Home Hukum MKMK: Majelis Kehormatan Tak Berwenang Menilai Putusan Batas Usia Capres-Cawapres

MKMK: Majelis Kehormatan Tak Berwenang Menilai Putusan Batas Usia Capres-Cawapres

Jakarta, Gatra.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memutuskan untuk mencopot Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK RI. Anwar pun dianggap telah melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim.

Namun demikan, MKMK menyatakan bahwa mereka tetap tidak dapat mengoreksi putusan atas gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dibacakan MK pada Senin (16/11).

Gugatan yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru itu meminta agar MK mengubah syarat batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres), dari "minimal 40 tahun" menjadi "minimal 40 tahun atau pernah menjabat sebagai kepala daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota".

"Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," kata Anggota MKMK, Wahiduddin Adams, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK RI, Jakarta pada Selasa (7/11).

Dalam hemat MKMK, sifat final dan mengikat pada putusan MK telah menjadi prinsip dan doktrin universal yang dipraktikkan oleh MK di seluruh dunia tidak lagi perlu dipersoalkan dan dibantah. Apalagi, untuk alasan yang sekadar mengedepankan di mana ketentuan itu diatur.

"Majelis Kehormatan berpendirian untuk menolak atau sekurang-kurangnya tidak mempertimbangkan isu dalam laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi sepanjang berkaitan dengan permintaan Pelapor untuk melakukan penilaian," ujarnya.

Wahiduddin menambahkan bahwa penilaian yang dimaksud meliputi pembatalan, koreksi, maupun peninjauan kembali putusan MK dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut. Dengan demikian, ia juga menegaskan bahwa pihaknya juga tidak akan melakukan penilaian terhadap aspek teknis yudisial MK dalam perkara tersebut.

Seperti diketahui, MKMK tak hanya menjatuhkan sanksi pada Anwar Usman yang dinilai memiliki benturan kepentingan dalam menganani perkara batas minimal usia capres-cawapres itu, karena hubungan kekerabatannya dengan Cawapres pendamping Prabowo Subianto, Gibran Rakabuming Raka.

MKMK juga menjatuhkan sanksi terhadap delapan hakim konstitusi lainnya. Hakim Konstitusi Arief Hidayat harus berlapang dada menerima sanksi teguran tertulis dari MKMK karena dinilai telah merendahkan marwah MK lewat pernyataannya di sejumlah media. Meski demikian, Arief dinyatakan tak melanggar kode etik karena pernyataannya selama memaparkan perbedaan pendapat (dissenting opinion).

Di samping itu, Hakim Konstitusi Saldi Isra yang juga dinyatakan tak melanggar kode etik karena pernyataannya selama memaparkan dissenting opinion pun hanya dijatuhi sanksi kolektif berupa teguran lisan.

Sanksi tersebut sama dengan sanksi yang diterima keenam hakim lain, yang dianggap turut bertanggung jawab menjaga informasi dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dari kebocoran keluar forum. Ketujuh hakim itu juga dianggap telah melakukan pembiaran akan praktik benturan kepentingan para hakim konstitusi dalam penanganan perkara di lingkungan MK.

70