Home Info Sawit HGU dan SHM Diklaim 'Terlanjur' Masuk Kawasan Hutan. Pakar: Tak Ada Dasar Hukumnya

HGU dan SHM Diklaim 'Terlanjur' Masuk Kawasan Hutan. Pakar: Tak Ada Dasar Hukumnya

Jakarta, Gatra.com - Dari Juni 2021 hingga April 2023, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan 12 Surat Keputusan (SK) Tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha Yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan Yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan.

Ada 2.701 subjek hukum dengan total luas lahan 3.372.615 hektar di dalam SK itu. Semuanya berstatus "pemohon ampunan" atas keterlanjuran berada di kawasan hutan.

Kelak, oleh KLHK, mereka itu ada yang akan diampuni melalui skema pasal 110A, ada pula yang melalui pasal 11B. Kedua pasal ini ada pada Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja cluster Kehutanan.

Kalau pengampunannya pakai pasal 110A, maka subjek hukum musti bayar denda dan lahannya kemudian dibebaskan dari klaim kawasan hutan.

Tapi bila subjek hukum diampuni pakai pasal 110B, subjek hukum hanya bisa menguasai lahannya selama satu daur.

Hanya saja, dari luas lahan yang mencapai 3,3 juta hektar tadi, ternyata ada sekitar 800 ribu an hektar lahan yang sudah berstatus Hak Guna Usaha (HGU) dan Sertifikat Hak Milik (SHM). Detilnya, 700 ribuan hektar HGU, sisanya SHM.

"Khusus yang dua jenis ini (HGU dan SHM), enggak ada alasan hukumnya masuk dalam keterlanjuran yang kemudian menjalani 'pemutihan' dan bayar denda," ujar Pakar Hukum Kehutanan, Dr. Sadino, seperti dilansir elaeis.co jelang siang tadi.

Direktur Eksekutif Biro Konsultasi Hukum Kebijakan Kehutanan ini beralasan bahwa HGU dan SHM sudah melewati prosedur formil maupun materiel.

"Sementara kawasan hutan, syarat formil saja belum terpenuhi. Sudah sering saya bilang, kalau kawasan hutan itu baru ditunjuk, formil saja belum terpenuhi" katanya.

Lelaki 57 tahun ini kemudian membikin perumpamaan seperti ini; misalkan begini, seorang laki-laki menunjuk calon istri. Formilnya, yang ditunjuk itu ditanya dulu, mau nggak jadi istri. Juga harus ditanya, istri orang atau masih gadis. Kalau kemudian mau, baru ditembuskan ke orangtuanya. Orang tua setuju, barulah syarat formil terpenuhi.

Jika syarat formil sudah terpenuhi, barulah kemudian syarat materiel mulai diurus. Mulai dari surat-surat hingga daftar menikah untuk akad nikah. Ubuku nikah sebagai bukti.

"Kalau baru nunjuk langsung jadi, itu namanya tidak memenuhi syarat formil dan materiel yang berarti kawin paksa," katanya.

Balik ke HGU dan SHM tadi, kalau syarat formil kawasan hutan saja enggak cukup, gimana pula dia dipakai sebagai dasar untuk memaksa pemegang hak atas tanah mengikuti keterlanjuran.

"Lagi-lagi saya bertanya, siapa disini yang terlanjur?" Sadino mendelik.

Lantaran hak atas tanah tadi merupakan hak konstitusional pemegang hak atas tanah dan tentu bukanlah kawasan hutan, "Otomatis dia terbebas dari dua pasal di atas tadi. Secara hukum hak atas tanah tadi keluar," tegasnya.


 

834