Home Gaya Hidup Antri Nyoto di Gang Sempit Kota Magelang

Antri Nyoto di Gang Sempit Kota Magelang

Magelang, Gatra.com - Berkunjung ke kota Magelang, saya penasaran dengan kuliner yang ditawarkan di kota asri di bawah Gunung Merapi ini. Hingga saya bertemu dengan Arif, 30 tahun, yang mengatakan, "kalau siap ngantri, ada soto enak mas, enggak jauh dari sini," ungkapnya.

Karena penasaran, saya pun menuju ke tempat yang ia infokan. Kebetulan saya berada di sebuah penginapan tak jauh dari lokasi. Mengikuti arahan dan bantuan Map Digital, awalnya tidak begitu yakin ini adalah arah yang benar. Dari jalan raya Borobudur, masuk ke sebuah gang yang akan terasa sulit saat ada papasan dengan mobil lain.

Tapi menurut Map, lokasinya hanya tinggal 20 meter, namun lokasi yang di sebutkan, tidak cukup meyakinkan.  Berkat 'kode' seorang warga sekitar, saya pun langsung merapat ke sisi baju jalan dan berjuang mencari parkir di gang tersebut.

Saat turun dari mobil, baru tersadar, ternyata belasan mobil yang terparkir serta puluhan motor yang terjejer di balik gang sempit yang hanya bisa dilewati motor dan pejalan kaki. Cukup kaget seketika, melihat orang - orang duduk lesehan di teras rumah warga menunggu antrian makan malam. 

Ya, mereka menunggu antrian makan Soto Pak Sambi, yang ada di Desa Ngrajeg, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. 

Soto Pak Sambil, berbeda dengan soto pada umumnya yang buka di pagi hari, warung yang telah dirintis secara turun temurun sejak tahun 1980-an ini, buka di malam hari dari 18.30 sampai jam 24.00.

Soto ini seperti halnya soto ayam kampung biasa, namun cara memasaknya masih menggunakan tungku dan kayu bakar, serta menggunakan kecap buatan sendiri yang bahannya dari mencairkan gula Jawa.

Tak hanya warga sekitar, justru warga di luar daerah Magelang, banyak yang berbondong-bondong ingin mencicipi dan menikmati soto yang cukup legendaris tersebut. Apalagi cukup viral di media sosial.

Walhasil, banyak yang puas dengan kelezatan dan original rasa sotonya, dan sebanding dengan lama antrian yang rata-rata bisa mencapai satu jam lebih.

Semakin malam, semakin ramai, namun tetangga di sekitar sudah biasa. Meski begitu, tak ada biaya parkir dan pungutan liar di desa tersebut.

Malam sudah semakin larut, dan perut cukup kenyang menikmati sajian soto Pak Sambi yang dilengkapi dengan variasi tempe dan tahu bacem, ayam, uritan, yang digoreng kering namun tak terlalu manis.

Saat hendak membayar, tibalah pada hitung- hitungan yang membuat saya sedikit mengerutkan dahi. Semangkuk soto dan segelas teh manis hangat, dihargai Rp0 ribu

Sedangkan dua piring 'topingan' yang isinya dada dan paha ayam, ati ampela, kepala ayam, serta setumpuk tahu dan tempe, cukup merogoh kocek Rp50 ribu. Jadi, sudah kenyang, enak, dan murah. Mantab bukan?


Abdul Malik

79