Home Pemilu 2024 Gen Z Filipina Tertipu, Anak Muda Indonesia Harus Hancurkan Stigma Generasi Stroberi dan Belimbing Sayur

Gen Z Filipina Tertipu, Anak Muda Indonesia Harus Hancurkan Stigma Generasi Stroberi dan Belimbing Sayur

Jakarta, Gatra.com- Juru Bicara Timnas AMIN Indra Charismiadji menyampaikan bahwa banyak fenomena yang sangat menggembirakan muncul dalam pesta demokrasi kali ini. Kabar gembira dan membanggakan tersebut justru muncul dari Generasi Z dan Milenial yang kabarnya mewakili 56,45% dari Daftar Pemilih Tetap (DPT).

“Kami di Timnas AMIN sangat bahagia dan bangga dengan respon serta aksi generasi muda Indonesia terhadap kondisi politik dan kehidupan bernegara. Mereka sudah mematahkan stigma negatif tentang generasi muda yang sering disebut Generasi Stroberi atau Strawberry Generation yang cenderung dianggap mudah terpengaruh, sensitif, serta kurang tangguh menghadapi tekanan dan tantangan,” papar Indra.

Strawberry generation adalah generasi muda yang kreatif dan mudah hancur, seperti buah stroberi yang cantik dan eksotis. Indra menyampaikan bahwa pada saat awal kampanye, kubu AMIN pasangan dengan nomor urut 1 ini sangat khawatir bahwa Indonesia akan memiliki nasib seperti negara tetangga kita, Filipina.

Rakyat Filipina tahun 2022 yang lalu baru saja memilih Bongbong Marcos dan Sara Duterte sebagai presiden dan wakil presiden. Bongbong Marcos adalah putra dari Ferdinand Marcos, Sr., seorang diktator, koruptor sekaligus pelanggar HAM berat yang memerintah Filipina sebagai presiden dari tahun 1965 sampai dengan 1986. Dibawah kepemimpinan Marcos Senior, Filipina menjadi negara yang amat miskin dan tidak berkembang karena kekayaan negara dikorupsi oleh presiden dan kroni-kroninya. Sara Duterte adalah putri kandung dari Rodrigo Duterte, presiden Filipina yang sedang berkuasa pada saat pemilu dilaksanakan.

Kemenangan Bongbong Marcos dan Sara Duterte ini tidak lepas dari peran aktif Presiden Rodrigo Duterte yang awalnya mengajukan untuk menambah periode kekuasaan tetapi bertentangan dengan konstitusi mereka dan juga ditolak oleh parlemen. Akhirnya, Presiden Rodrigo Duterte menjalankan politik dinasti dengan menggandeng Bongbong Marcos untuk dipasangkan bersama dengan putri kandungnya sebagai kandidat pimpinan negara Filipina.

Bentuk kampanye yang mereka jalankan lebih banyak menggunakan media sosial dengan isi kampanye yang pada dasarnya membohongi dan membodohi generasi muda sebagai pemilih terbanyak, dengan menyampaikan berita bohong bahwa era ayah Bongbong berkuasa adalah era kejayaan dan kemakmuran Filipina yang harus dikembalikan lagi.

Mereka menguasai berbagai macam platform media sosial seperti Facebook, TikTok, YouTube, dan Instagram untuk berkampanye secara masif sekaligus menggunakan banyak sekali buzzer-buzzer bayaran untuk menyebarkan info sekaligus membuat percakapan-percakapan dan klaim-klaim bohong untuk menunjukkan mereka sebagai kandidat terbaik untuk Filipina.

Isi konten video mereka sendiri lebih banyak joget-joget dan mereka menghindari untuk bicara substansi karena mereka sadar semakin banyak bicara substansi maka kemungkinan blunder semakin besar. Rakyat Filipina sekedar diajak bersenang-senang dengan hiburan tanpa isi sambil didorong info-info dan klaim-klain bohong. Sayangnya generasi muda Filipina karena tingkat literasi yang rendah tidak mampu untuk mencari referensi yang tepat, hanyut dalam masifnya konten-konten yang tidak benar, dan juga termakan oleh apa yang dibuat para buzzer.

Beberapa narasumber dari Filipina yang pernah diundang untuk berdiskusi bersama, salah satunya seorang akademisi Maria Elize Mendoza, mengatakan bahwa pasangan Bongbong dan Sara sering tidak hadir dalam debat. Mereka benar-benar sedapat mungkin menghindari bicara substansi, lebih memilih joget-joget, dan posting info serta klaim keberhasilan yang palsu. Kampanye model seperti ini ternyata menuai sukses besar dan akhirnya mereka berdua terpilih untuk memimpin Filipina.

“Kami benar-benar takut kalau kondisi yang sama terjadi di Indonesia karena ada paslon yang kondisi dan gaya kampanyenya sangat mirip dengan Bongbong dan Sara. Kabarnya bahkan paslon tersebut memang menggunakan jasa konsultan politik yang sama. Tapi, syukur alhamdullilah ternyata pola tersebut hanya sukses diawal saja. Ternyata anak Indonesia lebih memilih yang nyata daripada yang artifisial. Mereka jatuh cinta dengan acara Desak Anies,” jelas Indra sambil tersenyum lebar.

Menurut Indra ternyata anak Indonesia lebih memilih untuk tahu betul siapa calon pemimpinnya, apa gagasannya, mau dikritik atau tidak, dan memiliki kompetensi serta rekam jejak untuk memimpin negara besar ini. Itulah yang menyebabkan acara Desak Anies makin diminati dan dihadiri oleh semakin banyak peserta.

“Di Desak Anies siapa saja boleh hadir, relawan, simpatisan, pemilih, haters, bahkan dari kubu paslon lain bebas hadir, bebas bertanya, bebas mengkritik, bahkan jika mereka menghujatpun akan diterima dengan tangan terbuka. Dan ternyata pola ini dirasa sangat cocok dengan keinginan anak muda Indonesia yang tidak ingin ada jarak dengan pemimpinnya. Untuk Cak Imin kita juga punya kegiatan dengan konsep yang sama dengan nama Slepet Imin, ini juga sangat diminati,” tambah pria berkacamata ini.

Euforia Desak Anies ini bertambah besar saat pada akhir Desember yang lalu, Capres nomor urut 1 Anies Baswedan memutuskan untuk melakukan kegiatan Live TikTok pada malam hari didalam mobil setelah selesai kegiatan. Kegiatan perdana ini ternyata menarik perhatian lebih dari 320 ribu orang yang menonton. Dan ternyata banyak menarik minat penggemar Kpop karena gaya Live TikTok didalam mobil dimalam hari ini mirip dengan apa yang biasa dilakukan seorang Kpop idol setelah konser.

“Mereka yang ikut Live TikTok ataupun yang menonton video unggahannya mengatakan bahwa ada vibe yang beda dengan Anies Baswedan. Pertama sangat dirasakan bagi anak-anak muda bahwa mereka bebas bertanya atau bicara apa saja, tidak sedikit yang curhat. Artinya tidak ada jarak pemisah antara seorang capres dan rakyat. Dan yang kedua, cara Pak Anies menjawab itu rasanya seperti seorang ayah kepada anak-anaknya. Itulah kenapa beliau langsung dinobatkan menjadi Abah Online Nasional,” terang Indra.

Dampak dari komunikasi publik yang terbuka lewat Desak Anies dan Live TikTok menimbulkan efek bola salju dalam bentuk dukungan yang sangat luar biasa. Muncul akun @aniesbubble di platform x yang langsung diikuti oleh seratusan ribu pengikut hanya dalam beberapa hari, kemudian muncul dukungan-dukungan dengan gaya kpop seperti muncul sebutan nama Park Ahn Nice untuk Anies Baswedan dan Cha I Mean untuk Muhaimin Iskandar yang diikuti gambar atau video bergaya Korea, pembuatan videotron dari hasil patungan antar mereka pendukung AMIN yang juga penggemar Kpop yang sekarang menyebut diri mereka Humanies, cukup mengguncangkan Indonesia. Fenomena ini menggeser pandangan yang coba dibangun salah satu kubu bahwa anak muda hanya akan mendukung paslon yang ada anak mudanya.

“Kami sangat bangga dengan anak-anak Indonesia, mereka cerdas, kritis, tangguh, dan punya jiwa pejuang. Mereka sudah menghancurkan stigma generasi stroberi atau mungkin lebih cocok generasi belimbing sayur ya, yang cenderung apatis, tidak peduli pada sekitar, dan jik ada masalah akan mudah sekali untuk patah semangat dan depresi," katanya.

"Tapi anak-anak Indonesia justru muncul tangguh, di take down videotron di Jakarta dan Bekasi malah muncul di Medan, Surabaya, dan kota-kota lain. Masih ngirim Coffee Truck secara cuma-cuma untuk acara Desak Anies, masih buat situs https://haveaniesday.com/ yang menuai apresiasi positif karena memang super keren. Intinya dibalik banyak hal yang memprihatinkan terjadi ternyata Indonesia punya masa depan yang cerah dengan hadirnya generasi muda yang luar biasa. Maju terus pantang mundur anak-anakku, Indonesia membutuhkan perjuanganmu,” pungkas Indra Charismiadji.

267