Home Nasional Akademisi Unud Sebut Putusan MK soal Batas Usia Capres Cawapres Cacat Prosedur dan Substansi

Akademisi Unud Sebut Putusan MK soal Batas Usia Capres Cawapres Cacat Prosedur dan Substansi

Kupang, Gatra.com – Direktur Isu Strategis Pusat Studi Hukum Konstitusi dan Pemerintahan (Pushan) Akademisi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana (Unud), Dr. Jimmy Z.Usfunan, S.H., M.H., mengatakan, publik saat ini sangat menanti keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) atas laporan laporan dugaan pelanggaran kode etik Hakim MK.

Menurut dia, masyarakat sudah mengetahui bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, sarat dengan cacat prosedur dan substansi.

“Cacat prosedur dikarenakan permohonan tersebut sudah pernah dicabut oleh Pemohon. Maka itu sudah kehilangan objek perkara maupun muncul fakta saat ini berkas permohonan tidak ditandatangani. Sedangkan dikatakan cacat substansi, dikarenakan adanya konflik kepentingan antara Ketua MK dengan objek permohonan tersebut,” tegas Jimmy Z. Usfunan di Kupang, Sabtu (4/11).

Sekalipun MK itu dikatakan menguji norma, jelas Jimmy, namun norma yang diuji itu sangat bertalian dengan kontestasi pemilu yang akan diikuti oleh Gibran yang juga keponakan dari Ketua MK, Anwar Usman.

Jika merujuk pada Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 17 Ayat (5), (6), dan (7) yang intinya menyatakan; apabila seorang hakim yang punya kepentingan dengan perkara yang diperiksa tidak mundur merupakan bentuk pelanggaran, sehingga putusannya dinyatakan tidak sah, serta perkara itu bisa diperiksa kembali.

"Aturan tersebut, telah jelas mengatur bahwa seorang hakim yang punya kepentingan dengan perkara yang diperiksa tidak mundur merupakan bentuk pelanggaran sehingga putusannya dinyatakan tidak sah dan perkara itu bisa diperiksa kembali," kata Jimmy yang juga guru besar Sekolah Tinggi Hukum Prof. Usfunan Kupang ini.

Atas dasar itu, menurut Jimmy, kepercayaan publik terhadap MKMK, sangat bergantung pada putusan etik nanti.

Jika, sambung dia, putusan etik melihat adanya cacat prosedur dan cacat substansial dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 sebagaimana yang dilihat oleh publik, dan diputuskan adanya sanksi etik bagi hakim yang melanggar dan perkara tersebut dibuka peluang akan diperiksa kembali sesuai UU Kekuasaan Kehakiman, maka marwah dan citra MK di mata publik bisa terselamatkan.

"Kita berharap pada MKMK, agar dalam putusannya benar-benar menghasilkan putusan etik yang objektif dengan mendasarkan pada fakta yang didapat,” harap Jimmy, putra asal Timor Tengah Utara (TTU), NTT ini. 

107