Home Ekonomi Ketum PBA Ungkap Potensi dan Tantangan UMKM pada 2024

Ketum PBA Ungkap Potensi dan Tantangan UMKM pada 2024

Jakarta, Gatra.com – Ketua Umum (Ketum) Perkumpulan Bumi Alumni (PBA), Ary Zulfikar, menyampaikan analisis mengenai sejumlah potensi dan tantangan yang kemungkinan akan dihadapi oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia pada 2024.

Pria yang karib disapa Kang Azoo tersebut dalam keterangan pers, Senin (8/1), menyampaikan, UMKM Indonesia tetap memiliki peluang di tahun 2024. Optimisme itu berkaca pada pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023.

“Di tengah ketidakpastian yang masih dirasakan oleh negara-negara Eropa dan Amerika akibat pascapandemi, Indonesia berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen,” katanya.

Kang Azoo yang juga mendapuk Direktur Eksekutif Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) lebih lanjut dalam Seminar Bisnis Awal Tahun bertajuk “Mempersiapkan Produk dan Membangun Pasar Ekspor UMKM” gelaran PBA menyampaian, pertumbuhan ekonomi ini turut disumbangkan oleh sektor UMKM.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi ini turut disumbangkan oleh sektor UMKM. Hal ini terlihat dari kontribusi UMKM terhadap pembentukan PDB mencapai 61,1% per tahun.

Meskipun sempat mengalami penurunan, kata Kang Azoo, UMKM tetap bertahan dan menerima berbagai kebijakan untuk mempermudah operasional mereka selama masa pandemi.

Azoo menyampaikan perbandingan angka UMKM di Indonesia yang secara statistik memiliki nilai terbesar di Asia Tenggara. “Potensi UMKM kita sangat besar, unggul di antara negara-negara sejenis seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina,” ujarnya.

Kendati demikian, ia menitikberatkan perhatian pada tantangan utama yang dihadapi pelaku UMKM, terutama terkait dengan permodalan dan pemasaran. Dalam konteks permodalan UMKM, ia menilai informasi mengenai sumber pendanaan usaha sangat minim di kalangan pelaku UMKM.

Bukan hanya itu, kata Azoo, syarat kredit bank terkait mekanisme credit scoring kurang mengakomodasi business cycle dari UMKM dn minimnya literasi keuangan di kalangan pelaku UMKM turut memengaruhi penilaian lembaga keuangan terhadap kelayakan kredit, seperti kurangnya perhatian pada laporan keuangan dan pencampuran keuangan pribadi dengan usaha.

Menurutnya, mekanisme penilaian kredit biasanya pasti akan melihat laporan keuangan. Persoalannya adalah banyak dari pelaku UMKM, terutama yang beroperasi di sektor mikro, kurang memahami bagaimana mengelola keuangan dengan baik, sehingga tidak ada data atau riwayat transaksi yang memadai.

“Inilah yang perlu dipelajari oleh pelaku UMKM, yaitu bagaimana mengelola penerimaan dengan baik dan memisahkan keuangan usaha dari pribadi,” ujarnya.

Survei Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa masalah akses ke permodalan masih signifikan, di mana 69,5% UMKM belum mendapatkan kredit dari bank atau lembaga keuangan lainnya. Menurut Azoo, hal ini menyebabkan kesenjangan UMKM di Indonesia yang mencapai Rp1.605 triliun.

Tantangan UMKM selanjutnya adalah terkait pemasaran produk. Azoo menyadari bahwa UMKM membutuhkan merek yang kuat melalui pemasaran. Namun, biaya promosi yang tinggi menjadi kendala utama.

Oleh karena itu, ia mendorong pelaku UMKM untuk memanfaatkan marketplace dalam dunia digital. Untuk memperluas skala pemasaran ke tingkat global, ia mengatakan, pemilihan marketplace yang tepat dapat membantu usaha tumbuh lebih baik.

Ia juga menyarankan agar pelaku UMKM memilih marketplace yang tidak hanya terbuka dan dapat diakses oleh pasar lokal, tetapi juga pasar internasional. Misalnya, untuk menyasar ?pasar Korea Selatan, maka disarankan untuk memasarkan produk tidak hanya di Tokopedia yang beroperasi di Indonesia.

“Begitu juga jika kita ingin masuk ke pasar di Jepang, Malaysia, Singapura, dan negara lainnya,” kata dia.

Menurutnya, pelaku UMKM perlu mempelajari cara memasarkan produknya di marketplace negara-negara tersebut, seperti Shopee yang memiliki basis operasi di berbagai negara dan menawarkan program go ekspor.

Sementara itu, Founder Sinergi Sejuta UMKM (SSU) dan CEO RAMtivi, Cucuk Sumardiono, menyampaikan, program Sinergi Sejuta UMKM yang digagas pihaknya pada 2018, salah satu kegiatannya melakukan pendampingan dan pemberdayaan UMKM di seluruh Indonesia.

Ia mengungkapkan, hingga saat ini tercatat ada 16 ribu lebih yang tergabung dalam kegiatan program tersebut. Namun dari jumlah itu, yang aktif berjualan sekitar 6 ribu.

“Kebetulan kami beberapa bulan terakhir ini melakukan edukasi #JanganTakut ekspor. Hingga hari ini sudah kelas ke-3 yang jumlahnya 650-an orang,” ujarnya.

Ia menjelaskan, #JanganTakutEkspor ini menjadi tagline agar para pelaku UMKM berani melangkah menuju pasar ekspor. Dengan adanya tujuan yang sama dengan teman-teman PBA, makanya acara ini terselenggara untuk berkolaborasi mengawali apa saja prospek ekspor 2024 ini.

“Semoga ke depan bisa berkolaborasi, terutama dengan jejaring PBA yang pernah berhasil di Malaysia, menjalin kerja sama dengan Korea Selatan, bahkan Kang Azoo sebagai ambassador bisa membawa ke San Marino,” katanya.

Adapun pegiat UMKM, pemerhati koperasi, dan Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga PBA, Dr. Dewi Tenty, S.H., M.H., M.Kn, menyorot tentang kemudahan berusaha, salah satunya dengan dibolehkan membuat PT perorangan sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja.

Selain itu, ia juga memberikan sebuah fakta menarik yang bisa ditangkap oleh UMKM sebagai peluang, yaitu tentang ditetapkannya bawang goreng sebagai bumbu terenak di dunia versi Taste Atlas. Dalam menambah kemenarikan produk, katanya, penting juga membuat narasi sebuah produk karena dengan narasi itu konsumen bisa mengetahui hal-hal unik yang terjadi dalam proses terciptanya produk.

556