Home Nasional Ombudsman Temukan Maladministrasi Urusan Impor Bawang Putih, Kementan Disuruh Berbenah

Ombudsman Temukan Maladministrasi Urusan Impor Bawang Putih, Kementan Disuruh Berbenah

Jakarta, Gatra.com - Ombudsman Republik Indonesia menyampaikan sejumlah temuan dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) dalam Layanan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) Bawang Putih.

Setelah melakukan investigasi prakarsa sendiri terhadap RIPH komoditas bawang putih, Ombudsman merumuskan empat tindakan korektif yang patut dilaksanakan oleh Dirjen Hortikultura Kementan.

“Pertama, meminta Kementerian pertanian RI melimpahkan kewenangan kepada Kepala Badan Pangan Nasional terkait kebijakan, ketersediaan, dan keamanan pangan pada komoditas bawang putih,” ucap Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers peluncuran Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Maladministrasi dalam Layanan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) Bawang Putih yang dilakukan secara daring pada Jumat (22/3).

Yeka menyampaikan, merujuk pada Perpres 66 tahun 2021, RIPH bawang putih merupakan kewenangan dan tugas Badan Pangan Nasional, bukan Kementan. Untuk itu, pelimpahan kewenangan, tugas, dan fungsi ini patut dilakukan sebelum tahun 2025. Menurut Yeka, pelimpahan ini perlu dikoordinasikan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

“Kedua, Ombudsman RI meminta Mentan melakukan pengelolaan dan pelaksanaan wajib tanam dan produksi bawang putih secara terpusat pada direktorat yang memiliki tugas peningkatan produksi bawang putih,” kata Yeka.

Berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, dari tahun ke tahun, kuota impor bawang putih yang terus beranjak naik tidak dibarengi dengan angka wajib tanam. Pada tahun 2021, kuota wajib tanam masih menyentuh 44,6 persen. Namun, angka ini turun menjadi 28 persen di tahun 2022. Dan, pada tahun 2023, angka wajib tanam merosot menjadi 17 persen.

Ombudsman menduga, para pelaku usaha tidak menjalankan wajib tanam ini setelah mereka mendapatkan kuota impor. Para pelaku usaha diduga terus membuat perusahaan baru agar dapat mendapatkan kuota impor lagi tanpa perlu menjalankan mandat wajib tanam.

“Mentan perlu melakukan pengkajian lebih lanjut terkait model pengelolaan dana dan desain wajib tanam yang tepat,” lanjut Yeka.

Ombudsman menegaskan, Kementan perlu mengkaji lebih lanjut soal pengelolaan kebijakan wajib tanam serta pemanfaatannya yang diatur secara khusus melalui sejumlah mekanisme. Misalnya, mekanisme penerimaan negara bukan pajak (PNBP), mitra PNBP, dan Badan Layanan Umum (BLU).

Untuk menjalankan hal itu, Kementan direkomendasikan untuk berkonsultasi dengan Menkeu, Sekeu Kepala Badan Kebijakan Fiskal Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat Jenderal Anggaran.

“Ketiga, Mentan memerintahkan Direktorat Jenderal Hortikultura untuk melakukan perbaikan layanan sistem RIPH online di sisa tahun 2024,” kata Yeka lagi.

Temuan Kejanggalan dan Upaya Halangi Pemeriksaan

Ombudsman menemukan sejumlah maladministrasi dalam proses pengajuan permohonan melalui sistem online yang digunakan oleh Kementan.

“Pada kegiatan permintaan keterangan kepada Lembaga National Single Window Kemenkeu, diketahui terdapat permohonan yang tertolak masuk ke sistem RIPH online,” jelas Yeka.

Alasan penolakan juga dinilai janggal lantaran waktu kejadian masih di awal tahun, yaitu sekitar bulan Februari. Namun, dalam sistem dicantumkan alasan penolakan permohonan impor yang berbunyi, ”Rencana impor yang anda ajukan terlalu besar untuk memenuhi kuota nasional".

Ombudsman menilai alasan ini janggal lantaran per 27 Februari 2024 jumlah kuota permohonan RIPH yang diterbitkan baru sebesar 397.692 ton. Sementara, prognosa rencana impor bawang putih tahun 2024 sebagaimana ditetapkan pada rakornas adalah sebanyak 645 ribu ton.

“Hal ini menunjukkan adanya penyimpangan dan terkesan ada buka tutup sistem RIPH online oleh terlapor selaku pengelola sistem RIPH online ini,” lanjut Yeka.

Pada tahap selanjutnya, yaitu verifikasi dan validasi dokumen teknis RIPH juga ditemukan sejumlah kejanggalan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan permintaan keterangan kepada Dirjen Hortikultura Kementan, diketahui banyak permohonan RIPH tahun 2024 yang belum diverifikasi. Proses permohonan RIPH ini pun melebihi jangka waktu yang telah ditentukan.

“Permentannya itu menyebutkan bahwa hukumnya untuk verifikasi dan validasi RIPH selama lima hari kerja,” ucap Yeka.

Ia mengatakan, hal ini menjadi maladministrasi karena ada peraturan menetapkan waktu untuk memproses berkas hanya lima hari kerja. Kementan boleh saja menambah masa kerjanya selama mereka merevisi peraturan yang telah dibuat

Untuk itu, tindakan korektif keempat yang diusulkan Ombudsman untuk Kementan adalah untuk mengevaluasi dan mengkaji ulang proses permohonan RIPH ini.

“Serta, memberikan sanksi apabila ditemukan ketidaksesuaian atau penyimpangan prosedural yang dilakukan oleh tim RIPH Dirjen Hortikultura Kementan dalam pengembalian permohonan atau role back tersebut,” lanjut Yeka.

Atas rekomendasi-rekomendasi yang diberikan, Ombudsman memberikan waktu selama 30 hari kerja agar Kementan dan Dirjen terkait untuk melakukan pembenahan dan menjalankan tindak korektif yang diberikan.

Menutup paparannya, Yeka menyampaikan, selama melakukan pemeriksaan, Ombudsman mengalami kendala dan mendapati upaya untuk menghalang-halangi pemeriksaan. Namun, Yeka tidak menyebutkan pihak yang berusaha menghalangi investigasi Ombudsman ini.

26