Home Hukum Pemerintah Dinilai Belum Serius Tangani Tambang Ilegal di Kalimantan

Pemerintah Dinilai Belum Serius Tangani Tambang Ilegal di Kalimantan

Jakarta, Gatra.com- Pendiri Deolipa Yumara Institut, Kajian Hukum dan Psikologi, Deolipa Yumara menyorot soal adanya pertambangan ilegal atau penambangan tanpa izin yang resmi di Indonesia.

Menurut dia, penambangan ilegal sangat sangat banyak ditemukan khususnya di daerah Kalimantan.

“Kondisi memprihatinkan ini belum menjadi perhatian serius pemerintah maupun pemangku kebijakan. Padahal, dampak akibat tambang ilegal menimbulkan kerugian yang besar ditinjau dari berbagai aspek, yang utamanya adalah kerusakan lingkungan ," kata Deolipa dalam keterangannya, Senin (1/4).

Deolipa lantas menyoroti klaim Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang telah menetapkan sebanyak 1.215 tambang menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

Surat Keputusan tentang WPR yang telah diteken oleh Menteri ESDM pada 21 April 2022 lalu mencakup wilayah seluas 66.593,18 hektar.

Deolipa menyebut, ribuan hektar tambang yang telah ditetapkan Kementerian ESDM sebagai WPR sebagian besarnya hanya tambang pasir dan emas.

Adapun 19 provinsi yang memiliki WPR yaitu Banten ada 1 WPR dengan luas 9,71 hektar; Bangka Belitung ada 123 WPR dengan luas 8.568,35 hektar; Yogyakarta ada 138 WPR dengan luas 5.600,05 hektar; Gorontalo ada 63 WPR dengan 5.502,42 hektar.

Kemudian Jambi ada 117 WPR dengan luas 7.030,46 hektar; Jawa Barat ada 73 WPR dengan 1.867,22 hektar; Jawa Timur ada 322 WPR dengan luas 6.937,78 hektar; Kalimantan Barat ada 199 WPR dengan luas 11.848 hektar; Kepulauan Riau ada 4 WPR dengan 127,04 hektar; Maluku ada 2 WPR dengan 95,21 hektar; Maluku Utara ada 22 WPR dengan 315,9 hektar.

Lalu Nusa Tenggara Barat ada 60 WPR dengan 1.469,84 hektar; Papua ada 25 WPR dengan 2.459,16 hektar; Papua Barat ada 1 WPR dengan 3.746,21; Riau ada 34 WPR dengan 9.216,96 hektar; Sulawesi Tengah ada 18 WPR dengan 1.407,58 hektar.

Selanjutnya, Sulawesi Utara ada 1 WPR dengan 30,86 hektar; Sulawesi barat ada 3 WPR dengan 24,91 hektar; dan Sulawesi Utara ada 9 WPR dengan 335,5 hektar.

Di sisi lain, menurut dia, belum ada pemberian izin terhadap wilayah pertambangan rakyat khususnya terhadap tambang rakyat yang menambang batubara atau nikel.

“Jadi pemerintah khususnya kementerian ESDM tampaknya telah lalai, tidak memperhatikan atau terkesan menganaktirikan tambang rakyat di segmen penambangan batubara, dengan tidak adanya penerbitan izin WPR untuk khusus tambang batubara,” kata Deolipa.

Menurut pengacara asal Universitas Indonesia itu, hal ini menimbulkan banyaknya tambang liar batubara sebagaimana yang terjadi di Kalimantan.

Dia menduga pertambangan ilegal ini dilakukan oleh sejumlah pihak dari unsur petani yang dibantu secara diam-diam oleh para pemodal besar.

"Di wilayah Kalimantan Timur sampai saat ini marak terjadi penambangan batubara tanpa izin, terutama tambang liar yang koridoran yang dilakukan oleh beberapa kelompok rakyat lokal,” kata Deolipa.

“Hal ini terjadi utamanya karena negara khususnya kementerian ESDM lalai mewadahi atau tidak memperhatikan hak hidup tambang rakyat di segmen batubara,” imbuh dia.

Sebagaimana diketahui, belakangan ramai soal kasus penambangan liar timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Kasus ini masih ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Pihak Kejagung telah menetapkan 16 tersangka dalam perkara korupsi di wilayah IUP PT Timah Tbk tersebut.

36