Home Hukum Kejati Tahan Direktris PT SWI, Tersangka Korupsi Aset Pemprov NTT

Kejati Tahan Direktris PT SWI, Tersangka Korupsi Aset Pemprov NTT

Kupang, Gatra.com – Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) ‎menahan Direktur PT Sarana Wisata Internusa (SWI), Lydia Chrisanty Sunaryo, dalam kasus dugaan korupsi tanah aset Pemprov NTT di Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.

Tim Penyidik Pidsus Kejati NTT yang dipimpin Sales Guntur yang juga Kasie Penyidikan, menahan ‎Lydia Chrisanty Sunaryo usai memeriksanya sebagai tersangka pada Rabu (2/8). Dia dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kupang.

Penahanan Lydia tersebut menambah tersangka yang telah dijebloskan ke jeruji besi atas kasus korupsi ‎pemanfaatan lahan atau tanah yang di atasnya telah dibangun Hotel Plago senilai Rp8 miliar ini. 

Lydia merupakan tersangka ketiga yang ditahan. ‎Sebelumnya, dua tersangka lainnya, yakni Thelma Bana selaku Kabid Pemanfaatan Aset (Pengguna Barang) dan Heri Pranyoto sebagai Direktur PT Sarana Wisata Internusa ditahan pada Senin (31/7).

Keduanya ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Thelma Bana ditahan di Lapas Perempuan Kupang. Sedangkan Heri Pranyoto di Rumah Tahanan (Rutan) Kupang.

‎Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati NTT, Agung Raka, mengonfirmasi bahwa penahanan terhadap tersangka Lydia Chrisanty Sunaryo ini dilakukan untuk memperlancar proses penyidikan.

“Lydia ini tersangka ketiga yang ditahan dalam kasus korupsi aset Pemprov NTT di Manggarai Barat. Ini dilakukan untuk memperlancar proses penyidikan,” ujar Agung.

Menurut Raka, Tim Jaksa Penyidik Pidsus Kejati NTT juga terus mengembangkan perkara ini. “Tim penyidik masih memeriksa, mengembangkan penyidikan. Masih ada potensi tersangka baru dalam kasus ini,” katanya.

Seperti diberitakan Gatra.com ‎sebelumnya, penyidik Kejati NTT telah menahan Thelma Bana dan Heri Pranyoto. Raka yang sempat menjabat Kasi C (Ekonomi dan Keuangan) Bidang Intelijen Kejati NTB tersebut, menjelaskan alasan penahanan terhadap para tersangka.

Selain memperlanjar proses penyidikan, lanjut dia, penahanan dilakukan karena dikhawatirkan tersangka melarikan diri, merusak dan menghilangkan barang bukti, atau dikhatirkan akan mengulangi tindak pidana.

Berdasarkan hasil perhitungan BPKP Perwakilan Provinsiu NTT, dalam kasus ini negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp8.522.021,08 (Rp8,5 miliar).

221