Home Hukum Romli Atmasasmita Tak Mau Jadi Saksi Meringankan Firli, Tapi Siap Jadi Ahli

Romli Atmasasmita Tak Mau Jadi Saksi Meringankan Firli, Tapi Siap Jadi Ahli

Jakarta, Gatra.com - Akademisi yang juga guru besar bidang Hukum Pidana Internasional di Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita tidak berkenan menjadi saksi meringankan atau a de charge untuk tersangka Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL). Namun, Romli siap memberikan keterangan sebagai ahli bila dipanggil Polda Metro Jaya.

"Iya bapak datang dong. Berita acara ahli pemeriksaan ahli, bapak jawab pertanyaannya. Kalau ada surat panggilan dari Polda bapak datang memberi keterangan sebagai ahli," kata Romli saat dikonfirmasi, Jumat, (29/12).

Romli mengatakan biasanya ahli tidak pernah dilakukan berita acara pemeriksaan (BAP). Sepengetahuan Romli, BAP hanya untuk saksi baik meringankan maupun memberatkan.

"Ahli nggak ada meringankan, memberatkan. Karena ahli diminta oleh pihak tersangka jadi meringankan, enggak, keliru itu. Saya sebagai ahli, kalau ahli yang benar ya tidak boleh meringankan, harus cerita apa adanya sesuai keilmuannya, objektif saja," ujar dia.

Di samping itu, Romli membantah telah dipanggil Polda Metro Jaya untuk memberikan keterangan sebagai saksi meringankan Firli. Apalagi meminta penyidik menunda jadwal pemeriksaan tersebut.

"Enggak, saya nggak pernah minta penundaan," ungkapnya.

Romli juga membantah bahwa dirinya adalah salah satu saksi meringankan yang diajukan Firli pada Jumat, (1/12). Romli menegaskan dia adalah ahli. Bahkan, Romli menekankan ahli tidak boleh meringankan.

"Bukan, ahli. Beda (saksi dengan ahli). Saksi itu adalah yang melihat, mendengar, mengalami, fakta ya. Kalau ahli tidak melihat fakta, teorinya gimana, konsepnya gimana mengenai pemerasan gitu ya. Bukan meringankan, ahli nggak boleh meringankan, cerita apa adanya sebagai ahli saja," terang dia.

Namun, dia mengakui telah mendapat permintaan menjadi ahli dari pihak Firli. Permintaan itu disampaikan sejak gugatan praperadilan Firli di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Dari pihak Pak Firli sendiri sudah ngomong ke bapak minta dibantu sebagai ahli di praperadilan dulu, sekarang juga, mau praperadilan lagi kan. Dia mau praperadilan lagi itu, minta juga dibantu, mau kedua kali dia (ajukan praperadilan)," beber Romli.

Sebelumnya, polisi menyebut Firli telah mengajukan empat saksi meringankan kepada penyidik Polda Metro Jaya yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) pada Jumat, 1 Desember 2023. Keempatnya ialah pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad; Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata; mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai; dan guru besar di bidang Ilmu Hukum khususnya Hukum Internasional Universitas Padjajaran, Prof Romli Atmasasmita.

Dua saksi meringankan di antaranya telah dilakukan pemeriksaan. Keduanya adalah Suparji Ahmad dan Natalius Pigai. Kemudian, satu orang saksi yang menolak atau keberatan untuk menjadi saksi a de charge Firli, yakni Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Lalu, satu saksi lainnya Romli Atmasasmita meminta penundaan pemeriksaan.

"Prof Suparji Ahmad dan Natalius Pigai sudah diperiksa, Prof Romli Atmasasmita minta penundaan, satu saksi keberatan," kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, dikutil Sabtu, (23/12).

Firli ditetapkan tersangka kasus dugaan pemerasan atas dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian (Kementan) Tahun 2020-2023. Namun, nilai uang pemerasan dalam kasus ini belum dibeberkan jelas oleh polisi.

Meski demikian, terungkap dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, bahwa terjadi lima kali pertemuan dan empat kali penyerahan uang kepada Firli. Dengan total senilai Rp3,8 miliar.

Firli dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP. Dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.

46