Home Nasional Penegakan HAM Masih Lemah, Komnas HAM Dorong Pemerintah Sahkan 3 Undang-undang Ini

Penegakan HAM Masih Lemah, Komnas HAM Dorong Pemerintah Sahkan 3 Undang-undang Ini

Jakarta, Gatra.com - Berdasarkan pemantauan dan kerja Komnas HAM sepanjang tahun 2023, ada beberapa peraturan dan perundang-undangan yang krusial untuk segera disahkan oleh pemerintah. Komnas HAM menilai, sejumlah UU ini akan melindungi berbagai kalangan masyarakat yang selama ini tersingkirkan.

Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM, Anis Hidayah mengatakan, sepanjang tahun 2023, Komnas menerima 463 aduan dari masyarakat yang termasuk dalam kelompok rentan atau marginal. Mereka ini adalah perempuan, anak, pekerja migran, dan masyarakat adat.

Komnas HAM menegaskan, kelompok rentan adalah pihak-pihak yang paling berpotensi tinggi menjadi korban pelanggaran HAM.

“Untuk beberapa kelompok rentan, pelanggaran HAM terjadi karena kebijakannya belum tersedia,” ucap Anis Hidayah saat konferensi pers “Kerja Komnas HAM dalam Penegakan HAM pada tahun 2023”, Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (25/1).

Melihat urgensi yang ada, Komnas HAM mendorong agar pemerintah dapat segera membahas dan kemudian mengesahkan sejumlah RUU untuk melindungi kelompok rentan.

Anis menyebutkan, ada dua UU yang patut untuk segera disahkan, yaitu RUU Perlindungan Masyarakat Adat dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

“Sementara, terhadap disabilitas, pekerja migran, dan perempuan, dibutuhkan dorongan yang lebih kuat agar implementasi kebijakan dijalankan secara efektif untuk menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak mereka,” kata Anis.

Komnas HAM pun mendorong agar pemerintah memperkuat komitmen untuk melindungi para pekerja migran dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Selain UU untuk melindungi kelompok rentan, Komnas HAM juga menyoroti pelemahan beberapa UU yang telah ada dan berlaku di masyarakat.

Komnas HAM menilai, ada beberapa peraturan yang justru digunakan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang tengah menggunakan haknya untuk berekspresi. Salah satu aturan ini adalah UU ITE.

“Pada tahun 2023, Komnas HAM menerima pengaduan isu pelanggaran HAM terkait akses memperoleh keadilan sejumlah 896 aduan masyarakat,” ucap Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan, Uli Parulian Sihombing.

Uli menyebutkan, aparat penegak hukum memang telah menggunakan pendekatan keadilan restoratif dalam memproses pembela HAM yang dikriminalisasi menggunakan aturan seperti UU ITE. Namun, pendekatan keadilan restoratif masih minim dilakukan, terutama untuk pihak-pihak yang mendapatkan rekomendasi dari Komnas HAM.

“Komnas HAM mendesak pemerintah untuk membentuk UU Keadilan Restoratif sebagai UU Payung untuk menggunakan pendekatan keadilan restoratif,” tegas Uli.

Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro menjelaskan, rekomendasi untuk pembuatan dan penguatan RUU ini dilakukan bukan karena Komnas tidak terlibat dalam proses perencanaannya.

Atnike mengatakan, terkadang, peraturan untuk melindungi masyarakat sudah ada di beberapa UU terpisah. Namun, saat ini belum ada satu UU yang memayungi peraturan tersebut.

“Misalnya, terkait regulasi pembela Ham, di beberapa peraturan perundang-undangan, itu sudah ada, tapi tidak ada payung hukum yang definitif memayungi status atau perlindungan bagi pembelaan HAM,” ucap Atnike dalam konferensi pers.

Meski demikian, Atnike mengakui, ada beberapa UU yang proses pembuatannya kurang melibatkan partisipasi publik. Misalnya, revisi kedua UU ITE.

“Idealnya, memang setiap proses penyusunan UU atau regulasi melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Dalam hal Komnas HAM, UU 39 sudah (menyatakan) Komnas HAM mempunyai tugas dan kewenangan untuk memberikan rekomendasi terkait kebijakan,” jelas Atnike.

Kenyataan di lapangan, prosedur yang ada tidak selalu dijalankan.

Namun, Atnike menegaskan, Komnas HAM bergerak proaktif jika memang ada pembahasan yang perlu dilakukan. Baik itu melalui pernyataan tertulis maupun pertemuan langsung dengan institusi terkait.

39