Home Kolom Disrupsi Digital, Super App: Dari Asia untuk Dunia

Disrupsi Digital, Super App: Dari Asia untuk Dunia

Disrupsi Digital, Super App: Dari Asia untuk Dunia

Oleh: Sanghee Lee*

 

Sejak diperkenalkannya iPhone pada 2007, Silicon Valley dan Amerika Serikat telah mengenalkan konsep ‘ekosistem’ aplikasi yang berkembang pesat dan mengundang perhatian industri teknologi global. Tren ini juga telah meluas ke wilayah Asia Pasifik, yang menguasai 39% pasar ekosistem aplikasi global senilai setara lebih dari Rp 1,427 triliun. Secara khusus, aplikasi super (super app) sebagai sebuah konsep yang berasal dari Asia, berhasil menjadi topik diskusi utama di kalangan manajemen perusahaan teknologi besar di Amerika Serikat.

Sekitar 50 super app yang menjadi megatrend dalam ekosistem mobile sedunia, sejumlah perusahaan kian berkompetisi dan praktik bisnis super app di kawasan Asia Pasifik telah menjadi tolok ukur dalam perkembangan industri mobile. Grab, GoTo, Shopee, serta AirAsia yang beroperasi di Asia Tenggara termasuk Indonesia misalnya, berhasil memperluas jangkauan layanan pelanggan mereka. Sebagian besar negara di Asia juga memiliki versi super app buatan mereka sendiri, dengan Grab yang bersaing dengan GoTo, kemitraan antara perusahaan transportasi online Gojek dan e-commerce Tokopedia.

Sebagai negara yang bergantung pada penggunaan ponsel, Indonesia menunjukkan pertumbuhan industri yang pesat, dengan proyeksi pendapatan pasar aplikasi seluler mencapai lebih dari Rp 26 triliun pada 2022. Lonjakan jumlah pengguna smartphone di Indonesia, disertai dengan ketersediaan paket data internet yang terjangkau, telah menjadi pendorong utama pertumbuhan ini. Demografi milenial dan Gen Z yang melek teknologi dan aktif bermedia sosial, sering menggunakan aplikasi belanja, dan tertarik untuk mengadopsi metode pembayaran mobile, merupakan katalisator utama di balik pertumbuhan tren ini. Pada 2022, sebanyak 80% dari populasi masyarakat Indonesia memiliki smartphone, dan lebih dari 212 juta pengguna merupakan pengguna aktif internet dari ponsel mereka.

Berbagai faktor tersebut telah mendorong pertumbuhan tren super app di Indonesia, dan banyak pemain industri terus berinovasi membangun super app, baik dari sektor pemerintahan, industri pariwisata, perbankan, dan sejumlah layanan penting lainnya - demi melayani konsumen dengan lebih baik melalui aplikasi mereka. Namun, apakah aplikasi tersebut berkemampuan baik dan siap bersaing dalam menarik minat pelanggan dan mempertahankan layanannya?

Insight Penting dari Bisnis Super app di Asia

Pertama, biaya akuisisi pelanggan yang rendah. Telah terbukti bahwa biaya akuisisi pelanggan untuk layanan baru dalam super app (yang notabene bertindak sebagai platform tunggal) jauh lebih rendah daripada menarik pengguna ke aplikasi berbeda, meski dengan branding perusahaan yang sama. Pada 2018, pendiri Gojek, Nadiem Makarim mengungkapkan, bahwa dengan menerapkan model super app, biaya untuk membawa pengguna yang sudah ada ke layanan baru menjadi nol. Efisiensi biaya yang sedemikian rupa terbukti berkontribusi terhadap pertumbuhan Gojek yang mengesankan, dengan valuasi yang terus meningkat dari sekitar Rp15 triliun pada 2016, menjadi sekitar Rp155 triliun pada 2019, dan lebih dari Rp540 triliun hingga sekitar Rp620 triliun pada 2021 setelah merger dengan Tokopedia.

Kedua, menciptakan lebih banyak customer touchpoint dengan memaksimalkan Lifetime Value. Semakin beragam layanan super app, semakin lama pula pengguna cenderung bertahan di ekosistem, dan semakin banyak uang yang mereka belanjakan. Pada 2019, Uber menggabungkan layanan pemesanan kendaraan dan pengantaran makanan ke dalam satu aplikasi.

Ketiga, membangun sinergi antara layanan tambahan dan inti. AirAsia, maskapai penerbangan internasional asal Malaysia, mendiversifikasi bisnisnya pada 2020 dengan meluncurkan AirAsia Super App, yang sekarang dikenal sebagai Capital A. Tujuannya adalah untuk mendiversifikasi bisnis dan mengurangi risiko dengan menemukan aliran pendapatan baru. Di tengah sulitnya kondisi pandemi, AirAsia berusaha bertahan dengan meluncurkan lini bisnis dengan frekuensi dan margin rendah, seperti antar makanan.

Keempat, meningkatkan retensi pelanggan. Super app dikenal dengan tingkat retensi pelanggan yang tinggi. Kisah Grab adalah contoh yang bagus, terutama jika brand bersaing di negara atau industri yang sangat kompetitif. Untuk mempertahankan pelanggan, Grab memperkenalkan layanan seperti Grab Express dan Grab Platform. Pada Desember 2020, strategi bisnis ini berhasil meningkatkan jumlah pembelian pengguna sebanyak 4,5 kali lipat, dan meningkatkan retensi pelanggan dari 47% menjadi 79%.

Kelima, menciptakan peluang monetisasi yang lebih baik, seperti bisnis periklanan. Super app menyediakan ekosistem digital tertutup di mana data tetap berada di dalam sistem, sehingga memungkinkan konten yang lebih personal dan meminimalkan risiko penipuan siber dan pencurian identitas. Dengan model aplikasi ini, Grab dapat mengembangkan layanan iklannya sendiri–GrabAds–dimana data pengguna akan digunakan untuk mencocokkan bisnis dengan audiens yang tepat, sehingga memberikan pengalaman beriklan yang lebih efisien.

Pertimbangan Penting ‘Melahirkan’ Super App yang Sukses

Keberhasilan pengembangan dan operasionalisasi super app membutuhkan tim pengembangan internal dan mitra eksternal yang dapat membangun aplikasi mikro modular dan menerapkannya ke super app. Beragam vendor teknologi menawarkan alat dan platform untuk membangun super app, seperti platform-as-a-service (PaaS), kerangka kerja front-end, platform pengembangan multi-experience (MX), platform aplikasi kode rendah (LCAP), dan penyedia layanan pengembangan.

Untuk menentukan profil pengguna dalam super app dan membuatnya tersedia dalam format aplikasi mini, data adalah kunci keberhasilannya. Diperlukan teknologi otentikasi pengguna sederhana seperti single sign on (SSO) dan pelacakan preferensi pengguna melalui penggunaan aplikasi.

Super app cenderung menyimpan data pribadi dalam jumlah yang lebih besar untuk memfasilitasi penyediaan layanan, dan pengguna memiliki risiko yang lebih besar pula untuk menjadi korban kasus pencurian data. Hal ini terjadi pada 2020 saat para peretas membobol sistem Tokopedia, mencuri, dan menyebarkan data 91 juta pengguna.

Terakhir, setiap pengguna memiliki preferensi aplikasi dan frekuensi penggunaan yang berbeda. Hal ini berimplikasi pada pentingnya menjaga konsistensi layanan di seluruh aplikasi mini di super app. Brand harus menyediakan tampilan antarmuka terpadu yang memaksimalkan kenyamanan saat pelanggan menggunakan layanan, yang dapat berdampak signifikan terhadap keterlibatan dan retensi pelanggan.

*General Manager, Sendbird APAC

57