Home Ekonomi Literasi Digital Bantu Perubahan Ekonomi Digital

Literasi Digital Bantu Perubahan Ekonomi Digital

Jakarta, Gatra.com- Dirjen Aptika Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan bahwa literasi digital akan membantu ke sebuah perubahan ekonomi digital. Ia memaparkan dari segi lanskap ekonomi digital, saat ini terdapat 215,6 juta pengguna internet di Indonesia dan terdapat 43% perilaku membeli produk atau layanan sebanyak 1-3 kali per bulan.

“Pada tahun 2022, ada US$7,7 miliar, negara kita keriting dengan aktivitas ekonomi yang besar di ruang digital dan mereka minimal membeli produk itu, minimal satu sampai tiga kali sebulan sekali. Ini terhitung pesat saat pandemi,” paparnya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/7)

Semuel melanjutkan, literasi digital itu sendiri adalah pekerjaan yang berkelanjutan untuk mengantisipasi masyarakat dari beragam penipuan, pencurian data akun, investasi bodong, jeratan pinjaman daring (online) dan sejenisnya.

“Literasi digital, ini adalah suatu pekerjaan yang berkelanjutan. Karena selalu akan ada inovasi-inovasi, teknologi baru yang perlu diberi pemahaman ke masyarakat,” tambahnya.

Ia menjelaskan, regulasi perlindungan data pribadi dan tindakan hukum diperlukan untuk memberi efek jera pada penjahat siber yang diwujudkan melalui Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Data pribadi kini bukan lagi menjadi aset, melainkan liabilitas yang harus dipatuhi pemegang usaha. Ketika terjadi pelanggaran, akan ada pemotongan maksimum 2% dari pendapatan tahun sebelumnya. Saat ini denda tengah diberlakukan, dan hukuman pidana akan diberlakukan pada Oktober 2024.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi (Kiki) juga mengungkapkan, sebanyak 70,72% penduduk Indonesia adalah usia produktif. Dalam hal ini, perkembangan ekonomi digital Indonesia didukung penetrasi internet yang tinggi.

Sayangnya, Kiki juga menyebutkan masih banyaknya kesenjangan (gap) yang terjadi, mulai dari literasi digital dan keuangan di daerah hingga pembiayaan untuk usaha kecil mikro dan menengah (UMKM). Merujuk dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan tahun 2022, kesenjangan antara tingkat literasi dan tingkat inklusi keuangan yakni masing-masing sebesar 49% dan 85%.

“Artinya masih ada gap antara orang yang menggunakan produk dan layanan jasa keuangan tapi sebenarnya belum terlalu terliterasi dengan produk dan jasa keuangan yang digunakan,” ujar Kiki.

Menurut pemaparannya, terdapat 14 provinsi dengan indeks literasi dan keuangan di bawah rata-rata nasional, dan 15 provinsi dengan indeks inklusi keuangan di bawah rata-rata nasional. Soal kesenjangan antara literasi dan inklusi keuangan digital masyarakat, saat ini literasi keuangan digital mencapai 41% dan inklusi keuangannya mencapai 55,8%.

Berdasarkan data tersebut, hal ini berdampak pada tingkat kerentanan masyarakat terhadap risko transaksi digital, baik itu dari segi kerugian transaksi hingga risiko serangan siber.

“Dari data Badan Sandi dan Siber Negara, terdapat lebih dari 700 juta kali serangan siber pada tahun 2022 yang didominasi oleh ransomware dan juga malware,” sebutnya.

Dari segi pembiayaan ke UMKM, Kiki memaparkan data dari Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) tahun 2021, menyebutkan bahwa terdapat 46 juta unit atau sektiar 77% UMKM di Indonesia masih belum mendapatkan akses pembiayaan.

Di sisi lain, menurut data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tahun 2023, jumlah UMKM yang sudah terhubung dengan ekosistem digital baru mencapai 20,76 juta UMKM.

“Khususnya melalui pengembangan keuangan digital yang inklusif dan tentunya harus terus memperhatikan atau mengutamakan perlindungan konsumen dan masyarakat,” pungkasnya.

Di akhir acara, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Juda Agung menutup acara dengan pidato penutupan acara. Juda memaparkan soal QRIS yang saat ini menjadi game changer untuk UMKM sejak dirilis tahun 2019 dan BI-Fast sebagai layanan biaya transfer bank yang terjangkau.

“Sejak diluncurkan, QRIS telah menjadi sebuah game changer dan membantu berbagai pedagang UMKM, meningkatkan transaksi dan menerima pembayaran dengan lebih efektif dan efisien. Saat ini, QRIS telah tersebar di hampir 27 juta merchant,” jelas Juda.

Juda juga melanjutkan, QRIS akan ditingkatkan fiturnya melalui QRIS Tuntas, dengan singkatan Tuntas yakni tarik, tunai, setor, dan transfer. “Jadi, tidak hanya membayar saja bisa memakai QRIS, tetapi bisa melakukan tarik tunai, kemudian transfer ke orang lain, serta setor tunai,” jelasnya.

Munculnya Indonesian Financial Literacy Conference 2023, juga diikuti dengan munculnya Center for Financial and Digital Literacy (CFDL) yang menjadi wadah edukasi dan literasi keuangan digital untuk masyarakat Indonesia.

CEO Warta Ekonomi dan Co-Founder Center for Financial and Digital Literacy (CFDL), Muhamad Ihsan mengatakan, kemudahan transaksi digital dan banyaknya perusahaan rintisan (startup) berkat adanya teknologi. Ia juga memaparkan soal penemuan BI terkait penggunaan uang digital dan dalam waktu dekat BI akan meluncurkan Central Bank Digital Currency (CDBC).

Di samping itu, Ihsan juga menjelaskan tentang tantangan teknologi terhadap masa depan pekerjaan manusia dampak artificial intelligence (AI), bioteknologi, dan lain-lainnya.

“Sebuah penelitian mengatakan bahwa akibat dari artificial intelligence (AI), kelompok ekonomi yang paling atas akan makin sangat kaya, sementara yang paling bawah akan sangat miskin,” jelas Ihsan saat sesi pemaparannya.

Ihsan menambahkan, tantangan tersebut akan terjadi karena pekerjaan kelompok menengah akan digantikan oleh AI. Tantangan berikutnya adalah bioteknologi yang dapat memetakan manusia unggul sejak dini.

“Secara saintifik, masa depan anak-anak kita sudah bisa dipetakan, kita sudah bisa membuat manusia unggul. Ke depan, yang kaya makin pintar akan tetap ke atas, sementara yang kekurangan ilmu dan kekurangan uang akan ke bawah,” ujarnya.

Karena dampak teknologi tersebut, literasi digital, khususnya keuangan digital penting dilakukan. Ihsan bercerita soal dampak pinjaman online yang sekitar 42% menjerat para guru. Masalah tersebut tercermin dari survei Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2022 yang menyatakan, indeks literasi digital Indonesia masih di skala 3,54 dari 5.

668