Home Hukum Kejagung Periksa Musim Mas dan Megasurya Mas soal Korupsi Ekspor CPO

Kejagung Periksa Musim Mas dan Megasurya Mas soal Korupsi Ekspor CPO

Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua tersangka korporasi, yakni PT Musim Mas dan PT Megasurya Mas dalam kasus pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari 2022–April 2022.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Selasa (26/9), mengatakan, kedua korporasi tersebut diwakili petinginya.

“Tersangka PT Musim Mas diwakili IS selaku direktur utama datersangka korporasi PT Megasurya Mas diwakili J selaku direktur,” katanya.

Ketut menyampaikan, selain dua korporasi di atas, Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung juga memeriksa dua orang lagi dalam kasus ini, yakni Manager (Head Office) PT Swalayan Sukses Abadi, PP; dan karyawan swasta (Manager Merchandising PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk.), D.

Ia menjelaskan, penyidik memeriksa keempat orang di atas sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya untuk tersangka korporasi Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujarnya.

Sebelumnya, Kejagung kembali mengusut kasus ini menindaklanjuti putusan pengadilan terhadap para terdakwa perkara korupsi ekspor CPO. Kejagung kemudian melakukan pendalaman kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari–Maret 2022 tersebut.

Kejagung menetapkan Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup sebagai tersangka. Penetapan status ketiga korporasi tersebut menindaklanjuti putusan perkara lima terdakwa dalam perkara ini yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Kelima terdakwanya divonis pidana penjara dalam rentang waktu 5–8 tahun.

Ketut mengungkapkan, dalam putusan perkara tersebut terdapat satu hal yang sangat penting, yaitu Majelis Hakim memandang perbuatan para terpidana adalah merupakan aksi korporasi.

Majelis Hakim menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi, tempat di mana para terpidana bekerja. Maka dari itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya.

“Kejaksaan Agung segera mengambil langkah penegakan hukum dengan melakukan penyidikan korporasi, guna menuntut pertanggungjawaban pidana serta untuk memulihkan keuangan negara,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, lanjut Ketut, Negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp6,47 triliun akibat perkara ini. Selain itu, perbuatan para terpidana juga telah menimbulkan dampak siginifikan.

“Terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan [daya beli] masyarakat, khususnya terhadap komoditi minyak goreng,” ujarnya.

Ketut mengatakan, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditi minyak goreng, negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai sebesar Rp6,19 triliun.

2172