Home Nasional DPP NCW Ungkap Dugaan Gelombang Korupsi di Lingkungan Istana, Benarkah?

DPP NCW Ungkap Dugaan Gelombang Korupsi di Lingkungan Istana, Benarkah?

Jakarta, Gatra.com - Dewan Pimpinan Pusat Nasional Corruption Watch (NCW) banyak menerima pengaduan masyarakat (dumas) dari berbagai sumber yang dapat dipercaya kebenarannya. Hal ini semakin serius dan NCW terus menyuarakan perkembangan dugaan korupsi menjelang Persiapan demokrasi 2024.

Ketua Umum DPP NCW Hanif menyebut dari pengumpulan data dan informasi yang DPP NCW dapatkan gelombang korupsi sebelum Pemilu dan Pilpres 2024 semakin mengarah ke satu titik. Kata Hanif, jika dilihat dari benang merah dari hubungan terduga pelaku dan melalui media apa korupsi ini dilakukan.

“Kami prihatin dengan kondisi rakyat Indonesia menjelang pesta dan pentas demokrasi 2024 tahun depan,” kata Hanif dalam keterangan yang diterima, Senin (16/10/2023).

“Harapan kami rakyat Indonesia akan adanya perbaikan sistem demokrasi dan pemberantasan korupsi yang lebih baik ternyata ‘masih jauh panggang dari api’. Semua partai politik sibuk dengan pencalonan Capres dan Cawapres, dan pemberantasan korupsi dijadikan senjata yang mematikan untuk mematikan lawan politik. Bahkan sekarang menyasar lembaga anti korupsi KPK karena dinilai tidak patuh kepada ‘perintah penguasa’ yang merasa memiliki republik ini,” tambah Hanif menjelaskan.

Menurut Hanif, sudah 3 (tiga) kali DPP NCW menyuarakan bahwa dugaan korupsi kepada 5 (lima) menteri Kabinet Indonesia Maju Jokowi. Namun kata Hanif tidak direspons positif, apa karena semua menteri yang terduga korupsi tersebut berada di koaliasi yang sama dan mendapat dukungan dari istana.

"Apa di akhir pemerintahan Jokowi periode ke-2 harus meninggalkan noda hitam dalam sejarah pemberantasan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN)?” lanjut Hanif.

DPP NCW mengatakan, ketika ditanya, kenapa berani menguak dugaan Gelombang Korupsi di lingkungan Istana. Jawaban NCW sudah jelas terbuka di dunia maya, pada suatu kesempatan di sela kegiatannya, Jokowi menyampaikan bahwa “membangun food estate itu tidak mudah, biasanya pertama gagal, kedua bisa jadi gagal, ketiga juga bisa gagal… paling keenam dan ketujuh mungkin bisa berhasil.. “, ujar Jokowi (18/08/23) memberikan pembelaan karena gagalnya panen food estate setal 3 (tiga) tahun berjalan.

"Kami DPP NCW menilai bahwa program food estate ini tidak direncanakan dengan matang dan uang rakyat lebih kurang Rp 6 triliun hilang begitu saja. Hal ini membuktikan bahwa dugaan DPP NCW jika ‘istana’ telah tersentuh praktik-praktik pembiaran uang rakyat dikorupsi oleh oknum Menhan PS dan oknum menteri-menteri lainnya," beber dia.

“Jika gagal program pemerintah dengan anggaran sebesar Rp6 triliun itu menjadi ‘hal biasa dan tidak ada konsekuensi’ terhadap penggunaan dana APBN, kami khawatirkan ke depannya akan lebih banyak modus-modus korupsi melalui program ’trial and error’, apa seperti itu mengelola uang rakyat Pak Jokowi?” lanjut Hanif.

Dugaan korupsi ini, beber Hanif, oknum Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto (PS) sangat jelas terbuka di informasinya di dunia maya, baik terkait Pembelian 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar yang mencapai Rp11,8 triliun yang sejatinya pernah ditawarkan untuk dihibahkan ke Indonesia tahun 2009 kepada mantan Menhan Juwono Sudarsono, namun sempat ditolak karena mahalnya perawatan dan sparepart pesawat tersebut.

Terakhir melalui podcast DPP NCW, dia juga sampaikan adanya indikasi keterlibatan oknum keluarga istana yang didukung oleh oknum menteri pada kasus dugaan ekspor nikel ilegal ke Tiongkok sebanyak 5,7 juta ton yang sudah mengemuka sejak 23 Juni 2023 lalu. Kuat dugaan, lanjutnya, lolosnya bijih nikel 5,7 juta ton ini melibatkan oknum-oknum yang memiliki kekuatan ekonomi atau kekuasaan yang sangat besar, karena jika melihat dari kerugian negara bisa mencapai Rp15 triliun.

“Ini perampokan terhadap sumber daya mineral Indonesia. Kenapa kasus besar ini seperti menguap begitu saja, dan pemberitaan dugaan kasus ini seperti ditutup-tutupi. Padahal sudah banyak sekali informasi yang beredar di masyarakat bahwa dugaan keterlibatan 3 oknum pejabat pusat, pejabat daerah dan mantan pangdam, yakni Menteri Koordinator Perekonomian, Walikota Medan Bobby Nasution dan mantan Pangdam Mayjen TNI (Purn) Andi Sumanggeruka,” ungkap Ketum DPP NCW memaparkan.

Dugaan keterlibatan petinggi negara dan keluarga istana negara terlibat dugaan ekspor nikel sebanyak 5,7 juta ton semakin terkuak dengan adanya informasi rahasia yang disampaikan langsung ke DPP NCW bahwa diduga keras salah satu penyebab jatuh sakitnya Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (LBP) ada kaitannya dengan dumas ke KPK terkait keterlibatan oknum-oknum di atas dan upaya pembungkaman Pimpinan KPK Firli Bahuri yang diduga juga telah mengetahui oknum-oknum yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam dugaan kasus ekspor nikel secara ilegal ke Tiongkok sebanyak 5,7 juta ton tersebut.

“Kami doakan semoga opung LBP segera sembuh dan dapat beraktivitas kembali, karena beliau ini mengetahui siapa saja yang terlibat dalam dugaan ekspor nikel ilegal ini. Beliau ini perlu dijaga dengan baik dari upaya pihak-pihak yang tidak ingin kasus ini terungkap, karena ini ada kaitannya dengan menteri senior lain dan keluarga istana negara,” ungkap Hanif dengan sangat hati-hati menjelaskan.

DPP NCW dalam kesempatan ini kembali meminta dengan hormat kepada Presiden Jokowi untuk memperhatikan aduan masyarakat anti korupsi terkait dugaan keterlibatan menteri-menteri di Kabinet Indonesia Maju untuk segera di non-aktifkan atau diganti dengan anak bangsa yang lebih berpihak kepada rakyat dan amanah dalam mengemban tugasnya.

"Kami meminta Kapolri, Jaksa Agung dan Komisioner KPK untuk segera memeriksa 5 (lima) oknum menteri yang diduga kuat melakukan KKN sebagai berikut, 1) Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, 2) Menteri BUMN Erick Thohir, 3) Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo, 4) Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan 5) Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, jika sudah terbukti agar ditingkatkan statusnya sebagai tersangka karena telah mengkhianati dan menyakiti hati rakyat Indonesia," tutur Hanif.

757