Home Hukum Indobuildco Minta Perlindungan Hukum kepada Menkopolhukam soal Pengosongan Hotel Sultan

Indobuildco Minta Perlindungan Hukum kepada Menkopolhukam soal Pengosongan Hotel Sultan

Jakarta, Gatra.com – Kuasa Hukum PT Indobuildco, Amir Syamsudin dan Hamdan Zoelva, menyurati Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, untuk meminta perlindungan hukum terkait eksekusi pengosongan Hotel Sultan Jakarta.

Amir dan Hamdan mengajukan permohonan tersebut melalui surat bernomor 011/TKH-PTI/2023 tertanggal 3 Oktober 2023. Pihaknya juga meminta agar Mahfud memerintahkan Sekneg dalam hal ini Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) untuk menunda eksekusi atau menghentikan langkah-langkah melawan hukum tersebut.

Amir Syamsudin di Jakarta, Rabu (4/10), menyampaikan, dalam surat tersebut pihaknya menjelaskan bahwa PT Indobuildco masih mempunyai hak mengelola kawasan Hotel Sultan setidaknya hingga 2 tahun ke depan meski masa berlaku HGB sudah habis dan proses permohonan pembaruan masih berlangsung.

Amir menjelaskan, itu sebagaimana diatur dalam Pasal 41 Ayat (2) PP No. 18 Tahun 2021, yakni Permohonan pembaruan hak guna bangunan diajukan paling lama 2 tahun setelah berakhirnya jangka waktu hak guna bangunan.

“Bahwa berdasarkan ketentuan di atas, maka sekalipun masa perpanjangan HGB No. 26/Gelora dan HGB Np. 27/Gelora berakhir, namun berdasarkan Hukum HGB menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, HGB tersebut masih bisa diperbarui,” ujarnya dalam surat tersebut.

Amir mengaku kaget setelah mendapatkan informasi bahwa PPKGBK meminta agar kliennya mengosongkan Hotel Sultan pada hari ini dan mereka akan memasang spanduk yang menegaskan bahwa Blok 15 merupakan barang milik negara.

“Saya kaget dan heran. Kok PPKGBK tidak mengirim pemberitahuan resmi. Saya justru tahu dari informasi media,” ujar Amir.

Ia mengungkapkan, kaget atas informasi soal ultimatum PPKGBK tersebut karena sehari sebelumnya pemilik Indobuildco, Pontjo Sutowo, baru bertemu Machfud MD. Selain itu, pada hari yang sama, tim kuasa hukum Indobuildco juga melakukan pertemuan dengan tim kuasa hukum PPKGBK.

Menurutnya, meski belum ada kesepakatan dalam dua pertemuan pada Senin (2/10) tersebut, namun menyiratkan adanya harapan menuju penyelesaian yang baik bagi kedua belah pihak. Namun hasilnya justru sebaliknya.

“Cara seperti itu jelas akan melanggar hak-hak keperdataan klien kami dan merupakan perbuatan yang melanggar hukum,” ujar Amir.

Ia melanjutkan, tim kuasa hukum Indobuildco menolak proses pengosongan secara paksa oleh PPKGBK. Penolakan ini dilakukan dengan dasar bahwa tidak ada putusan pengadilan manapun yang berkaitan dengan sengketa HGB-HPL Hotel Sultan yang memerintahkan untuk dilakukan pengosongan terhadap kawasan tersebut.

“Berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali, sama sekali tidak ada perintah pengosongan terhadap kawasan Hotel Sultan,” katanya.

Selain itu, Putusan Peninjauan Kembali (PK) tersebut tidak membatalkan HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora. “Bila putusan tersebut [pengosongan] yang mau dijalankan, maka wajib adanya perintah dari pengadilan berupa Penetapan Eksekusi dari Pengadilan Negeri,” demikian isi surat tersebut.

Selain itu, pada poin 8 juga disebutkan bahwa PT Indobuildco membuka ruang berdialog mencari solusi terbaik perihal penyelesaian sengketa lahan GBK tempat berdirinya Hotel Sultan.

Hamdan Zoelva menambahkan, meski lahan lokasi berdirinya Hotel Sultan tengah disengketakan, namun bangunan gedung hotel dan kompleks apartemen yang berdiri di atasnya adalah 100% milik PT Indobuildco.

Atas dasar itu, perlu dilakukan dialog untuk membahas nasib bangunan hotel, apartemen, dan semua yang ada di atasnya. “Klien kami membuka ruang untuk negosiasi dan mencari solusi terbaik bagi penyelesaian sengketa,” ujarnya.

Menurut Hamdan, tindakan pengosongan paksa Hotel Sultan yang akan dilakukan PPKGBK melanggar kewenangan pengadilan di dalam tugas judisial dan melanggar hak asasi manusia.

Selain itu, lanjut Hamdan, akan menjadi preseden buruk bagi lembaga peradilan dan belum pernah terjadi sebelumnya di Indonesia. “Tentu ini akan merusak reputasi negara hukum Indonesia di mata dunia,” katanya.

89