Home Hukum Korban Pemalsuan Dokumen RUPSLB Bank Sumsel Babel Minta OJK Turun Tangan

Korban Pemalsuan Dokumen RUPSLB Bank Sumsel Babel Minta OJK Turun Tangan

Jakarta, Gatra.com - Korban dugaan pemalsuan dokumen risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank Sumsel Babel (BSB), Mulyadi Mustofa menyurati Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pusat agar dapat turun tangan memberikan kepastian hukum.

Mulyadi mengatakan melalui surat tersebut dirinya berharap agar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar bisa turut memberikan perlindungan hukum serta mengawal kasus dugaan pemalsuan dokumen RUPSLB di BSB.

"Agar sekiranya Bapak Ketua OJK berkenan untuk melaksanakan kewajiban dan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU OJK terhadap BSB dan OJK wilayah Sumbagsel," jelasnya dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (27/3).

Mulyadi mengatakan pengawasan serta perlindungan hukum dari OJK Pusat sangatlah diperlukan lantaran dalam kasus ini terdapat dua produk Akta Risalah RUPSLB dengan nomor dan tanggal yang sama, namun memiliki isi yang berbeda.

Ia menjelaskan dalam RUPSLB tahun 2020, seluruh peserta rapat telah menyetujui dan mengusulkan sosok Saparudin sebagai calon Komisaris Independen Perseroan dan dirinya sebagai calon Direktur BSB.

Akan tetapi, Mulyadi mengatakan namanya yang telah diusulkan untuk menjabat sebagai Direktur BSB tersebut justru dihapuskan dalam Akta Risalah RUPSLB 2020. Akibatnya, kata dia, posisi yang seharusnya diisi oleh Mulyadi pada tahun 2021 justru ditempati oleh orang lain.

Mulyadi menduga dokumen tanpa namanya itulah yang kemudian disimpan dan digunakan oleh BSB untuk melaporkan kegiatan RUPSLB kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan sebagai dasar proses fit and proper test terhadap Saparudin yang diusulkan sebagai Komisaris Independen.

"Saya harap OJK bisa memberikan perhatian dan perlindungan kepada calon pengurus bank yang telah dicalonkan dan dinyatakan lulus karena kompetensinya namun justru diganti tiba-tiba tanpa alasan yang jelas," tuturnya.

Di sisi lain, Mulyadi mengatakan kasus serupa juga pernah terjadi dalam proses penunjukan Direktur di BSB pada tahun 2018. Ketika itu, kata dia, terdapat dua nama yang sudah disetujui dalam RUPS dan sudah lulus saat diusulkan kepada OJK.

Kendati demikian, ia menyebut, HD selaku Gubernur Sumsel saat itu justru menunjuk orang lain untuk mengisi posisi Direktur BSB yang seharusnya ditempati kedua calon berinisial RR dan AH.

Ia menduga HD sengaja menunjuk orang baru sebagai Direktur dari BSB lantaran baik RR dan AH yang telah lulus fit and proper test dari OJK merupakan usulan Gubernur sebelumnya.

"Ini sangat tidak profesional dan jika hal ini tidak menjadi perhatian OJK akan berdampak negatif pd perbankan yg merupakan lembaga kepercayaan," jelasnya.

"Bayangkan saja, orang sudah mengikuti proses yang panjang lebih dari 6 bulan dan sudah dinyatakan lulus tapi malah tidak ditetapkan sebagai direktur," imbuhnya.

Mulyadi menjelaskan dalam kasusnya sendiri, Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman selaku pihak yang mengusulkan dirinya sebagai calon Direktur BSB juga telah menemui pimpinan OJK Sumbagsel untuk membahas persoalan tersebut.

Hanya saja dari pertemuan tersebut, ia menyebut pihak OJK Sumbagsel terkesan lepas tangan. Lantaran mereka menilai permasalahan terkait adanya dua dokumen RUPSLB harus diselesaikan lewat mekanisme yang ada di BSB.

"Oleh sebab itu diharapkan agar OJK dapat mengusut dugaan penyalahgunaan wewenang atau dugaan penyimpangan terkait penanganan kasus dua akta secara tidak prosedural, transaparan dan objektif," ujarnya.

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri sebelumnya resmi meningkatkan perkara dugaan pemalsuan dokumen RUPSLB BSB ke tahap penyidikan. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan peningkatan status itu dilakukan penyidik usai melakukan gelar perkara, pada Rabu (20/3) kemarin.

Ia mengatakan dalam perkara ini penyidik menduga telah terjadi pelanggaran tindak pidana Pasal 49 ayat 1 dan/atau Pasal 50 dan/atau Pasal 50A UU Nomor 10 Tahun 1996 tentang Perbankan jo Pasal 264 KUHP dan/atau Pasal 266 KUHP tentang Pemalsuan dokumen otentik.

"Penyidik akan melakukan serangkaian tindakan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang benderang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya," tuturnya.

542