Home Hukum Budayawan Butet Kartaredjasa Dipolisikan Relawan Jokowi Gara-gara Sebut Wedhus di Kampanye Ganjar

Budayawan Butet Kartaredjasa Dipolisikan Relawan Jokowi Gara-gara Sebut Wedhus di Kampanye Ganjar

Sleman, Gatra.com – Pendukung pasangan Prabowo-Gibran resmi melaporkan budayawan Butet Kartaredjasa ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. Ucapan Butet di kampanye pasangan Ganjar-Mahfud di Kulonprogo dinilai merupakan ujaran kebencian.

Relawan atas nama Projo DIY, Arus Bawah Jokowi (ABJ), dan Sedulur Jokowi melaporkan Butet karena menggambarkan Presiden Joko Widodo layaknya binatang. Saat kampanye itu, Butet menyatakan, "Hari ini Ganjar akan menemui kita. Padahal kemarin ada yang ngintil (mengikuti). Yang biasanya ngintil namanya wedhus (kambing). Wedhus bisane mung kudune (kambing seharunya) ditongseng. Wedhus kok mendukung paslon".

“Kami menyatakan apa dilakukan Butet Kartaredjasa telah menghina Presiden Jokowi dan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini kami sayangkan mengingat label beliau sebagai seorang budayawan, akan tetapi tindakannya tidak berbudaya sama sekali,” kata Ketua Projo DIY, Aris Widihartanto.

Menurutnya, umpatan dan cacian yang ditujukan kepada Presiden Jokowi menjadi contoh buruk bagi masyarakat Indonesia. Aris  menilai Butet tidak bisa membedakan antara kritik dan intrik. “Kata-kata cacian yang diucapkan lebih cenderung merupakan intrik terhadap Presiden Jokowi dan dilakukan di depan banyak orang,” lanjutnya.

Aris menjelaskan tindakan Butet seperti menunjukkan ia sedang putus asa karena capres yang didukungnya akan kalah. Layaknya orang yang sedang putus asa, menurut Aris, tindakannya ngawur dan membabi buta. “Saya mengimbau kepada seluruh pendukung Jokowi dan Prabowo-Gibran tidak terpancing emosi dan tetap tenang. Tidak menghina atau merendahkan paslon lain agar Pemilu 2024 ini bisa tetap berjalan aman, damai, dan menyenangkan,” jelasnya.

Pelaporan ini juga mendapat dukungan dari Koordinator Hukum dan Advokasi Tim Kemenangan Daerah Prabowo-Gibran Yogyakarta, Romi Habie. Ia menegaskan Jokowi sampai saat ini masih kepala negara. “Maka tentunya karena beliau kepala negara, hal itu sangat tidak pantas. Terlebih diucapkan oleh seorang budayawan yang tinggal di Yogyakarta. Kami mendampingi kawan Relawan Projo dan lainnya agar hukum ditegaskan supaya tidak semena-mena, tidak seenaknya,” ujarnya.

Saat dihubungi, Butet menyatakan ia menghormati upaya hukum Projo DIY tersebut. "Boleh-boleh saja. Tapi kalau saya menanggapi kan enggak tahu apa yang dilaporkan. Saya kan hanya menyatakan pemikiran saya. Bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin oleh Undang-undang Dasar 1945," kata Butet.

Butet berpendapat, sebagai seniman, dirinya boleh secara bebas mengartikulasikan pikiran melalui media seni. Sebagai penulis, kata Butet, dirinya bisa berekspresi lewat cerpen, puisi, pantun, atau lewat seni pertunjukan karena ia juga seorang aktor. “Saya juga pelukis. Saya bisa mengekspresikan diri secara bebas di kanvas atau kertas. Itu bagian sewajarnya," jelasnya.

Butet membantah bahwa dirinya menyamakan Jokowi dengan hewan. Menurut dia, ucapan di kampanye Ganjar-Mahfud adalah kritik dan dapat ditafsirkan berbeda. "Kata-kata binatang yang mana? Wedhus? Lah, nek ngintil (kalau menguntit) itu siapa? Kan saya hanya bertanya kepada khalayak. Yang ngintil siapa? Wedhus. Berarti yang tukang ngintil kan wedhus. Tafsir saja. Apa saya menyebut nama Jokowi? Saya bilang ngintil kok," ujarnya.

 

150