Home Hukum JSLG Sampaikan 7 Poin Praktik Konstitusi, Negara, dan Hukum Tahun 2023

JSLG Sampaikan 7 Poin Praktik Konstitusi, Negara, dan Hukum Tahun 2023

Jakarta, Gatra.com – Jimly School of Law and Government (JSLG) menyampaikan 7 catatan mengenai kompleksitas permasalahan terkait praktik konstitusi, penyelenggaraan negara, dan penegakan hukum di Indonesia sepanjang tahun 2023.

“Sejumlah kompleksitas permasalahan tersebut sebagai isu strategis yang telah dicatat oleh JSLG,” kata Muh. Muslih, S.H., M.H., Direktur JSLG dalam keterangan pada Minggu (24/12).

Peneliti dan Wakil Direktur JSLG, Dr. Wahyu Nugroho, S.H., M.H.,  menyampaikan, ketujuh persoalan dalam praktik berkonstitusi, penyelenggaraan negara, dan penegakan hukum tersebut, yakni:

1. Ancaman Kebebasan Berpendapat

Kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara yang sebenarnya dijamin oleh konstitusi dan sebagai wujud terbukanya kran demokrasi serta hak asasi manusia, masih menjadi ancaman terhadap pihak-pihak yang dianggap sebagai kelompok lawan politik (oposisi) penguasa.

Penguasa menyasar pihak-pihak yang tidak sejalan dengan pemerintah seperti yang menjerat para aktivis, akademisi, dan kelompok oposisis yang kritis terhadap proses hukum yang dijalankan di negeri ini.

“Meskipun yang disuarakan merupakan bagian dari kritik, wujud demokrasi dan HAM, kebenaran, dan keadilan. Kasus Haris Azhar dan Fatia, serta Rocky Gerung menunjukkan tidak adanya jaminan perlindungan oleh negara,” ujarnya.

2. Pemberantasan Korupsi Kian Terpuruk

Makin suburnya korupsi di lingkungan para pejabat eksekutif dan penegak hukum, membuktikan bahwa penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia makin terpuruk dan berada di ambang kegentingan nasional.

Layaknya fungsi sapu untuk membersihkan lantai yang kotor, namun justru sapu-nya yang lebih kotor dari kotoran. Ini seperti yang terjadi dalam kasus korupsi proyek pembangunan infrastruktur BTS 4G oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Plate.

Selanjutnya, kasus korupsi yang dilakukan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) melalui pungutan dan menerima setoran, hingga gratifikasi dalam proyek di Kementerian Pertanian (Kementan). Kasus ini berkembang yang akhirnya menyeret Ketua KPK Firli Bahuri, sebagai tersangka pemerasan terhadap SYL.

“Ini semakin memperburuk dalam praktik penegakan tindak pidana korupsi yang justru dilakukan oleh ketua lembaga antirasuah. Kemudian disusul kasus gratifikasi yang dilakukan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM yang saat ini sedang dalam proses pemeriksaan KPK,” ujar Muslih.

Peneliti/Wakil Direktur JSLG, Dr. Wahyu Nugroho, S.H., M.H., menyampaikan 7 poin catatan pihaknya terkait tahun 2023. (GATRA/Ist)

3. Negara Abai Lindungi Warga

JSLG menilai bahwa negara abai terhadap perlindungan warga negara. Padahal dalam tujuan bernegara, salah satunya tegas dinyatakan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta menjauhkan diri dari keadilan sosial.

Terkait poin ini, JSLG menyoroti kasus proyek di Pulau Rempang. Warga yang menghuni Pulau Rempang akan direlokasi karena wilayah tersebut akan menjadi lokasi pembangunan Rempang Eco City.

“Proyek strategis nasional pemerintah justru melahirkan konflik sosial masyarakat lokal di Pulau Rempang, pelanggaran HAM, perampasan ruang hidup warga, dan pengabaian negara atas perlindungan terhadap pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta ancaman kerusakan lingkungan,” katanya.

4. Ketidakadilan Ekologis

JSLG menilai kasus pelanggaran HAM, kriminalisasi, dan perampasan lahan milik masyarakat adat dalam kawasan hutan dan pesisir merupakan degradasi lingkungan hidup untuk kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur yang melahirkan ketidakadilan ekologis.

5. Runtuhnya Pilar Konstitusi

Runtuhnya sembilan tiang konstitusi di lembaga peradilan konstitusi yang telah terkooptasi atau diintervensi oleh kepentingan politik eksekutif dan legislatif, munculnya konflik kepentingan, dan bertentangan dengan esensi kekuasaan kehakiman yang imparsial dan independen berdasarkan UUD 1945.

6. Pengingkaran Tujuan Bernegara

JSLG menilai munculnya mega proyek infrastruktur yang dilegalisasi dengan sejumlah peraturan perundang-undangan di tengah krisis pangan, masih tingginya angka kemiskinan, dan naiknya angka anak stunting, membuktikan bahwa negara yang didaulat sebagai penganut negara kesejahteraan (welfare state) justru mengingkari tujuan bernegara, yang salah satunya adalah memajukan kesejahteraan umum.

7. Krisis Etika Penyelenggara Negara

Krisis etika penyelenggara negara yang semakin akut, munculnya konflik kepentingan dan rangkap jabatan dalam pusaran eksekutif, legislatif, dan yudikatif, semakin memperkuat untuk dibentuknya lembaga Mahkamah Etika Nasional dalam amandemen kelima UUD 1945 pasca-Pemilu 2024.

Muslih mengatakan, ketujuh isu pokok yang dicatat JSLG tersebut juga menjadi bahan refleksi dan evaluasi, serta proyeksi bersamaan dengan suksesi kepemimpinan nasional dalam kontestasi para calon presiden 2024 dan pelaksanaan Pemilu 2024 yang damai, tanpa ada konflik dan perpecahan di antara anak bangsa.

“[Perlu] dilakukannya amandemen secara terbatas atas UUD 1945 pasca-pemilihan umum 2024 mendatang tanpa ada kepentingan politik praktis pihak-pihak tertentu,” katanya.

94