Home Politik Pakar Politik soal Gibran dan Dinasti Politik: Dia Wali Kota Luar Biasa

Pakar Politik soal Gibran dan Dinasti Politik: Dia Wali Kota Luar Biasa

Jakarta, Gatra.com – Pakar komunikasi politik, Effendi Gazali, menantang publik untuk menguji klaim adanya dinasti politik dengan berpotensinya Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden (cawapres) dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang diisi Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat.

“Dalam konteks sebagai anak muda yang menjadi wali kota, saya beranggapan Gibran adalah wali kota yang bagus menurut saya. Anak muda, untuk kota seperti Solo, dengan segala kemampuannya, dengan membangun networking, dia menjadi wali kota yang luar biasa,” kata Effendi di Jakarta, Sabtu, (14/10/2023).

Hal itu Effendi ucapkan dalam agenda paparan hasil riset persepsi dari Gogo Bangun Negeri (GBN) dalam menilik peluang Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahendra, sebagai calon lain dari parpol non-parlemen yang berpotensi mendampingi Prabowo. GBN didirikan oleh komunikolog Emrus Sihombing.

Seperti diketahui, pada akhir bulan lalu, PBB menyatakan pihaknya menyodorkan dua nama kepada KIM untuk menjadi pendamping Prabowo. Pertama adalah sang ketum Yusril Ihza Mahendra. Kedua ialah Gibran Rakabuming.

Namun, dengan masuknya Gibran ke bursa nama potensial pendamping Prabowo, isu dinasti politik pun mencuat di muka publik. Effendi mengatakan bahwa klaim itu harus diuji.

“Sekiranya Gibran itu bukan anak presiden, bagaimana dia berhadapan dengan Yusril? Mana yang lebih tepat menjadi calon wakil presiden. Itu salah satu cara untuk memahami dinasti politik,” katanya.

Effendi menilai apabila label anak presiden dilepaskan dari sosok wali kota Solo tersebut, Gibran tetaplah sosok pemimpin yang mumpuni saat memimpin kota tersebut. Di samping itu, ia percaya Gibran punya nilai tawar yang tinggi apabila dipertandingkan degan nama lain sekaliber Yusril Ihza Mahendra yang punya segudang pengalaman di pemerintahan.

“Apakah Gibran sebagai wali kota yang baik untuk kota berskala Surakarta atau Solo, ketika dibandingkan dengan seorang yang punya banyak pengalaman [Yusril Ihza Mahendra], ayo coba kita sama-sama. Coba kita lepaskan kalau dia [Gibran] bukan anak presiden, mana peluangnya yang baik? Di situ jawaban untuk dinasti politik,” ujarnya.

Menurut Effendi, label anak presiden yang melekat pada Gibran tak perlu menjadi subjek penilaian. Ia berpendapat bahwa prestasinya saat memimpin Solo harus menjadi penilaian publik.

“Saya tetap tanpa mengangkat, tanpa membuang, tanpa memisahkan dia dari prestasinya yang menurut saya cukup baik sebagai walikota Solo,” tegas Effendi.

181