Home Hukum Direktur PT SM Shanty Alda Nathalia Kooperatif Penuhi Panggilan KPK sebagai Saksi

Direktur PT SM Shanty Alda Nathalia Kooperatif Penuhi Panggilan KPK sebagai Saksi

Jakarta, Gatra.com - Direktur PT Smart Marsindo, Shanty Alda Nathalia (SAN) menjalani kewajibannya sebagai warga negara yang baik dengan bersikap kooperatif memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (1/3).

Shanty hadir di gedung Merah Putih KPK untuk menyampaikan keterangan dalam kapasitasnya sebagai saksi terkait kasus dugaan suap yang menjerat Gubernur Maluku Utara nonaktif, Abdul Ghani Kasuba (AGK).

Dia mengaku tidak ada hambatan selama proses pemeriksaan. Menurutnya, sikap kooperatif yang ditunjukkan di hadapan penyidik membuat jalannya permintaan keterangan menjadi lancar.

"Saya hadir memenuhi panggilan KPK karena sebagai Warga Negara yang baik dan alhamdulillah semua lancar," kata Shanty.

Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri membenarkan bahwa Shanty bersikap kooperatif hadir memenuhi panggilan penyidik KPK untuk diperiksa sebagai saksi.

"Informasi yang kami peroleh betul," ujar Ali Fikri.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan tujuh tersangka terkair kasus dugaan suap pengadaan dan perizinan proyek di Maluku Utara. Mereka adalah Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba, Kadis Perumahan dan Permukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin, Kadis PUPR Pemprov Maluku Utara Daud Ismail, Kepala BPPBJ Ridwan Arsan, ajudan Abdul, Ramadhan Ibrahi, dan pihak swasta Stevi Thomas serta Kristian Wulsan.

Atas perbuatannya, Stevi Thomas, Adnan Hasanudin, Daud Ismail, dan Kristian Wulsan sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan, Abdul, Ramadhan Ibrahim, dan Ridwan Arsan sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

125