Home Hukum Ini Beda Polisi dan Jaksa Tangani Kasus Kekerasan Seksual dengan Restorative Justice

Ini Beda Polisi dan Jaksa Tangani Kasus Kekerasan Seksual dengan Restorative Justice

Jakarta, Gatra.com - Hasil Pemantauan yang dilakukan oleh Komnas Perempuan menunjukkan adanya perbedaan cara kepolisian dan kejaksaan dalam melaksanakan mekanisme keadilan restoratif untuk kasus kekerasan terhadap perempuan berbasis gender. Perbedaan mulai terlihat dari cara aparat hukum negara (APH) mengetahui mekanisme keadilan restoratif hingga ke cara penerapannya ketika menangani kasus yang ada.

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi memaparkan hasil pemantauan yang diambil dari sembilan provinsi di seluruh Indonesia ini. Provinsi-provinsi ini adalah Aceh, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua.

Data menunjukkan, dari 130 narasumber yang berasal dari kepolisian, sebanyak 122 orang menyatakan mengetahui adanya peraturan mengenai keadilan restoratif.

"Tapi, kalau kita lihat cara mereka memperoleh peraturan itu, kebanyakan adalah dari sosialisasi," ucap Siti Aminah dalam acara Launching Laporan Nasional Hasil Pemantauan oleh Komnas Perempuan ini yang ditayangkan melalui daring pada Selasa (19/9).

Siti Aminah menitikberatkan pada cara narasumber mengetahui mekanisme keadilan restoratif. Jika dibandingkan, metode yang diterapkan oleh kejaksaan dinilai Siti lebih tertib dibanding lembaga penegak hukum yang lain. Berdasarkan data, dari 35 narasumber, sebanyak 16 orang mengetahui mekanisme keadilan restoratif dari pelatihan.

"Total justru adalah pelatihan dibandingkan dengan sosialisasi atau mengetahui dari belajar sendiri atau mengetahui dari perja (peraturan jaksa agung)," kata Siti

Selain cara mengetahui mekanisme keadilan restoratif, Komnas Perempuan juga mengemukakan data kasus-kasus kekerasan berbasis gender yang telah ditangani kepolisian dan kejaksaan.

"(Kepolisian) Ini menarik karena ada 115 kasus. Kebanyakan kasus adalah KDRT ringan," jelas Siti.

Dalam data, Komnas Perempuan juga mencatat ada 15 kasus kekerasan seksual yang ditangani oleh kepolisian. Sepuluh di antaranya merupakan kasus pelecehan seksual, yaitu 1 kasus kekerasan seksual siber, 1 kasus kekerasan seksual dalam pacaran, 3 kasus perkosaan yang diselesaikan dengan metode keadilan restoratif.

Hal ini menjadi catatan bagi Komnas Perempuan mengingat rentang waktu pengambilan data dilakukan sebelum Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) diresmikan.

"Jadi, ini memperlihatkan betapa kekerasan seksual dengan metode restorative justice menjadi alert bagi kita untuk nanti penerapan UU TPKS itu," ucap Siti lagi.

Sementara, untuk kasus yang ditangani Kejaksaan didominasi oleh kasus KDRT. Kasus-kasus lainnya, antara lain penganiayaan, pencurian, pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan. Jumlah masing-masing kasus ini hanya berkisar satu atau dua kasus.

"Kalau jenis kasus di kejaksaan, KDRT menjadi kasus terbanyak untuk diselesaikan dengan metode keadilan restoratif, 32 persen atau 8 dari 25 kasus yang terdokumentasi," kata Siti.

324