Home Hukum Kejagung Harus Sita Uang Sandra Dewi

Kejagung Harus Sita Uang Sandra Dewi

Jakarta, Gatra.com – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengatakan, Tim Jaksa Penyidik Pidana ?Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) harus menyita uang yang ada di rekening selebritas Sandra Dewi.

“Berkaitan dengan uang, apapun itu harus disita oleh Kejaksaan Agung,” kata Boyamin pada Kamis (4/4).

Boyamin menyampaikan, tentunya sebagai istri dari Harvey Moeis, Sandra Dewi diduga menerima pemberian uang dari suaminya. Terlebih dari catatan di media sosial, dia sempat mendapat hadiah mobil mewah Rolls-Royce, Mini Cooper, hingga pesawat terbang jenis jet.

“Selain mobil yang kemarin [disita], juga rekening-rekening yang berisi uang yang dari Harvey Moeis juga harus disita dan itu harus diblokir,” ujarnya.

Boyamin menegaskan, Kejagung harus terlebih dahulu menyita semua uang Sandra Dewi dan Harvey Moeis karena diduga terkait dengan dugaan kasus korupsi timah.

“Berkaitan dengan uang, apapun itu harus disita oleh Kejaksaan Agung karena diduga hasil kejahatan,” ujarnya.

Penyitaan uang tersebut, lanjut Boyamin, untuk mengantisipasi raibnya dana dari hasil tindak pidana. Menurutnya, penyitaan uang tersebut untuk mengembalikan kerugian keuangan negara dari kasus korupsi timah yang ditaksir mencapai Rp271 triliun.

“Untuk proses maksimal pegembalian uang negara atau uang pengganti,” ujarnya.

Menurut Boyamin, hadirnya Sandra Dewi memenuhi panggilan penyidik Kejagung untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi yang membelit suaminya, Harvey Moeis, adalah suatu kewajiban.

“Itu proses-proses yang harus dijalani Sandra Dewi berkaitan dengan persoalan hukum yang sedang menimpa suaminya,” ujar dia.

Ia mengapresiasi Sandra Dewi telah datang untuk menjalani pemeriksaan. “Saya menghormati Sandra Dewi hadir hari ini untuk diperiksa sebagai saksi,” katanya.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 16 orang tersangka, yakni:

1. Suwito Gunawan (SG) alias AW selaku Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP).

2. MB. Gunawan (MBG) selaku Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP).

3. Hasan Tjhie (HT) alias ASN selaku Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa (CV VIP). CV ini perusahaan milik tersangka Tamron alias AN.

4. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016–2021.

5. Emil Ermindra (EE) alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017–2018.

6. Kwang Yung (BY) alias Buyung (BY) selaku Mantan Komisaris CV VIP.

7. Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS

8. Tamron (TN) alias Aon selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN.

9. Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional tambang CV VIP.

10. Toni Tamsil (TT), tersangka kasus perintangan penyidikan perkara korupsi timah.

11. Rosalina (RL), General Manager PT Tinindo Inter Nusa (PT TIN).

12. Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT Rifined Bangka Tin (PT RBT).

13. Reza Adriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Rifined Bangka Tin (PT RBT).

14. Alwin Albar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional (Dirops) dan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah Tbk.

15. Helena Lim (HLN), Manager PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE).

16. Harvey Moeis (HM), perakilan PT Refined Bangka Tin (PT RBT).

Kejagung menetapkan Helena Limsebagai tersangka karena selaku manager PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) pada 2018–2019 diduga kuat telah membantu mengelola hasil tindak pidana kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Perbuatan itu dilakukan Helena Lim dengan memberikan sarana dan fasilitas kepada para pemilik smelter dengan dalih menerima atau menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR).

“[Perbuatan itu] yang sejatinya menguntungkan diri tersangka sendiri dan para tersangka yang telah dilakukan penahanan sebelumnya,” ujar Kuntadi, Direktur Peyidikan Pidsus Kejagung.

Sedangkan Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka karena awalnya selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin (PT RBT) menghubungi tersangka Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk. untuk mengakomodir penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Selanjutnya, terjadi pertemuan antara tersangka Harvey Moeis dengan tersangka Mochtar Riza Pahlevi Tabrani alias RZ. Setelah itu ada beberapa kali pertemuan dan terjadi kesepakatan kerja sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.

“Tersangka HM [Harvey Moeis] mengondisikan agar smelter PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN mengikuti kegiatan tersebut,” ujar Kuntadi.

Harvey Moeis kemudian menginstruksikan kepada para pemilik smelter untuk mengeluarkan keuntungan bagi tersangka sendiri maupun para tersangka lain yang telah ditahan sebelumnya.

Jatah uang tersebut dengan dalih dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada tersangka Harvey Moeis melalui PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) yang difasilitasi oleh tersangka Helena Lim.

Sementara itu, ahli lingkungan dan akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Bambang Hero Saharjo, menyampaikan, kasus ini mengakibatkan kerugian lingkungan (ekologis) sebesar Rp183.703.234.398.100 (Rp183,7 triliun), kerugian ekonomi lingkungan Rp74.479.370.880.000 (Rp74,4 triliun), dan biaya pemulihan lingkungan Rp12.157.082.740.000.

“Totalnya akibat kerusakan tadi itu yang juga harus ditanggung negara Rp271.069.688.018.700 (Rp271 triliun),” ujarnya.

Kejagung menyangka mereka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

124