonesia (CSWM-UI), Mochamad Chalid, menilai, sesuai prinsip ekonomi sirkular, jika sampah dijadikan komoditi, ada nilai ekonomi yang akan tercipta dengan terjadinya transaksi jual beli, penciptaan lapangan kerja, hingga langkah-langkah yang memastikan bahwa limbah plastik kembali menjadi bahan baku yang siap diolah menjadi produk yang sama atau produk turunannya.

Salah satu contohnya adalah teknologi RDF yang saat ini tengah digalakkan Pemerintah. Teknologi ini menjadikan sampah yang tidak dapat didaur ulang menjadi sumber energi terbarukan untuk dipergunakan sebagai bahan bakar fosil, misalnya di pabrik semen.

Dila Hadju, Founder Tumbuh Hijau Urban, ikut mengajak konsumen untuk menjadi bagian dari solusi. Menurut dia, salah satu penyebab banyaknya sampah akhirnya tertumpuk di TPA adalah karena kondisi sampah yang tercampur, sehingga sulit dijadikan bahan baku daur ulang. Konsumen, kata dia, bisa ikut berperan, mulai dari memilah sampah sesuai dengan jenisnya masing-masing, seperti sampah organik, anorganik, beracun (B3), dan residu. Setelahnya, bawa ke Bank Sampah supaya sampah ditangani dengan baik.

"Awalnya memang mungkin perlu pembiasaan, tapi jangan dijadikan beban. Karena ini semua buat anak cucu kita nanti kok, hal kecil yang kita lakukan hari ini dampaknya bisa jadi luar biasa buat masa depan mereka,” ujar Dila.

94