Home Hukum Organisasi Pendukung UU Omnibus Law Kesehatan Sambangi DPR, Ucapkan Terima Kasih

Organisasi Pendukung UU Omnibus Law Kesehatan Sambangi DPR, Ucapkan Terima Kasih

Jakarta, Gatra.com - Komisi IX DPR RI telah menerima audiensi dari 23 organisasi kesehatan pendukung Undang-undang (UU) Kesehatan. Audiensi itu dilakukan dalam rangka penyampaian aspirasi dari masing-masing perwakilan organisasi, usai regulasi tersebut resmi disahkan sebagai UU.

Perwakilan dari ke-23 organisasi itu pun menyampaikan apresiasi mereka kepada Presiden RI Joko Widodo, DPR RI, serta Komisi IX DPR RI, atas pengesahan regulasi tersebut.

"Ke depan, kami siap mendukung langkah-langkah konkrit pemerintah dalam mengimplementasikan Omnibus Law ini di masyarakat, sehingga iklim pelayanan kesehatan di Tanah Air berjalan dengan baik, karena didukung dengan kecukupan jumlah nakes maupun terjangkaunya harga obat dan alkes (alat kesehatan) yang tersedia," ujar Ketua Umum Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) Jajang Edi Priyanto dalam audiensi, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/7).

Jajang berharap, pengesahan RUU Kesehatan itu dapat membuat pelayanan kesehatan di Indonesia menjadi lebih baik, sekaligus dapat memberikan kenyamanan bekerja bagi tenaga kesehatan. Dengan begitu, katanya, sistem ketahanan kesehatan Indonesia akan semakin menguat di masa mendatang.

Jajang pun menjelaskan bahwa saat ini PDSI telah memiliki perwakilan di 37 provinsi di Indonesia, dengan jumlah anggota yang saat ini telah terdaftar di organisasi tersebut mencapai sekira 10 ribu orang. Ia pun berharap, pengesahan RUU Kesehatan dapat berdampak pada pertambahan jumlah anggota PDSI di kemudian hari.

"Teman-teman dari 'kelompok sebelah' mungkin akan bermigrasi karena undang-undang ini sangat ditunggu bagi rekan-rekan kami yang selama ini diam, tapi sebenarnya mereka ada faktor ketakutan untuk berpindah ke organisasi kami, karena mereka takut kalau rekomendasinya dicabut dan lain-lain," ujar Jajang.

Selain Jajang yang mewakili PDSI, Ketua Forum Dokter Susah Praktik (FDSP) Yenni Tan juga menyampaikan apresiasinya atas pengesahan RUU itu. Yenni pun menganggap tanggal pengesahan RUU Kesehatan sebagai hari kemenangan bagi tenaga kerja kesehatan. Di samping itu, Yenni juga mengaku bangga dengan pengesahan itu.

"UU ini beda dibandingkan dengan UU sebelumnya yang menguntungkan ormas (organisasi masyarakat) tertentu, tapi merugikan banyak pihak dan merugikan rakyat," ujar Yenni Tan dalam audiensi tersebut.

Yenni menilai, perancangan UU Kesehatan itu memang dilakukan untuk rakyat Indonesia. Terlebih, menurutnya, UU Kesehatan itu telah mendukung upaya pendayagunaan tenaga kesehatan Warga Negara Indonesia (WNI) lulusan luar negeri untuk berkontribusi dalam sektor kesehatan di Tanah Air.

"Terima kasih untuk upaya pendayagunaan WNI lulusan luar negeri yang selama ini dipersulit dan dihalangi oleh pihak ormas karena takut kompetisi sehat. Sekarang kami ingin berbakti dengan peraturan yang jelas dan transparan," ujarnya.

Meski mengapresiasi pengesahan RUU tersebut, Yenni memandang masih ada sejumlah nakes yang belum memahami secara jelas poin-poin dalam regulasi baru itu. Hal itu, kata Yenni, disebabkan oleh banyaknya informasi keliru yang beredar mengenai peraturan tersebut.

"Saat ini pun banyak nakes yang tidak paham penuh isi dan pasal UU Kesehatan, tapi teriring oleh isu hoaks dan misinformasi," ujar Yenni.

"Kami yakin dan menaruh kepercayaan penuh kepada pemerintah dan DPR, kami siap membantu kami siap membela pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan untuk Indonesia lebih baik dan lebih maju," tambahnya.

Sebagaimana diketahui, DPR RI secara resmi telah mengesahkan Rancangan Undang-undang tentang Kesehatan (Omnibus Law) menjadi Undang-undang (UU). Hal itu sebagaimana diputuskan dalam Rapat Paripurna ke-29 Masa Sidang V Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Selasa (11/7) kemarin.

Meski begitu, hanya ada enam dari sembilan fraksi partai politik di DPR yang menyetujui pengesahan tersebut. Satu lainnya, yakni fraksi Partai NasDem menyatakan setuju dengan syarat anggaran (mandatory spending) kesehatan dapat diusulkan di angka minimal 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Sementara itu, dua fraksi lainnya, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan penolakan mereka atas pengesahan itu. Keduanya pun menyoroti adanya penghapusan mandatory spending dalam UU tersebut, serta pengesahannya yang terkesan terburu-buru sekaligus menghilangkan partisipasi bermakna dari berbagai pihak, termasuk organisasi profesi kesehatan.

Adapun, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi menyatakan bahwa pihaknya bersama dengan empat organisasi profesi kesehatan lainnya akan mengajukan permohonan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK) RI terhadap UU Kesehatan.

Adib menilai, pengesahan UU itu cenderung terburu-buru dan tidak mengindahkan aspirasi dari berbagai pihak. Terlebih, UU yang dibentuk dengan metode omnibus law itu mencabut sembilan UU lama dan menggantinya dengan UU baru dalam waktu singkat, yakni hanya enam bulan.

Adib juga menyoroti adanya penghapusan mandatory spending, yang ia nilai dapat berdampak pada hilangnya kepastian hukum untuk memperoleh jaminan pembiayaan kesehatan yang semula dimiliki oleh masyarakat.

246