Home Kesehatan Pusat Antraks di Gunungkidul Diisolasi, Pemda DIY Kukuh Tak Tetapkan KLB

Pusat Antraks di Gunungkidul Diisolasi, Pemda DIY Kukuh Tak Tetapkan KLB

Yogyakarta, Gatra.com - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melarang keluar masuknya hewan ternak sapi dan kambing untuk sementara waktu di Padukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Kabupaten Gunungkidul yang menjadi episentrum penyakit antraks. Akibat penyakit ini, satu orang meninggal dan 87 orang dinyatakan suspek--sebelumnya disebut positif.

"Kami telah melakukan isolasi dan lintasan atau lalu lintas keluar masuknya hewan ternak sementara tidak melalui Dusun Jati. Langkah tersebut dilakukan supaya penularan antraks bisa dicegah," kata Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY Sugeng Purwanto, Kamis (6/7).

Sugeng mengungkapkan terdapat 12 ekor ternak, terdiri dari 6 sapi dan 6 kambing yang terkena antraks dan sudah ditangani. Pihaknya menjamin tidak ada daging beredar dari hewan ternak yang ditengarai terkena virus antraks.

"Kami pun tengah menggencarkan langkah antisipasi dengan melakukan sosialisasi agar kejadian serupa terus berulang tahun alias mengedukasi masyarakat guna mencegah penularan antraks," katanya.

Menurut Sugeng, upaya pengawasan hewan ternak di Gunungkidul menjadi tantangan tersendiri. Hal ini karena hewan ternak di sana sangat banyak dengan kandang yang tidak terpusat.

Stok vaksin antraks juga disiapkan, yakni kini tersedia 2.600 dosis. Sebanyak 366 dosis sudah diberikan untuk 77 sapi dan 289 kambing di lokasi terpapar kasus antraks di Gunungkidul.

"Pengajuan vaksinasi antraks tersebut berdasarkan permintaan dari kabupaten/kota yang bersangkutan. Vaksinasi antraks tersebut lakukan rutin, kami mengajukan lagi ke pusat tambahan vaksin dengan adanya kejadian kasus antraks di Gunungkidul," imbuhnya.

Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie, menjelaskan penyakit antraks tidak menular dari manusia ke manusia, tetapi dari hewan ke manusia. Hal ini guna menjawab kekhawatiran masyarakat akan penularan penyakit tersebut, terutama karena adanya warga yang meninggal dunia usai terpapar antraks.

"Satu yang perlu digarisbawahi penyakit antraks itu tidak menular dari manusia ke manusia. Jadi tidak ada kemudian kena antraks terus bisa menularkan pada yang lain. Pasti dari hewan ke manusia karena antraks termasuk salah satu penyakit zoonosis atau penyakit yang berasal dari binatang," tuturnya.

Pembajun menjelaskan, antraks bisa menyerang di kulit, pernapasan, dan pencernaan pada manusia. Jika muncul di kulit biasanya manusia itu bersentuhan dengan hewan ternak yang positif antraks. Sedangkan serangan ke pernapasan melalui spora via hewan ternak yang telah mati. Jika dikonsumsi, daging dari ternak positif antraks menyerang lewat saluran pencernaan.

"Dinkes langsung melakukan sero survei pada 125 sampel setelah ada kasus satu warga meninggal dunia dan positif antraks. Sebanyak 87 orang yang terdeteksi sero positif atau suspek dalam kondisi yang baik dan tidak perlu mendapat perawatan di rumah sakit," lanjutnya.

Pembajun juga menjelaskan, Pemda DIY tak menetapkan kasus antraks saat ini sebagai kejadian luar biasa (KLB). Penetapan KLB mengacu Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 1501 Tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.

Penetapan KLB mengacu sejumlah faktor, seperti lonjakan kasus dua kali lipat atau lebih dan jumlah kematian meningkat 50 persen dalam kurun waktu yang sama.  “Melihat peningkatan kasus antraks di Gunungkidul apabila mengacu Permenkes sudah KLB sejak 2019 lalu. Dengan kata lain, saat kasus antraks pertama itu muncul,” kata Pembajun.

37