Home Hukum 90 Pegawai Langgar Etik soal Pungli Rutan, Dewas KPK Rekomendasikan Dugaan Pelanggaran Disiplin ASN

90 Pegawai Langgar Etik soal Pungli Rutan, Dewas KPK Rekomendasikan Dugaan Pelanggaran Disiplin ASN

Jakarta, Gatra.com - Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah menyidangkan dugaan pelangaaran etik terhadap petugas Rutan KPK. Sebanyak 90 orang terperiksa terdiri dari 6 berkas perkara.

Dewas memberikan sanksi berat yang dijatuhkan berupa permohonan maaf secara terbuka langsung terhadap 78 terperiksa. Sementara 12 orang di antaranya diserahkan pada Sekjen KPK untuk dilakukan penyelesaian selanjutnya. Hal ini karena mereka melakukan perbuatan sebelum adanya Dewas KPK.

“Sehingga Dewas KPK tidak berwenanag mengadili. Sesuai PP Nomor 94 tahun 2021 tentang disiplin PNS. Semua terperiksa 78 orang itu direkomendasikan untuk dugaan pelanggaran disiplin,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (15/2).

“Kalau permintaan maaf saya mungkin sepakat. Mungkin tidak ada efek jeranya tapi malu juga kalau sudah diumumkan, nanti efek jera lebih kuat lagi pelanggaran disiplin. Memang sudah berubah begitulah kalau ASN, dulu memang tidak. Kalau dulu belum ASN, Dewas bisa memberhentikan, pernah, sebelum 2021,” imbuhnya.

Diketahui, pungli ini awalnya disetor dengan nilai Rp20-30 juta untuk memasukkan handphone dan setiap bulan harus membayar Rp5 juta agar bebas memakai handphone di Rutan.

Anggota Dewas KPK Albertina Ho menjelaskan hampir seluruh tahanan KPK yang pernah memberikan pungli selama ditahan di Rutan Guntur, C1 dan gedung Merah Putih KPK.

“Kami diputusan tidak menyebutkan satu per satu karena dewas melihat dari sisi etik dari pegawai, kami tidak mengadili yang memberikan. Kalau ini diproses secara pidana bukan kewenangan kami. Ada yang tidak memberikan, karena ketidakmampuannya. Tapi sebagian besar lebih dari 90 persen memberikan,” ungkap Albertina.

“Jumlahnya sampai saat ini kurang lebih, bisa lebih dari itu berdasarkan pengakuan mereka, karena kasus ini sudah lama. Sehingga bukti dokumen tertulis sudah tidak ada bahkan penyerahannya secara tunai. Sehingga sulit kita mendapatkan jumlah yang pasti, yang valid didukung sejumlah bukti lebih dari Rp6 miliar ke 90 orang tadi,” lanjutnya.

20