Home Apa Siapa Yori Antar & Buku Rumah Tenun

Yori Antar & Buku Rumah Tenun

Jakarta, Gatra.com – Yori Antar, arsitek berjuluk pendekar arsitektur Nusantara bukan hanya giat membangun berbagai rumah adat Nusantara, namun juga mendirikan rumah tenun. Awalnya, ia mendirikan rumah tenun di wilayah Sumba Timur, kemudian Labuan Bajo dan beberapa tempat lainnya.

Pendirian belasan rumah tenun itu untuk membantu para penenun di wilayah setempat agar tidak repot menjual atau mencari pembeli hasil tenunnya. Selain itu, demi menambah penghasilan sehingga income keluarga penenun menjadi lebih membaik dan dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya lebih layak.

Bukan hanya itu, pendirian rumah tenun tersebut untuk menjaga budaya masyarakat Indonesia dan mem-branding warisan budaya Indonesia ke kancah dunia. “Mungkin selama ini orang asing tahu Indonesia ini cuman batik, tapi ada tenun,” katanya beberapa waktu lalu.

Bukan hanya mendirikan, Yori Antar juga mendokumentasikan perjalanan pembangunan belasan rumah tenun tersebut dalam sebuah buku yang segera diluncurkan pada tahun ini. “Yang 15 rumah tenun [segera] kita lauching bukunya,” kata dia.

Ia menjelaskan, berbagai kegiatan dapat dilakukan di rumah tenun tersebut, di antaranya belajar menenun untuk pengunjung dan etalase hasil tenun bagi penenun setempat.

Yori juga menyampaikan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknologi (Ristekdikti) bahwa di dunia ini terdapat dua kekuatan, yakni jalur dagang dan budaya.

Jalur perdagangan tersebut seperti yang dilakukan Cina. “Cina itu sebetulnya bukan negara kolonial, mereka itu lebih senang dagang. Saya kemarin baru dari Nepal, Afrika, Mesir, semua itu dibantu supaya kamu makmur. Setelah makmur baru biasa cuan. Satu lagi jalur rempah, itu kolonial kalau perlu menjajah,” ujarnya.

Lantas Indonesia punya apa? “Saya bilang Indonesia punya jalur budaya itu yang harus di-branding. Saya bilang banyak orang Indonesia harus bisa menginspirasi dunia,” ujarnya.

Menurut Yori, dunia sudah sangat “kering”. Modernisasi membuat hidup kering. Indonesia harus menginspirasi dunia melalui kekuatan budaya. “Saya sangat PD [percaya diri] dengan keuatan itu. Jangan mematikan budaya yang ada,” tandasnya.

Menurut Yori, masyarakat Indonesia jangan menganggap masyarakat adat yang menerapkan tradisi lisan atau suatu ketentuan tidak tertulis itu tertinggal. Masyarat yang menerapkan ketentuan tertulis harus mendukung mereka tetap melestarikan hukum adatnya, di antaranya dengan membantu membangun rumah adat.

“Ketika kita bangun rumah adatnya, mereka sangat heran, kok ada perhatian. Saya bilang, kami datang ke mari untuk belajar. Begitu dengan kata belajar, semua pintu langsung kebuka, itu harga diri mereka, pride mereka,” katanya.

Ia pun mencontohkan ketika membangunkan rumah adat di Desa Wae Rebo, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Formula pembangunan rumah adat itu dapat diterapkan untuk melestarikan rumah adat di daerah lain.

“Kami saat ini banyak sekali kerja sama untuk proyek-proyek pemerintah, tentunya juga swasta, bekerja juga untuk proyek masyarakat adat,” ujarnya.

Untuk melaksanakan proyek pembangunan rumah adat, Yori Antar kerap berkeliling ke berbagai pelosok Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua. Ini dilakukan untuk mendapatkan apa narasi arsitektur orang Indonesia.

“Kami menemukan bahwa manusia Indonesia itu sejatinya memang manusia outdoor. Kalau kita lihat rumah-rumha adat, mereka banyak tinggal atau beraktivitas sehari-harinya di luar rumah,” ujarnya.

Artinya, lanjut Yori, masyarakat adat ini mempunyai tingkat sosial dan gotong royong yang tinggi. “Bagaimana soul Indonesia ini bisa kita hadirkan, tentunya di rumah-rumah pribadi, khususnya di kawasan real estate,” ujarnya.

Lebih lanjut Yori menyampaikan, saat ini tengah menggarap sejumlah proyek di Ibu Kota Nusantara (IKN). Proyek-proyek infrastruktur tersebut konsepnya berbasis sosial dan budaya.

Yori mengungkapkan, sebelumnya juga pernah mengerjakan Bandara Halim Perdanakusuma, Taman Mini, Taman Kali Jodoh, dan Lapangan Banteng. Kemudian Labuan Bajo, Danau Toba, dan Wakatobi dalam program Kawasan Khusus dan Strategis Nasional.

53