Home Hukum Kejagung Periksa Dirut Wira Inno dan Agro Makmur soal Korupsi Ekspor CPO dan Migor

Kejagung Periksa Dirut Wira Inno dan Agro Makmur soal Korupsi Ekspor CPO dan Migor

Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Direktur Utama (Dirut) PT Wira Inno Mas, AH; dan Dirut PT Intibenua Perkasa, PT Agro Makmur Raya, dan PT Mikie Oleo Nabati Industri, AH; dalam kasus tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya atau minyak goreng (Migor) pada industri kelapa sawit pada Januari–April 2022.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Selasa (4/7), menyampaikan, kedua orang dirut perusahaan tersebut diperiksa sebagai saksi dalam kasus fasilitas ekspor CPO dan turunannya tersebut.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujarnya.

Sebelumnya, Kejagung pada Kamis (15/6/2023), menetapkan tiga korporasi sebagai tersangka kasus pemberian fasilitas ekspor CPO) dan turunannya pada bulan Januari–Maret 2022.

Ketut menyampaikan, ketiga korporasi yang ditetapkan sebagai tersangkanya, yakni Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup. Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari putusan terhadap para terdakwa dalam perkara ekspor CPO dan turunannya atau minyak goreng (Migor) yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

“Adapun lima orang terdakwa telah dijatuhi pidana penjara dalam rentang waktu 5–8 tahun,” kata Ketut.

Ia mengungkapkan, dalam putusan perkara tersebut terdapat satu hal yang sangat penting, yaitu Majelis Hakim memandang perbuatan para terpidana adalah merupakan aksi korporasi.

Majelis Hakim menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi, tempat di mana para terpidana bekerja. Maka dari itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya.

“Berdasarkan hal tersebut, dalam rangka menegakkan keadilan, Kejaksaan Agung segera mengambil langkah penegakan hukum dengan melakukan penyidikan korporasi, guna menuntut pertanggungjawaban pidana serta untuk memulihkan keuangan negara,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, lanjut Ketut, Negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp6,47 triliun akibat perkara ini. Selain itu, perbuatan para terpidana juga telah menimbulkan dampak siginifikan.

“Terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan [daya beli] masyarakat, khususnya terhadap komoditi minyak goreng,” ujarnya.

Ketut mengatakan, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditi minyak goreng, negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai sebesar Rp6,19 triliun.

97