Home Hukum Butet Diintimidasi, Romo Budi Purnomo: Budayawan Jadi Suluh Pencerah, Bukan Pemecah Belah

Butet Diintimidasi, Romo Budi Purnomo: Budayawan Jadi Suluh Pencerah, Bukan Pemecah Belah

Jakarta, Gatra.com - Seniman Butet Kartarejasa dan Agus Noor mengaku mendapat intimidasi dari Kepolisian Sektor Cikini saat akan menggelar pertunjukan seni di Taman Ismail Marzuki pada (1/12).

Rohaniwan katolik yang dikenal sebagai budayawan interreligius Romo Aloysius Budi Purnomo mengomentari isu intimidasi yang dialami budayawan Butet Kartaredjasa dan Agus Noor.

Keduanya mengeklaim bahwa intimidasi dilakukan oleh oknum polisi, dengan permintaan agar tidak menggelar kegiatan yang mengandung unsur politik.

Romo Budi pun mengimbau masyarakat untuk tak terjebak dalam situasi panas menjelang Pilpres 2024.

"Kalau benar telah terjadi intimidasi, saya turut prihatin dan sedih. Itu tidak boleh terjadi. Namun, dalam suasana semacam ini, provokasi dan disinformasi itu mudah terjadi. Karena itu kita mesti jernih mencerna setiap informasi yang kita terima," ujar dia dalam siaran persnya, Rabu (6/12).

Dia juga memberikan nasihat agar para politisi, akademisi, budayawan, dan cerdik pandai untuk bersikap bijak dan waskita.

Baca Juga: Butet Kartaredjasa Sebut Tak Ada Intimidasi Langsung Polisi Saat Pentas Teater di TIM

"Janganlah gampang diadu-domba oleh kepentingan politik praktis. Budayawan pun tidak boleh memecah belah, namun harus menjadi suluh pencerah peradaban kasih tanpa diskriminasi," ujar dia.

Menurut Romo Budi, marwah budayawan itu tersemat di pundaknya klaim terhadap otoritas peradaban kasih ekologis, pengetahuan, dan kebudayaan yang merangkul bukan memukul, menebarkan kasih bukan selisih.

"Itu amanat berat untuk menjadi berkat bagi masyarakat. Jangan sampai hanya karena urusan dukung mendukung di wilayah politik kekuasaan, marwah dan martabat kebudayawanan dikesampingkan. Eman-eman," ujar dia.

Terakhir, Romo Budi yang selama ini dikenal aktif mewujudkan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan secara interreligius itu berpesan agar semua pihak menjaga kondusivitas dan mengutamakan hidup yang harmonis antar anak bangsa menjelang pesta rakyat pemilihan presiden dan wakil presiden.

"Tenun kebangsaan kita, jangan sampai koyak lantaran tak kuasa menahan diri untuk tidak saling memprovokasi karena alasan politik praktis yang berujung pada kekuasaan semata. Hidup harus dirayakan dalam semangat menjunjung tinggi keberagaman, kerukunan, dan persaudaraan yang saling terjalin indah! Itulah peradaban kasih ekologis," katanya.
 

141