Home Nasional Pengamat: Dua Periode Kepemimpinan Jokowi, Reforma Agraria Mandek

Pengamat: Dua Periode Kepemimpinan Jokowi, Reforma Agraria Mandek

Jakarta, Gatra.com - Kiprah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam dua periode kepemimpinan dinilai belum bisa menghadirkan solusi atas masalah agraria di tanah air. Dalam kurang lebih sepuluh tahun memimpin, pemerintah belum mampu menyelesaikan konflik agraria di masyarakat dengan baik dan bijak.

Direktur Eksekutif Lembaga Agraria & Hubungan Industrial (LAGRIAL), Muhammad Akhiri menyampaikan, menjelang akhir pemerintahannya, Jokowi dinilai masih banyak menyisakan persoalan agraria yang belum di selesaikan dengan baik. Hal itu, dikhawatirkan dapat menjadi bom waktu konflik agraria yang merugikan masyarakat.

Konflik agraria terjadi di seluruh sektor mulai dari perkebunan, kehutanan, pertanian, pertambangan, kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, pembangunan infrastruktur, pengembangan industri serta pengembangan properti.

“Konflik Agraria merupakan kasus paling banyak diadukan kepada Komnas HAM RI, laporan tersebut banyak karena kebijakan pemerintah dan tata kelola agraria yang buruk,” tutur Akhiri dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/1).

Yang paling menjadi sorotan dalam konflik agraria di masyarakat, sambung Akhiri, tergambarkan dengan beberapa kasus seperti Rempang dan Wadas yang masih menyisakan luka di masyarakat sampai saat ini.

Ia juga memandang, reforma agraria yang dilakukan pemerintah masih terbatas sertifikasi tanah yang tidak bermasalah yang merupakan kewajiban negara sebagai layanan administrasi biasa, yang memang diperlukan masyarakat.

“Tetapi belum menyelesaikan esensi seperti ketimpangan lahan dan keadilan agraria yang diutamakan,” beber dia.

Yang menjadi penyebab utama tingginya angka konflik agraria yang hadir saat ini, disebabkan adanya pemberian izin-izin konsesi skala besar kepada perusahaan - perusahaan swasta maupun Penerbitan dan Perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak transparan sehingga berdampak pada gesekan di masyarakat yang berdampingan wilayah tersebut.

Implikasi langsung dari pelaksanaan reforma agraria seharusnya adalah pemerintah dapat menyelesaikan konflik agraria secara langsung di lapangan dan menurunnya letusan konflik yang terjadi sehingga tidak menimbulkan trauma di masyarakat.

“Reforma Agraria saat ini belum memberikan keadilan bagi masyarakat kecil seperti masyarakat adat, petani, nelayan yang mengalami konflik agraria,” jelas dia.

Terakhir, Pemerintah dalam Reforma Agraria tidak serius untuk melakukan pemenuhan hak masyarakat adat yang telah diamanatkan dalam konstitusi, yang mana sampai saat ini tidak ada langkah konkrit pemerintahan presiden joko widodo (Eksekutif) mendorong DPR RI (Legislatif) untuk mengesahkan RUU Masyarakat Adat menjadi UU, padahal UU Masyarakat Adat.

“Sangatlah penting sebagai wujud kepedulian negara dalam menjaga eksistensi dan perlindungan hukum terhadap hak masyarakat adat,” tegasnya.

67