Home Hukum Pengamat: Indonesia Bisa Tuntut Kejahatan Perang Belanda di Peradilan HAM

Pengamat: Indonesia Bisa Tuntut Kejahatan Perang Belanda di Peradilan HAM

Jakarta, Gatra.com – Pernyataan Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte yang akhirnya mengakui Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 memunculkan sejumlah tafsir di kalangan publik. Banyak yang mengapresiasi, namun banyak juga yang mempertanyakan langkah Pemerintah Belanda tersebut.

Pengamat militer dan kebijakan publik Wibisono mengatakan, pengakuan kemerdekaan tersebut sejatinya merupakan kemenangan moril bagi bangsa Indonesia. “Momen pengakuan tersebut telah memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk menuntut Belanda atas kejahatan perang yang dilakukan setelah kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia bisa menuntut peradilan HAM atas agresi I dan II pasca tahun 1945,” ujar Wibisono kepada Gatra.com melalui tanggapannya langsung dari Belanda pada Kamis (22/6).

Meski demikian, Indonesia menurutnya berhak mengambil langkah-langkah konstitusional sebagai dampak pengakuan kemerdekaan oleh Belanda tersebut. “Terbuka peluang bagi RI memperkarakan kejahatan perang yang dilakukan Belanda, yang terjadi antara tahun 1945 dan 1949,” ujarnya.

Lebih lanjut, kasus yang akan dibawa Indonesia ke Pengadilan Internasional mencakup Agresi Militer I, Agresi Militer II, serta keterlibatan Belanda dalam rombongan tentara sekutu dalam rangka melucuti tentara Jepang.

“Termasuk juga, serangan yang dilakukan Westerling di Bandung, dan pembunuhan massal Westerling di Sulawesi Selatan,” ia menambahkan.

Dirinya menilai wajar jika rakyat Indonesia mempertanyakan motif dan keseriusan Belanda dalam mengakui kemerdekaan Indonesia setelah hampir 80 tahun lamanya. “Kalau kita baca secara rinci dalam statement Perdana Menteri Rutte dan juru bicaranya itu tidak tulus. Pernyataan mengakui kemerdekaan disertai berbagai kualifikasi yang pada akhirnya menegasi pernyataan itu sendiri,” Wibisono menjelaskan.

Diketahui, Belanda melakukan pengakuan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 yang terucap dari pernyataan PM Belanda Mark Rutte di tengah perdebatan para anggota Parlemen Belanda pada 14 Juni 2023 perihal hasil penelitian kemerdekaan, dekolonisasi, kekerasan, dan perang di Indonesia periode 1945-1950.

Hasil penelitian menyebut adanya kekerasan ekstrem militer Belanda yang terstruktur. Dalam sesi debat, anggota Parlemen Belanda, Corinne Ellemeet, mendesak pemerintah Belanda memberi respons terhadap proklamasi 17 Agustus 1945.

Belanda mengakui secara moral fakta kekerasan ekstrem, tapi tidak setuju disebut sebagai kejahatan perang secara hukum. Rutte meminta maaf atas nama pemerintah Belanda kepada Indonesia dan semua pihak yang dirugikan akibat perang. Ia mengatakan masa kekerasan itu terjadi sebelum Konvensi Jenewa. Artinya, Belanda tidak setuju itu kejahatan perang secara yuridis.

Mengenai pengakuan ini, PM Rutte akan berkonsultasi dengan Presiden RI Joko widodo untuk melihat bagaimana hal ini dapat diakui dan dilaksanakan bersama.

Pada 2005, Belanda telah menerima dalam pengertian “politik dan moral” bahwa Indonesia merdeka pada 1945. Tetapi hal itu tidak pernah datang dari pengakuan penuh. PM Rutte sekarang memenuhi ini atas permintaan anggota parlemen GroenLink Corinne Ellemeet.

174