Home Hukum Kasus Tambang Timah, Ahli Pidana: Kerugian Negara Harus Hasil Audit BPK

Kasus Tambang Timah, Ahli Pidana: Kerugian Negara Harus Hasil Audit BPK

Jakarta, Gatra.com - Tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 masih menuai polemik. Salah satu poin yang disoroti adalah kerugian ekologi atau lingkungan sebesar Rp271 triliun.

Nilai kerugian lingkungan itu berdasarkan perhitungan ahli forensik lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo. Perhitungan itu disebut-sebut masuk sebagai kerugian negara. Belakangan, muncul perdebatan bahwa kerugian lingkungan tidak serta merta dipahami sebagai kerugian negara.

Pakar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran Bandung, Nella Sumika Putri mengatakan bahwa dalam konteks tindak pidana korupsi, yang berhak menghitung dan menetapkan kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas permintaan penyidik baik dari Kejagung, Tipikor Bareskrim, atau KPK. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga hanya berwenang melakukan pemeriksaan dan audit, sedangkan terkait kerugian negara tetap wewenang konstitusional pada BPK.

"Kalau kita bicara korupsi sebenarnya, kan dia ranahnya adalah siapa sih yang berhak menghitung kerugian dalam konteks tindak pidana korupsi? Nah kalau kewenangan sebenarnya yang boleh menghitung dan menetapkan kerugian negara dalam kasus tipikor yaitu BPK. Sedangkan lainnya hanya melakukan audit. Perhitungan itu dengan permintaan dari penyidik," ujar Nella saat dihubungi pada Rabu (13/3).

Soal perhitungan Bambang Hero Saharjo yang diklaim sebagai kerugian negara, Nella pun mempertanyakan posisi atau status akademisi asal IPB tersebut. Dia mempertanyakan posisi Bambang sebagai bagian dari BPK atau lembaga audit negara seperti BPKP, atau bagian penyidik semisal KPK?

"Nah, sekarang posisinya Pak Bambang Hero dalam konteks yang mana? Saya juga gak paham apakah dia menggunakan pintu kerusakan lingkungan untuk mencari tipikor atau bagaimana nih. Padahal di antara keduanya terdapat 'rezim' tindak pidana khusus yang berbeda," bebernya.

Menurutnya, perlu telaah lebih jauh dan menyeluruh atas dampak dari perilaku korup dalam tambang timah. Terutama soal kerugian lingkungan dan kerugian negara.

Nella melihat, ada perilaku korup dalam tata kelola yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan kerugian keuangan. Oleh karena itu, perlu dibedakan antara tindak pidana karena adanya kerusakan lingkungan atau tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara. Tindak pidana mana yang mau dikenakan juga harus kembali dipertegas.

"Dalam perhitungan kerugian lingkungan oleh ahli lingkungan IPB tersebut, terdapat dua perbuatan. Pertama apakah karena tata kelola, administrasi seperti izin pertambangan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan atau tindakan pertambangan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan? Nah yang dihitung ini yang mana karena keduanya masuk rezim tindak pidana lingkungan. Kerugian negara karena korupsinya atau kerugian keuangan negara karena kerusakan lingkungan akibat dari tindak pidana lingkungan?" tanya dia.

"Pertanyaannya, kerugian perusakan ini murni kerusakan lingkungan atau kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh tindakan korup dalam tata kelola sesuai pidana lingkungan? Ini dua hal yang menurut saya berbeda," tegas Nella.

84