Home Hukum Sidang Haris-Fatia, Hakim dan Saksi Berdebat Perkara Dampak Lingkungan Pertambangan

Sidang Haris-Fatia, Hakim dan Saksi Berdebat Perkara Dampak Lingkungan Pertambangan

Jakarta, Gatra.com - Perdebatan sengit sempat terjadi dalam sidang lanjutan kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Maves), Luhut Binsar Pandjaitan terhadap Founder Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator KonTras, Fatia Maulidiyanti selaku terdakwa.

Debat memanas setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya mengenai di mana letak dampak lingkungan akibat konsesi pertambangan di Papua kepada peneliti dari Trend Asia, Ahmad Ashov Birry yang dihadirkan sebagai saksi meringankan pihak terdakwa.

"Dampak lingkungan di Madinah Quarrata'ain. Dari dokumen ada alluvial project-nya," jawab Ahmad Ashov Birry dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Senin (04/9).

Ashov menjelaskan, ia mengetahui dampak lingkungan dari dokumen Wets Wits Mining, perusahaan Australia yang merupakan induk perusahaan dari PT Madinah Quarrata'ain (PT MQ). Perlu diketahui, PT MQ sempat punya hubungan kerja sama dengan PT Tobacom Del Mandiri dan PT Tambang Raya Sejahtera. Kedua perusahaan ini dinaungi PT Toba Sejahtera yang sahamnya mayoritas dimiliki oleh Luhut Binsar Pandjaitan.

Ashov mengaku, ia memang tidak secara langsung berada di wilayah konsesi tambang di Intan Jaya, Papua. Namun, berdasarkan pengetahuan umum soal pertambangan, ia mengatakan lingkungan pasti ikut terdampak jika proses alluvial sudah berjalan.

"Terus, kita tahu juga sudah ada konstruksi jalan. Terus kemudian ada konstruksi bangunan. Yang pasti ada dampak lingkungannya," jelas Ashov.

Ia pun menjelaskan, alluvial projects biasanya menggunakan hidrolik untuk membentuk sirkuit yang akan digunakan untuk mengekstraksi emas. Hal ini dipastikan mengganggu lingkungan karena menyebabkan polusi, deplesi atau penyusutan lingkungan, serta degradasi atau penurunan mutu.

"Dampak riilnya loh saksi, dampak riil-nya. Ada gak? Sudah ada gak dampak riil-nya? Pasti ada dampak,pasti ada dampak, itu kan gak riil. Kamu jawab aja langsung," ucap Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana pada Ashov.

Melihat hakim yang tidak puas dengan jawabannya, Ashov pun mencoba mengingatkan kalau analisis dampak lingkungan juga perlu membahas kemungkinan masa depan, bukan hanya kondisi saat ini. Perdebatan bertambah sengit ketika kuasa hukum terdakwa menyatakan protes dan meminta hakim serta JPU untuk tetap berada di koridor fakta sesuai kajian.

Hakim pun menegaskan, pertanyaan dampak lingkungan ini sudah sesuai fakta. Saksi diminta untuk menjelaskan area mana yang saat ini terkena dampak secara langsung. Hakim pun mengingatkan, jika saksi tidak tahu jawabannya, cukup bilang tidak tahu saja.

"Dalam bukti, alluvial project itu dikatakan berjalan. West Wits Mining yang bilang itu. Bahwa ada konstruksi jalan. Bahwa ada pendirian bangunan. Ditanyakan, apakah ada dampak lingkungan? Pasti ada," jawab Ashov.

Mendengar kata "pasti ada" dari Ashov, nada suara Hakim Ketua Cokorda Gede pun meninggi. Hakim kembali mengatakan, jawaban "pasti ada" itu artinya tidak "riil". Ketika hakim mempertegas pertanyaannya, Ashov menjawab, dampak lingkungan sudah terjadi Intan Jaya.

Ashov menjelaskan, dampak lingkungan yang ada di Intan Jaya berupa pencemaran dan degradasi lingkungan. Secara spesifik, degradasi ini bisa terjadi ke banyak aspek. Misalnya, penurunan fungsi hutan dan sungai. Pencemaran juga dikatakan sebagai salah satu dampak lingkungan. Hakim ketua berusaha untuk memastikan apakah hal ini sudah benar terjadi atau belum.

"Kalau di dokumen dia bilang dia commencing proses alluvial, dia pasti ada dampaknya," jawab Ashov.

Mendengar jawaban saksi, nada bicara Hakim Cokorda pun kembali meninggi. Perdebatan tambah sengit ketika JPU dan kuasa hukum terdakwa ikut saling menyela untuk menyatakan keberatan mereka. Pada akhirnya, Hakim meminta agar JPU melanjutkan pertanyaan dan tidak membahas dampak lingkungan ini lagi.

"Cukup-cukup gak usah ditanyakan lagi masalah dampak karena dia ngomongnya pasti pasti pasti, gak riil. Udah yang lain aja. Gak ngerti ini," ucap Hakim Ketua Cokorda Gede sebelum JPU beralih ke pertanyaan lain.

116