Home Politik Bisakah Milenial-Gen Z Ubah Perolehan Suara 3 Bacapres Usai Adu Gagasan di UGM?

Bisakah Milenial-Gen Z Ubah Perolehan Suara 3 Bacapres Usai Adu Gagasan di UGM?

Jakarta, Gatra.com – Tiga bakal calon presiden (bacapres) untuk pertama kalinya menyampaikan gagasan-gagasannya di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada Selasa, 19 September 2023 lalu.

Ketiga bacapres tersebut ialah Anies Rasyid Baswedan yang disokong Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang terdiri dari Pratai NasDem, PKS, dan PKB. Kemudian Ganjar Pranowo yang diusung PDIP dan PPP. Terakhir Prabowo Subianto dari Koalisi Indonesia Maju yang terdiri dari Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat.

Selama dan setelah agenda tersebut berlangsung, banyak kelompok masyarakat yang terus membicarakannya, terutama kelompok milenial dan Generasi Z. Menurut Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Juli lalu, kelompok pemilih dari segmentasi milenial dan Generasi Z merupakan jumlah pemilih dominan.

Tercatat bahwa pemilih milenial adalah sebanyak 66.822.389 atau 33,60%, sementara Gen Z sebanyak 46.800.161 atau 22,85%. Jika ditotal, persentasenya mencapai 56,45% atau paling dominan dibanding segmentasi usia lainnya.

Kelompok masyarakat dari generasi ini banyak beradu opini di media sosial Twitter atau X. Lembaga analisis media sosial Drone Emprit menangkap riuh pembicaraan warganet mengenai gelaran adu gagasan ketiga bacapres di UGM.

“Saat acara berlangsung, kutipan pernyataan dari para bacapres menjadi sorotan di antaranya perihal kebebasan pendapat, politik identitas, penegakan hukum, komitmen pada antikorupsi, juga informasi persiapan para bacapres dalam setiap sesi,” ujar Founder Drone Emprit, Ismail Fahmi, pada Kamis, (20/9/2023).

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Para Syndicate, Ari Nurcahyo, mengatakan bahwa pilihan dari generasi muda yang kerap dinilai lebih kritis dari generasi pendahulunya ini akan sangat berpengaruh pada perolehan suara ketiga bacapres pada Pilpres 2024 mendatang.

“Dengan jumlah pemilih yang besar itu yang berpengaruh di media sosial, itu pasti berpengaruh [ke perolehan suara bacapres],” ujar Ari kepada Gatra.com, Sabtu, (23/9/2023).

Namun, Ari mengingatkan bahwa hal itu bisa terjadi jika partisipasi politik dari generasi milenial dan Gen Z terbilang tinggi pada gelaran pemilu nanti. Ia masih khawatir partisipasi anak muda masih rendah. Namun, berkaca pada gelaran-gelaran sebelumnya, ia mengatakan bahwa partisipasi rendah biasanya terjadi di pileg, bukan di pilpres.

“Jadi memang dukungan di media sosial itu harus berkorelasi positif dengan tingkat partisipasi pemilih dari milenial dan Gen Z,” ujarnya.

Dengan demikian, Ari mengatakan bahwa upaya mendorong milenial dan Gen Z untuk ikut berpartisipasi dalam memilih akan menjadi tantangan tersendiri. Maka dari itu, menurutnya ini akan menjadi pekerjaan rumah (PR) yang cukup berat bagi para tim bacapres untuk meyakinkan generasi muda agar memilih bacapres mereka.

“Jadi jumlahnya besar, tapi tantangannya sekarang adalah bagaimana kampanye atau konten adu gagasan di media sosial yang memang menjadi konsumsi milenial dan Gen Z ini harus mendorong partisipasi mereka untuk memilih,” kata Ari.

Pengamat komunikasi politik dari UGM, Nyarwi Ahmad, juga mengatakan bahwa dengan proporsi pemilih milenial dan Gen Z yang mencapai 56% pada pemilu nanti tentu akan berdampak besar terhadap perolehan suara ketiga bacapres.

“Kalau perubahan [perolehan suara] pasti ada, cuman pertanyaannya kan berapa persen. Itu yang harus diukur, dan fokus pada kategori generasi tadi. Saya kira enggak mungkin enggak ada. Efek itu bisa ditimbulkan dari visi-misi dari bacapres masing-masing,” kata Nyarwi kepada Gatra.com, Sabtu, (23/9/2023).

Nyarwi menjelaskan bahwa anak muda dari generasi milenial dan Gen Z punya keunikan tersendiri. Menurutnya, anak-anak muda ini punya pandangan tertentu mengenai dunia kerja, pendidikan, hingga sosial ekonomi, yang sesuai dengan pengalamannya masing-masing.

“Mereka juga punya pengalaman terhadap krisis Covid yang saya kira mereka punya penilaian terhadap gagasan-gagasan yang disampaikan ketiga bacapres itu,” ujar pengamat yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) itu.

Meski begitu, Nyarwi mengingatkan bahwa segmentasi usia (milenial dan Gen Z) bukanlah satu-satunya variabel yang menentukan angka perolehan suara ketiga bacapres. Menurutnya, variabel-variabel lain seperti latar belakang agama, pendidikan, hingga kelompok sosial ekonomi juga akan sangat menentukan pilihan anak-anak muda itu.

“Satu variabel itu enggak cukup. Ini kan baru dari satu kategori usia atau kelompok generasi. Berada di generasi yang sama, tapi kelompok sosial beda, saya kira pasti ada perbedaan,” ujar Nyarwi.

88