Home Apa Siapa Ari Yusuf Amir & Pelajaran Akhlak dari Bocah Bukhara

Ari Yusuf Amir & Pelajaran Akhlak dari Bocah Bukhara

Jakarta, Gatra.com – Ketua Tim Hukum Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Ari Yusuf Amir, mendapatkan Pelajaran akhlak dari seorang bocah Bukhara. Pelajaran tersebut sangat mengharukan.

Ari Yusuf pada Jumat (5/4), menuturkan, suatu sore pada bulan Ramadan, beritikaf di atap Masjid Nabawi, Madinah, untuk menanti takjil. Suanananya ramai namun tetap khusyuk.

Menurutnya, tidak sedikit pun terasa takjil “war” meskipun semakin banyak jemaah yang menanti berbuka puasa. Setiap orang khusyuk melafalkan doa karena setiap jemaah telah mendapat jatah makanan pembuka puasa atau iftar gratis.

“Persis di sebelah saya, duduk seorang bocah berkisar umur 12-an tahun. Tubuhnya tampak sehat dan tegap. Dengan rambut lurus yang disisir samping dengan rapi, wajahnya yang putih-bersih terlihat segar dengan pipi bersemu merah,” katanya.

Tampaknya, lanjut Ari Yusuf, dia berasal dari Tajikistan atau Kazakhstan atau negara pecahan Uni Soviet lainnya yang sedang dilanda konflik. Atau mungkin juga dari Bukhara, sekampung dengan Imam Bukhari, perawi hadist dari negeri yang kini menjadi kota di Uzbekistan.

“Dengan kesungguhan orang dewasa, dia terlihat khusyuk membaca Al-Qur'an. Dia juga menyambut dan meladeni dengan riang para jemaah yang berbagi makanan,” ujarnya.

Ari Yusuf mengungkapkan, memang di Masjid Nabawi yang megah dan syahdu itu, para jemaah selalu berupaya untuk berbagi makanan kepada jemaah lainnya demi mengharap berkah dari keutamaan berbagi.

“Dia mengumpulkan makanan yang didapatnya dengan wajah bahagia, lalu kembali khusyuk melanjutkan membaca Al-Qur'an. Dia tidak memilih bermain HP [hand phone] seperti kebanyakan anak seusianya, atau mungkin juga memang dia tak memiliki HP karena keterbatasannya,” kata dia.

Bocah tersebut kemudian mengambil segenggam kacang dari saku celananya. Dia lantas menyusun rapi di hadapannya untuk siap disantap saat azan maghrib berkumandang. Kacang itu hasil swadaya, bukan pemberian orang lain. Dia membawa sendiri untuk bekal awal berbuka.

Ketika azan bergema, dengan penuh semangat dia menyantap semua makanan yang didapat dan sedikit-sedikit disertai dengan kacang simpanannya. Rupanya kacang-kacang aneka jenis itu makanan kesukaannya. Itu terlihat dari kecermatannya dalam menaruh maupun memakannya.

“Bagi saya ini bukan pemandangan biasa, dan mungkin karena inilah perhatian saya, tanpa sepenuhnya menyadarinya, tertuju pada gerak-gerik bocah itu hingga waktu berbuka,” ujarnya.

Ari Yusuf mengungkapkan, rupanya bocah tersebut sadar kalau sedang diperhatikan. Saat itulah terjadi hal yang mengejutkan. Bocah tersebut kemudian tiba-tiba memilah kacang kesayangannya menjadi dua bagian.

“Yang pertama, dia makan, dan yang kedua dia sodorkan kepada saya. Pastilah dia mengira saya kepengin mencicipi kacang favoritnya itu karena dia merasakan saya memandanginya terus,” katanya.

Alumni Universitas Islam Indonesia (UII) ini terkejut dengan sikap bocah tersebut. Tiba-tiba hatinya disergap perasaan haru. Pasalnya, dari semua yang terlihat di permukaan, kehidupan bocah ini tampak susah dan penuh keterbatasan. Tetapi, dengan segala kekurangan itu, dia bersikap ikhlas dan bersemangat untuk memberikan makanan sederhana yang dimilikinya dengan alakadarnya.

“Hati saya terus dicekam rasa haru sekaligus malu. Saya merasa, orang-orang yang dilimpahi berkah berlebih pun, mungkin termasuk diri saya sendiri, terkadang masih enggan untuk berbagi. Sikap orang-orang itu, kami, seakan lebih miskin dari bocah bersahaja di samping saya ini,” ungkapnya.

Sepanjang salat maghrib, Ari Yusuf tak sanggup membendung airmata yang tak henti meleleh membasahi wajah. Bocah Bukhara itu dengan caranya sendiri dan tanpa diniatkan, telah memberikan suatu pelajaran moral-spiritual yang teramat indah, yang rasanya tak akan bisa didapatkan dari orang dewasa manapun.

“Seusai salat, saya mendekatinya, lalu meletakkan sejumlah uang ke tangannya. Ia tampak kaget. Dia memandangi uang di tangannya itu,” katanya.

Bocah tersebut kemudian berbalik dan menangis sambil memeluk Ari Yusuf. Mungkin dia membayangkan bahwa dengan rezeki itu bisa membeli makanan untuk bekal selama beberapa hari ke depan buat keluarganya.

Bocah tersebut kemudian menundukkan kepala dan dengan sopan berpamitan. Hendak ke manakah dia, mungkin menemui keluarganya di pengungsian yang sedang mengalami kekurangan makanan.

“Saya terus memikirkan anak itu dan berterima kasih kepadanya karena telah memberi saya pelajaran akhlak yang amat berharga,” ungkapnya.

30

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR