Home Regional Di Bawah Patung Jokowi, Masyarakat Adat Desa Sunu Doakan Akhir Jabatan Presiden Terhaga Baik

Di Bawah Patung Jokowi, Masyarakat Adat Desa Sunu Doakan Akhir Jabatan Presiden Terhaga Baik

Soe, Gatra.com - Puluhan tokoh adat Desa Sunu, Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS ), NTT Sabtu 21 Oktober lalu menggelar ritual politik di Puncak Gunung Sunu, tepat di bawah Patung Jokowi, Sabtu, 21 Oktober 2023.

Pada acara ritual adat tersebut, mereka menyuarakan pesan-pesan demokrasi kepada Jokowi yang mereka anggap sebagai Bapak Bangsa. Mereka juga mendoakan Jokowi agar selalu dilindungi Tuhan hingga akhir masa jabatannya sebagai Presiden RI.

Tokoh adat Sunu, Tanel Benu menuturkan, pihaknya memiliki kerinduan yang besar untuk dapat bertemu dengan orang nomor satu RI yang mereka banggakan ini. Melalui ritus adat ini, mereka minta agar apa yang sudah baik dilakukan Jokowi tidak rusak di akhir masa jabatannya.

Dikarenakan tidak dapat bertemu secara fisik, mereka menggelar ritual adat untuk berbicara dengan Jokowi melalui Patung Jokowi yang mereka tempatkan di puncak gunung Sunu dengan bangga, beberapa tahun lalu.

"Karena tidak bisa mendatangi Jokowi secara langsung, kami membuat ritual di bawah Patung Jokowi. Kami yakin, cukup mendatangi Patung Jokowi di puncak gunung Sunu, kami sudah bisa mendatangi secara langsung sosok Jokowi yang kami anggap bapak bangsa ini," kata Tanel Benu. "Melalui patung ini kami meminta bapak Jokowi untuk memegang prinsip kebersatuan negara Republik Indonesia sehingga tidak terjadi perpecahan karena kepentingan tertentu," tambah Tanel.

Dikatakan, melalui ritus adat yang mereka lakukan ini mereka mendokan agar apa yang sudah baik dilakukan Jokowi tidak rusak di akhir masa jabatannya. Ini karena masyarakat desa Sunu mengikuti dinamika politik tanah air selama kurang lebih sebulan terakhir. Mereka melihat adanya potensi reputasi Jokowi menjadi rusak akibat desas desus Gibran menjadi Cawapres Prabowo dan isu politik dinasti.

"Kami tidak menginginkan agar tokoh yang kami agung-agungkan ini citranya rusak di akhir masa jabatan karena keputusan politik yang blunder," ujarnya.

Jokowi jelas Tanel, adalah figur yang baik dan menjadi teladan bagi tokoh-tokoh politik yang lain. Karena itu mereka tidak menginginkan, kalau-kalau reputasi dan prestasi Jokowi selama ini tenggelam hanya karena ingin turut mendorong pencalonan putranya menjadi Wakil Presiden.

"Kami mencintai Gibran, tetapi kami tidak setuju bila Gibran segera disandingkan menjadi cawapres. Hal ini seperti buah yang belum masak, jangan dipaksakan. Biarkan Gibran matang secara alami. Biarkan dia berkembang secara dewasa dalam dunia politik dulu. Gibran adalah kader PDI Perjuangan yang potensial ke depan," katanya.

Sementara itu Kepala Desa Sunu, Ako Kase mendukung ritual adat yang dilakukan warganya itu. Antaranya para tokoh adat menilai Gibran adalah kader masa depan bangsa. Namun jangan dipaksakan untuk dicalonkan sekarang.

"Kami sayang Gibran. Namun pengalaman Gibran di dunia Politik belum sematang yang kita pikirkan. Belum waktunya bagi Gibran untuk maju sebagai calon wakil presiden. Hal yang kami takutkan, jangan sampai keputusan yang tidak matang untuk memuluskan Gibran sebagai calon presiden akan merusak nama baik Pak Jokowi," kata Ako Kase.

Pihaknya juga mengharapkan agar momen Pilpres 2024 menjadi ajang kegembiraan bukan sebaliknya menjadi luapan kebencian dan perang kepentingan segelintir orang.

“Kami harapkan Pilpres 2024 nanti menjadi ajang kegembiraan, bukan menjadi luapan kebencian dan perang kepentingan segelintir orang. Karena itu kami masyarakat Desa Sunu mendoakan agar selama tahapan menuju pilpres 2024, masyarakat Indonesia terhindar dari konflik kepentingan segelintir orang yang pada akhirnya mencederai nilai demokrasi,” harap Ako.

Untuk diketahui, di puncak gunung Sunu terdapat patung Presiden Jokowi setinggi 3,5 Meter dengan berat 700 Kg. Patung ini dibuat sebagai penghargaan kepada Pressidern Jokwi yang mengenakan busana, pakaian adat TTS pada upacara 17 Agustus 2020 lalu.

Patung tersebut diarak masyarakat Desa Sunu secara bersama-sama hingga ke puncak dengan ketinggian 1.074 meter di atas permukaan laut pada 10 November 2021 lalu.

Adapun Patung Jokowi tersebut dibuat di Bali dengan desain Jokowi tampak mengenakan pakaian adat Amanatun. Patung tersebut juga merupakan penghargaan masyarakat setempat bagi Jokowi yang bersemangat membangun Indonesia dari pelosok negeri.

Seperti diberitakan Gatra.com sebelumnya, Pressiden Jokowi mengenakan busana adat TTS NTT di Upacara Peringatan Kemerdekaan ke-75 RI, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/8/2020) pagi.

Pakaian adat itu terdiri dari kain tenun aneka warna. Kain yang dikenakan Jokowi adalah kain motif kaif berantai Nunkolo, Desa Sunu. Motif dimodifikasi dari bentuk belah ketupat (motif geometris) dengan batang tengah yang berarti sumber air.

Pada bagian pinggir kain yang dikenakan Jokowi, ada motif bergerigi melambangkan wilayah TTS yang berbukit-bukit dan berkelok-kelok.

Warna merah melambangkan keberanian laki-laki Nunkolo, Desa Sunu..

Jokowi juga mengenakan aksesoris lainnya, termasuk ikat kepala (dester) yang disebut Pilu. Ikat kepala yang dikenakan Jokowi berjenis Yi U Raja, bentuknya menyerupai dua tanduk kecil.  "Ikat di kepala ( Pilu ) adalah penutup kepala sebagai pelindung yang menjadi tanda kebesaran Raja sebagai Mahkota. Sementara Tas sirih pinang dan kapur melambangkan budaya menyirih dari masyarakat Nunkolo, Desa Sunu. Tas sirih pinang dan kapur juga melambangkan budaya pemersatu, kasih, dan hormat.

226