Home Kolom Ancaman Likuiditas BUMN Konstruksi

Ancaman Likuiditas BUMN Konstruksi

Oleh:
Kresna Nurdianto1, Tommy Novianto2, dan Dewi Hanggraeni3


Kondisi BUMN Konstruksi

Pertengahan tahun 2023, muncul berita PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. dan anak usahanya menghentikan penyaluran kredit kepada beberapa BUMN konstruksi (PT Wijaya Karya, PT Amarta Karya dan PT Waskita Karya). Penghentian ini terkait dengan penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor kepada karyawan di tiga perusahaan BUMN konstruksi tersebut. Tindakan ini merupakan tindakan yang legal dan bukti prudential banking[1] tetapi hal ini menjadi sinyal bagi masyarakat secara umum bahwa kondisi BUMN konstruksi sedang dalam masalah.

Laporan keuangan BUMN Karya per Desember 2022,[2] Bank BUMN telah memberikan sindikasi pendanaan sebesar 49 triliun lebih untuk BUMN Karya yang dipimpin oleh Bank Mandiri dengan total persentase hampir mencapai 40% atau 19,5 triliun. PT. Waskita Karya (WIKA) mendapatkan pendanaan paling tinggi dengan total 28,34 triliun rupiah dalam bentuk hutang jangka panjang. Hutama Karya (HK) merupakan BUMN Karya dengan pendanaan dari Bank BUMN paling sedikit yaitu 815 miliar rupiah dengan rincian 771 miliar dalam bentuk hutang jangka pendek dan 44 miliar dalam bentuk hutang jangka panjang.

Era pemerintahan Presiden Jokowi, BUMN karya banyak mendapat penugasan dari pemerintah, salah satu penugasan tersebut adalah pembangunan jalan tol. Sampai dengan Februari 2022, dari total 2.499 km jalan tol di Indonesia, 62% atau setara dengan 1.569 km dibanngun oleh Pemerintah dimasa presiden Jokowi.

Pada tahun 2017, dari total jalan tol yang dibangun, hampir 90% ruas tol dikerjakan oleh Waskita sebagai kontraktor utama, padahal investasi jalan tol membutuhkan biaya yang tinggi, contohnya biaya Trans Sumatera mencapai kurang lebih Rp27,8 triliun.

Banyaknya jalan tol yang dikerjakan oleh BUMN Karya salah satu penyebabnya karena mereka juga mengakuisisi jalan tol mangkrak dari perusahaan swasta dimana totalnya pada tahun 2015-2017 ada sebanyak 12 jalan tol mangkrak.

Sejak diminta untuk mengerjakan tol di Pulau Jawa ataupun Pulau Sumatera, hutang BUMN Karya terus meningkat. PT Waskita Karya (WSKT) memiliki peningkatan hutang dengan jumlah paling besar yaitu Rp56 triliun, dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2021 atau meningkat sebanyak 3,7 kali.

PT PP mengalami peningkatan hutang sebanyak Rp29 triliun atau 3,1 kali pada periode yang sama. PT Adhi Karya (ADHI) mengalami peningkatan sebanyak Rp21 triliun dari Rp11 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp33 triliun pada tahun 2021 dan PT Wijaya Karya (WIKA) mengalami peningkatan sebanyak Rp40 triliun dari Rp14 triliun di tahun 2015 menjadi Rp54 triliun pada tahun 2021.

Kenaikan hutang ini terjadi karena pemerintah memberikan penugasan tanpa turut serta memberikan permodalan, sehingga masing-masing BUMN Karya ini mencari sumber pendanaan lainnya salah satunya dengan penambahan hutang. [3]

Proyek yang dikerjakan oleh BUMN karya umumnya memiliki waktu konstruksi yang lama, contohnya seperti pekerjaan jalan tol, untuk pembangunan jalan tol umumnya membutuhkan waktu lebih dari 2 tahun untuk jangka menengah dan lebih dari 5 tahun untuk jarak panjang mengingat kondisi geografis di Indonesia yang beragam. Setelah selesai dibangun, jalan tol juga memiliki konsesi antara 25-40 tahun sampai dikembalikan konsesinya ke pemerintah.

Kondisi ini membuat BUMN Karya harus mencari sumber pendanaan jangka panjang. Pinjaman jangka panjang umumnya memiliki bunga yang lebih tinggi daripada jangka pendek karena memiliki ketidakpastian yang lebih tinggi. Beban cost of fund yang tinggi membuat keuntungan dari BUMN Karya akan terus menyusut daripada saat penyusunan feasibility study (FS) di awal proyek. Risiko lain yang dihadapi BUMN Karya adalah risiko pada saat pelaksanaan seperti waktu pembebasan tanah, ataupun masalah teknis saat konstruksi jalan tol sudah dilakukan.

Hutang dan beban bunga yang dimiliki oleh BUMN Karya harus dicicil setiap tahun yang diambil dari keuntungan perusahaan, untuk itulah setiap tahun BUMN karya harus mendapatkan proyek baru. Tahun 2023, PT Wijaya Karya mendapatkan kontrak sebesar 19,98 triliun per Agustus 2023. PT Adhi Karya mendapatkan kontrak baru sebesar 24,5 triliun dan PT PP mendapatkan kontrak sebesar 22,5 triliun rupiah sampai dengan Agustus 2023.

Sementara itu PT Waskita Karya mendapatkan kontrak karya sebesar Rp11,2 Triliun. Kontrak PT Waskita ini termasuk dengan proyek di Ibu Kota Nusantara sebesar 8 triliun.[4] BUMN Karya membutuhkan bantuan pendanaan dari berbagai pihak termasuk dari lembaga keuangan untuk menjalankan proyek pembangunan tersebut.

Tugas BUMN Konstruksi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyatakan bahwa BUMN Konstruksi dan BUMN secara umum memiliki fungsi untuk menghasilkan barang dan/ jasa yang dapat memberikan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Fungsi strategis BUMN lainnya adalah sebagai perintis dalam kegiatan usaha yang belum diminati oleh pihak swasta,  pelaksana pelayanan publik, pengembangan usaha kecil/ koperasi dan juga sebagai salah satu sumber penerimaan negara (deviden, pajak dan hasil privatisasi).[5]

Contoh penerapan fungsi strategis ini adalah pada pengembangan IKN di Kalimantan. Mayoritas pemenang pembangunan IKN tahap awal adalah BUMN Konstruksi karena pihak swasta masih belum tertarik untuk berinvestasi di Kalimantan.

Setelah pemerintah pusat menggunakan APBN untuk mengembangkan IKN melalui BUMN Konstruksi, barulah pihak swasta tertarik untuk mulai berinvestasi di IKN seperti pembangunan Hotel Nusantara yang sudah dilakukan groundbreaking oleh swasta pada tanggal 21 September 2023.[6]

Peningkatan Pengawasan Regulator

Saat ini, sebagai Perseroan Terbatas, BUMN Karya tidak ada aturan resmi mengenai pengelolaan likuiditasnya, berbeda dengan Industri perbankan yang memiliki regulasi yang ketat untuk menjaga kepercayaan nasabahnya, seperti pedoman Basel Framework yang dikeluarkan oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) dan juga Otoritas Jasa keuangan (OJK). Indikator Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) digunakan perbankan untuk melakukan monitoring risiko likuiditas dengan batas minimum yang ditentukan Basel dan OJK yaitu 100%, dan wajib dilaporkan setiap bulannya.

Peningkatan pengawasan Kementerian BUMN terhadap BUMN konstruksi perlu untuk dilakukan, demi mencegah risiko likuiditas semakin parah. Terdapat indikator yang mirip dengan LCR dan NSFR yang dapat digunakan untuk monitoring kondisi likuiditas BUMN Konstruksi yaitu Current Ratio dan Cash Ratio.

Indikator ini sudah ada di laporan keuangan, tetapi belum ada batas minimal yang ditetapkan oleh Kementrian BUMN atau regulator terkait. Batas minimal dari nilai Current Ratio dan Cash Ratio dapat menjadi Alarm terkait kondisi kesehatan dari BUMN konstruksi.

Perhitungan Cash Ratio bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya menggunakan sumber kas dan setara kas. Current Ratio memiliki fungsi yang hampir mirip yaitu untuk melihat kemampuan perusahaan untuk memenuhi liabilitas jangka pendeknya (Current Liabilities) dengan menggunakan Aset lancarnya (Current Assets). Aset Lancar BUMN konstruknya umumnya besar di piutang usaha pihak ketiga dan persediaan, sementara liabilitas jangka pendeknya berupa utang usaha pihak ketiga.

Analisa mengenai Cash Ratio dan Current Ratio akan dilakukan terhadap 4 BUMN karya yang memiliki Aset paling besar dan sudah listing di Bursa Efek Indonesia, sehingga mudah dalam mendapatkan informasi kondisi perusahaan. Empat BUMN tersebut adalah Waskita Karya dengan jumlah aset Q1 2023 adalah Rp98 tiliun, Wijaya Karya Rp72 triliun, PT PP Rp58 triliun dan Adhi Karya Rp38 triliun.[7] Berdasarkan laporan keuangan empat BUMN konstruksi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, berikut rasio likuiditas 4 tahun terakhirnya.

Laporan keuangan selama empat tahun terakhir memperlihatkan kecenderungan penurunan Current Ratio maupun Cash Ratio di PT Wijaya Karya maupun PT PP, sementara untuk PT Waskita Karya, terlihat perbaikan kedua rasio likuiditas tersebut.[9-11]

Nilai Current Ratio pada tabel diatas memperlihatkan bahwa nilai Current Ratio BUMN konstruksi berada pada kisaran 1,5-1,0, namun PT Waskita Karya memiliki Current Ratio dibawah 1 yaitu pada pada tahun 2020. Nilai Current Ratio diatas 1 menandakan bahwa BUMN konstruksi memiliki lebih banyak aset lancar daripada kewajiban lancar atau bisa diartikan keuangan likuiditas baik, meskipun dalam BUMN konstruksi, aset lancarnya sebagian besar berupa piutang usaha dan persediaan.

Nilai cash ratio BUMN konstruksi memiliki nilai rata rata berada pada 0,16-0,20 dengan PT Waskita Karya memiliki nilai Cash Ratio paling tinggi 0,433 di tahun 2022 dan PT Wijaya Karya dengan nilai Cash Ratio paling rendah 0,166. Cash Ratio yang rendah (< 1) seperti yang terjadi di BUMN Konstruksi saat ini berakibat pihak-pihak yang berelasi terkena imbasnya.

Efeknya seperti tagihan yang terlambat dibayar, hingga risiko tuntutan pailit karena gagal bayar dari para kreditur dan vendor. Dengan tingkat utang dan kas yang tidak sebanding, dan kondisi BUMN konstruksi saat ini, pihak perbankan sudah mulai selektif memberi pinjaman berdasarkan proyek yang dikerjakan, sehingga pinjaman baru tidak bisa digunakan untuk kegiatan lain perusahaan, seperti membayar hutang lama.

Saran

Kementerian BUMN dan Kementerian PUPR sebagai salah satu stakeholders BUMN konstruksi perlu untuk berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan ataupun lembaga pemerintahan lainnya yang terkait untuk meningkatkan pengawasan likuiditas kepada BUMN Konstruksi. Penugasan pemerintah harus memperhatikan kondisi likuiditas BUMN, dan PMN sebaiknya lebih berperiodik sesuai progres pekerjaan yang dilakukan BUMN, sehingga mengurangi beban arus kas BUMN.

Regulasi terkait risiko likuiditas seperti yang ada di perbankan perlu untuk mulai diterapkan di BUMN khususnya BUMN konstruksi, seperti adanya early warning system saat rasio likuiditas BUMN mulai menunjukkan tren menurun.

BUMN Konstruksi juga harus lebih berinovasi dalam proses bisnis perusahaan, agar dapat terus bertahan di masa depan. Mengingat BUMN yang memiliki peran besar terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang besar, maka sudah selayaknya langkah-langkah tersebut untuk mulai dilakukan.


1Magister Manajemen Universitas Indonesia
2Fakultas Ekonomi dan Bisnis & Fakultas Komunikasi dan Diplomasi, Universitas Pertamina

Referensi :
[1] https://www.cnbcindonesia.com/market/20230728153447-17-458204/bank-mandiri-stop- kredit- ke-karyawan-3-bumn-karya
[2] https://insight.kontan.co.id/news/himbara-penuhi-pencadangan-terhadap-kredit-bumn-karya
[3] https://katadata.co.id/ariayudhistira/analisisdata/634599548e787/simalakama-beban-utang -bumn-karya-demi-proyek-infrastruktur
[4] https://market.bisnis.com/read/20231004/192/1700628/adu-tebal-kontrak-baru-bumn-karya -wskt-wika-adhi-dan-ptpp-per-agustus-2023
[5] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
[6]  https://www.bkpm.go.id/id/info/siaran-pers/proyek-investasi-swasta-pertama-di-ikn-dimulai- jokowi-yakin-investor-akan-berbondong-bondong-masuk
[7] [https://dataindonesia.id/korporasi/detail/emiten-bumn-karya-pemilik-nilai-aset-tertinggi- kuartal -i2023
[8] https://www.ptpp.co.id/en/investor/company-report/financial-report
[9] https://investor.wika.co.id/financial_ratio.html
[10] https://investor.waskita.co.id/stock_fundamentals.html
[11] https://lembarsaham.com/fundamental-saham/liquidity/ADHI