Home Kesehatan Johnson & Johnson Selenggarakan Simposium Bagi Praktisi Kesehatan Jiwa di Indonesia

Johnson & Johnson Selenggarakan Simposium Bagi Praktisi Kesehatan Jiwa di Indonesia

Jakarta, Gatra.com – Kesehatan jiwa hingga saat ini menjadi salah satu tantangan terbesar di masyarakat dalam skala global. Kurangnya akses untuk perawatan kesehatan jiwa dan stigma di masyarakat menjadi salah satu faktor yang memperparah kondisi kondisi kesehatan jiwa pasien di seluruh dunia. Karena itu, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak untuk mencegah dan mengendalikan masalah kesehatan jiwa.

Kesehatan jiwa berdampak pada kesehatan fisik, sosial, dan ekonomi individu dan masyarakat di seluruh dunia. Lebih dari tiga perempat orang yang menderita penyakit jiwa tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah dimana akses untuk perawatan kesehatan jiwa yang berkualitas sangat terbatas. Bahkan, lebih dari 75% orang dengan gangguan jiwa tidak mendapatkan perawatan sama sekali.

Selama lebih dari 60 tahun, Johnson & Johnson telah berdedikasi untuk meningkatkan tingkat kesembuhan penderita gangguan jiwa di seluruh dunia. Selama lebih dari setengah abad terakhir, Janssen Pharmaceutical Companies of Johnson & Johnson telah menemukan, mengembangkan, dan meluncurkan banyak perawatan inovatif untuk kondisi yang memengaruhi otak dan sistem saraf pusat.

Janssen juga memperluas akses ke perawatan kesehatan jiwa untuk populasi yang paling rentan dan kurang terlayani di dunia, dimulai di Rwanda. Selain itu, Johnson & Johnson mendukung program kesehatan mental yang menyediakan sumber daya untuk mendukung petugas kesehatan garis depan di seluruh dunia.

Melanjutkan komitmennya, Johnson & Johnson di Indonesia bekerja sama dengan Asosiasi Rumah Sakit Jiwa dan Ketergantungan Obat Indonesia (ARSAWAKOI) menyelenggarakan simposium pada 16 Juli 2023 yang ditujukan khusus bagi para praktisi tenaga kesehatan jiwa di Indonesia.

Dihadiri oleh sedikitnya 90 praktisi dan tenaga kesehatan jiwa profesional. Acara ini mengangkat tema ”Peningkatan Tata Kelola Administrasi Dalam Pengklaiman Obat BPJS (Tarif Non-INA-CBGs5) Dalam Penanganan Pasien Jiwa Kronis”.

Acara dibuka oleh Country Director of Johnson & Johnson Pharmaceutical for Indonesia & Malaysia, Yee Pin Lim yang dilanjutkan sambutan dari Ketua Pengurus Pusat (PP) Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Prof. Andi Jayalangkara Tanra, serta Ketua Asosiasi Rumah Sakit Jiwa dan Ketergantungan Obat Indonesia (ARSAWAKOI), Dr. Desmiarti.

Dalam sambutannya, Yee Pin Lim mengatakan, pendekatan kolaboratif diperlukan untuk membantu dan mengedukasi para pasien, keluarganya maupun caregiver, dan lingkungan terkait untuk memahami penyakit dan pelayanan bagi pasien gangguan jiwa, khususnya skizofrenia.

“Sehingga mereka bisa mendapatkan obat generasi baru untuk mencapai kondisi pulih dan memiliki kualitas hidup yang baik serta mengurangi stigma negatif. Dengan memungkinkan pasien mengakses perawatan dan informasi tentang penyakit ini, bersama-sama kita dapat membantu mereka mencapai kualitas hidup terbaik mereka,” kata Lim.

Berdasarkan data WHO, skizoprenia berpengaruh terhadap 24 juta orang atau 1 dari 300 orang (0,32%) di seluruh dunia. Sementara di Indonesia, berdasarkan RISKESDAS 2018, terdapat peningkatan kasus gangguan mental di Indonesia terhadap 7 per sejuta rumah tangga. Prevalensi jumlah rumah tangga yang memiliki anggota keluarga dengan skizoprenia/psikosis adalah sebesar 0.6% lebih banyak di wilayah rural dibandingkan urban.

Banyak pasien dan penderita tidak memperoleh pengobatan yang tepat dan hidup dengan stigma, yang merupakan pendorong yang kuat terhadap budaya ‘diam’ yang pada akhirnya mengurangi kesempatan para penderita untuk dapat memperoleh pengobatan sehingga dapat menjalani hidupnya secara normal.

Sebagai bagian dari perusahaan perawatan kesehatan terbesar di dunia, Johnson & Johnson berkomitmen untuk mendukung masyarakat melalui program yang membina lingkungan yang terus belajar bagi para tenaga medis profesional, dalam menyediakan perawatan kesehatan bagi para pasien.

169