Home Gaya Hidup Continuum: Pameran Seni dengan Gagasan Keberlanjutan

Continuum: Pameran Seni dengan Gagasan Keberlanjutan

Jakarta, Gatra.com - Murai Art Projects mengadakan pameran seni kolektif bertajuk “Continuum” di Showroom TEKA, Alam Sutera, mulai tanggal 24 Oktober hingga 1 November 2023. Pameran ini bekerjasama dengan sebuah perusahaan produsen lantai kayu bernama TEKA. Continuum merupakan pameran seni rupa yang menekankan aspek kolaborasi interdisiplin. Mulai dari presentasi lukisan, patung, hingga instalasi.

Dikuratori oleh Bob Edrian, pameran “Continuum” menghadirkan presentasi artistik dari 9 orang seniman dan 1 orang arsitek. Mereka adalah Joko Avianto, TuTu's, Jemana Murti, Maharani Mancanagara, Yori Antar, Agnes Hansella, Jessica Soekidi, Nurrachmat Widyasena, Wildan Indra Sugara, dan Wayan Karja.

Memasuki ruang pameran, pengunjung bisa langsung bertemu dengan satu karya patung berjudul “Fold Perception”. Karya seni tersebut dibuat oleh seniman Joko Avianto. Sama dengan kebanyakan karya-karya Joko sebelumnya, patung yang dipamerkan kali ini pun merupakan patung berbahan dasar bambu. Namun, khusus untuk “Fold Perception” Joko coba bereksperimen dengan menambahkan lembaran kayu oakwood untuk melapisi bambu yang menjadi fondasi dasarnya.

Joko Avianto di depan karya Folding Perception (Gatra/Hidayat Adhiningrat P)
Joko Avianto di depan karya Folding Perception (Gatra/Hidayat Adhiningrat P)

Maka jadilah sebuah patung yang secara bentuk terlihat seperti selembar kain yang terlipat. Joko membiarkan warna alami kayu mendominasi setiap lekukannya. Pada karya ini Joko menggambarkan dua makna dari satu benda, yaitu kain. Kain di budaya Barat seringkali digunakan sebagai simbol status sosial. Pada zaman Eropa Kuno, kain digunakan sebagai baju para raja. Namun, di budaya Timur, kain tergantung dimana-mana dan membuat keadaan di sekeliling terkadang terlihat berantakan.

Joko Avianto merupakan satu dari empat seniman yang karyanya di pameran ini dikomisi langsung oleh TEKA. Selain Joko, tiga seniman lainnya adalah TuTu's, Jemana Murti, dan Maharani Mancanegara. Mereka memperoleh kesempatan untuk merespons secara langsung material TEKA dan mengintegrasikannya ke dalam karya seni rupa tanpa mengurangi esensi identitas karya masing-masing. Pada karya Joko Avianto, material TEKA yang digunakan adalah kayu yang melapisi bambu tadi.

Karya Tutu berjudul Ad Sustineri (Menuju Lestari) (Gatra/Hidayat Adhiningrat P)
Karya Tutu berjudul Ad Sustineri (Menuju Lestari) (Gatra/Hidayat Adhiningrat P)

Lain lagi dengan Jemana Murti, seniman muda asal Bali ini menciptakan karya seni berdasarkan keseharian masyarakat muda Bali, yang disebutnya sudah mulai meninggalkan budaya karena masuknya teknologi. Gagasan ini diperlihatkan melalui bentuk patung dengan tekstur khas bali yang bentuknya terdistorsi dari bagian tengah ke samping. Warna biru yang dominan di karya berjudul “Phantasma 4” ini merepresentasikan kerusakan layar komputer zaman dahulu.

Selain “Phantasma 4”, Jemana juga membuat karya “Fiance” dan “Father, Mother, and Their Children”. Pada dua karya terakhir ini Jemana memadukan abu dan acrylic pada parquet dan alumunium. Abu dan parquet menggunakan bahan material dari TEKA. Penggunaan abu dimaknai oleh Jemana sebagai membuat sebuah bentuk dari ketiadaan.

Baca Juga: Musisi Bersatu Suarakan Isu Paling Darurat di Dunia

Pada karya lain, Tutu membuat karya mix media di atas parquet produksi TEKA. Kemudian, Maharani Mancanegara membuat maket rumah dari bahan-bahan kayu TEKA dan beberapa karya yang terbuat dari charcoal membentuk rangkaian karya-karya figuratif.

“Menarik, para seniman berani mengambil tantangan bagaimana mengkreasikan produk TEKA menjadi sebuah karya seni rupa, berdasarkan karakter dan identitas desain para seniman,” kata Juliana Rika, National Head Sales TEKA Parquet.

Karya Agnes Hansella berjudul Something in The Air (Gatra/Hidayat Adhiningrat P)
Karya Agnes Hansella berjudul Something in The Air (Gatra/Hidayat Adhiningrat P)

Tema Continuum yang berarti berkelanjutan menjadi dasar bagi karya-karya seni yang ditampilkan di pameran ini. Continuum disini mengarah ke bagaimana seni dapat terus dibuat dan dilihat, serta bagaimana bahan-bahan sekecil abu bekas bakar kayu bisa lanjut digunakan untuk membuat karya-karya seni.

Pada karya selanjutnya, di luar karya yang dikomisi oleh TEKA, kita bisa melihat bagaimana bahan-bahan “sampah” dibentuk menjadi karya seni rupa. Contohnya adalah karya “ Float On” yang dibuat oleh Agnes Hanssela. Pada karya ini, yang disimpan menggantung di langit-langit, terlihat perpaduan kabel, tali, pipa nilon, pipa plastik dan lain-lain yang dirangkai menciptakan satu karya seni instalasi. Pada karya lain, “Something in The Air” dan “Navicula”, Agnes memanfaatkan benang, rafia, hingga nilon untuk dibentuk seperti sebuah lukisan dan patung.

242